HUKUM DAN MORALITAS





A. LATAR BELAKANG
Moral adalah satu kata yang kerapkali tidak punya nilai atau makna yang berarti dalam kancah struktur hukum di Indonesia. Pembuat hukum sampai dengan penegak hukum adalah hamba hukum yang perjuangannya membela kebenaran dan keadilan, namun pada kenyataannya seringkali di tangan merekalah hukum menjadi berwarna dan ketika sampai ke masyarakat ditanggapi secara berbeda.
Hukum dibuat bukan tanpa makna. Hukum dalam upaya penegakannya tidak hanya membutuhkan rule of law, tetapi juga rule of man, karena hukum dibuat oleh manusia, ditegakkan oleh manusia dan untuk manusia. Oleh karenanya moral sangat penting dijadikan dasar rule of man. Dimensi moral sangat penting untuk mengarahkan hukum sebagai suatu institusi yang bertujuan mengantarkan masyarakat pada kehidupan yang adil dan sejahtera.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa hubungan manusia, hukum dan moral?
2. Sejauhmana moral mempengaruhi pelaksanaan hukum?

C. TUJUAN
1. Mengetahui hubungan antara manusia, hukum dan moral
2. Memahami kedudukan moral dalam pelaksanaan hukum.

D. PEMBAHASAN
D.1. Pengertian Manusia, Moralitas dan Hukum
D.1.1. Pengertian Manusia
Secara bahasa, manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism).[1]
Menurut Aristoteles (Yunani, 384-322 SM), bahwa manusia itu adalah Zoon Politicon. Artinya bahwa manusia sebagai makhluk, pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Oleh karena sifatnya suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial.[2]

D.1.2. Pengertian Hukum
Hukum dari segi etimologi:
a. hukum
kata hukum berasal dari bahasa arab dan merupakan bentuk tunggal. Kata jamaknya adalah “Alkhas” berarti hukum.
b.  Recht
Rech berasal dari “rectum” (bahasa latin) yang mempunyai arti bimbingan atau tuntutan atau pemerintahan, bertalian dengan rectum di kenal kata “Rex” yaitu orang yang pekerjaannya memberikan bimbingan atau memerintah. Rex juga dapat diartikan “Raja” yang mempunyai regimen yang artinya kerajaan.
c.  Ius
Kata ius (latin) berarti hukum, berasal dari “Iubere” artinya mengatur atau memerintah. Selanjutnya istilah Ius bertalian erat dengan “Iustitia” atau keadilan.
d.  Lex
Kata lex berasal dari bahasa latin dan berasal dari kata “lesere” artinya mengumpulkan.
Berdasarkan uraian di atas maka hukum dapat disimpulkan, bahwa hukum adalah peraturan-peraturan yang berisi norma untuk ditaati manusia sehingga terwujud keadilan.[3]

D.1.3. Pengertian Hukum Menurut Ahli
            Sampai saat ini belum ada kesatuan pengertian hukum dari berbagai ahli. Masing-masing ahli mendefinisikan hukum menurut pengertiannya sendiri. Berikut ini beberapa pengertian hukum menurut ahli.
a.  Plato
Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.

b.  Aristoteles
Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim.
c.   E. Utrecht
Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup berisi perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat. Oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.
d.   R. Soeroso
Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.
e.    Abdulkadir Muhammad
Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
Dari berapa uraian di atas hukum adalah seperangkat aturan yang tersusun dalam masyarakat. Hukum dibuat untuk menjaga ketertiban perilaku manusia berinteraksi dengan sesamanya. Agar tidak terjadi kekacauan dan agar tidak terjadi kerugian yang tidak perlu, hukum berfungsi menjaga tatanan bersama. [4]

D.1.3. Pengertian Moral
Moral merupakan kata yang berasal dari bahasa latin Mores yang berarti adat kebiasaan atau suatu cara hidup.[5] Moral pada dasarnya adalah suatu rangkaian nilai dari berbagai macam perilaku yang wajib dipatuhi. Moral dapat diartikan sebagai kaidah norma dan pranata yang mampu mengatur prilaku individu dalam menjalani suatu hubungan dengan masyarakat. Sehingga moral adalah hal mutlak atau suatu perilaku yang harus dimiliki manusia.
Menurut Immanuel Kant (1724 - 1804), moralitas adalah hal kenyakinan serta sikap batin dan bukan hanya hal sekedar penyesuaian dengan beberapa aturan dari luar, entah itu aturan berupa hukum negara, hukum agama atau hukum adat-istiadat. [6]

Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.

D. 2. Hubungan Hukum dan Moral
D.2.1. Tujuan dan Fungsi Hukum
Tujuan Hukum :
1.      Tujuan hukum itu sebenarnya menghendaki adanya keseimbangan kepentingan, ketertiban, keadilan, ketentraman, kebahagiaan,damani sejahtera setiap manusia.
2.      Dengan demikian jelas bahwa yang dikehendaki oleh hukum adalah agar kepentingan setiap orang baik secara individual maupun kelompok tidak diganggu oleh orang atau kelompok lain yang selalu menonjolkan kepentingan pribadinya atau kepentingan kelompoknya.
3.      Inti tujuan hukum adalah agar tercipta  kebenaran dan keadilan.[7]
Fungsi Hukum:
1.      Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hukum sebagai petunjuk bertingkah laku untuk itu masyarakat harus menyadari adanya perintah dan larangan dalam hukum sehingga fungsi hukum sebagai alat ketertiban masyarakat dapat direalisir.
2.      Hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin. Hukum yang bersifat mengikat, memaksa dan dipaksakan oleh alat negara yang berwenang membuat orang takut untuk melakukan pelanggaran karena ada ancaman hukumanya dan dapat diterapkan kepada siapa saja. Dengan demikian keadilan akan tercapai.
3.      Hukum berfungsi sebagai alat penggerak pembangunan (rekayasa sosial), karena ia mempunyai daya mengikat dan memaksa dapat dimanfaatkan sebagai alat otoritas untuk mengarahkan masyarakat ke arah yang maju.
4.      Hukum berfungsi sebagai alat kritik (kontrol sosial). Fungsi ini berarti bahwa hukum tidak hanya mengawasi masyarakat semata-mata, tetapi berperan juga untuk mengawasi pejabat pemerintah, para penegak hukum, maupun aparatur pengawasan sendiri.[8]

D.2.2. Fungsi Moral
Fungsi moral mengatur perilaku manusia. Moral menetapkan nilai baik dan buruk pada manusia saat menjalankan hak dan kewajiban. Dengan kata lain moral secara otoritatif menetapkan norma terhadap hak dan kewajiban atau perilaku manusia.

D.2.3. Hubungan Moral dan Hukum
Dilihat dari tujuan dan fungsinya, moral dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat.  Moral dan hukum mempunyai fungsi yaitu mengarahkan atau memandu manusia. Moral dan hukum berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian dari masyarakat.
            Selain itu, moral dan hukum berfungsi untuk pengendalian dan pengaturan. Pentingnya sistem hukum ialah sebagai perlindungan bagi kepentingan-kepentingan yang telah dilindungi agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan.           
Menurut Immanuel Kant, perbedaan antara hukum dan moral terletak pada tuntutan terhadap dua jenis kaidah. Kaidah hukum mengarah diri hanya untuk perbuatan lahiriah. Jadi berperilaku hukum sesuai dengan yang diperintahkan. Lain dengan kaidah moral yang mempunyai kaitan dengan alasan atau motivasi yang dilakukannya perbuatan lahiriyah.[9]
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K. Berten :
1.      Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secarasi stematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral.Sedangkan norma moral lebih subjektif.
2.      Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
3.      Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan, pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.
4.      Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akirnya atas kehendak negara. Moralitas berdasarkan atas norma-norma moral yang melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.[10]

Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :
1.      Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan uhkumalam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
2.      Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar dirimanusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
3.      Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan.
4.      Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
5.      Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
6.      Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu. [11]

E. Kesimpulan
Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali, ada pepatah Roma yang mengatakan “quit leges sine moribus”. Apalah artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas. Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas. Moral tanpa hukum hanya angan-angan saja, kalau tidak diundangkan atau dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum bisa meningkatkan dampak social dari moralitas.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataan mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidak cocokan.
Antara hukum dengan moral, untuk itu dalam konteks pengambilan keputusan hukum membutuhkan moral, sebagaimana moral membutuhkan hukum.

Daftar Pustaka

Erdianto Effedi, Pengantar Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama Bandung 2011
Hans Kelsen. Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif. Nusa Media. Bandung. 2011
Prof. Dr. K. Bertens, Etika, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2002
R. Seoroso. Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grapika. Jakarta. 2004

Internet:
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, diakses tanggal 19 September 2015
Tiar Ramon SH, MH, Pengantar Ilmu Hukum, diakses dari https://tiarramon.wordpress.com/ tanggal 21 September 2015


[1]. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, diakses tanggal 19 September 2015
[2]. R. Seoroso. Pengantar Ilmu Hukum. Sinar Grapika. Jakarta. 2004, hal. 26.
Terjadilah hubungan satu sama lain yang didasari adanya kepentingan, dimana kepentingan satu sama lain saling berhadapan atau berlawanan dan ini tidak menutup kemungkinan timbul sengketa. Kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Disinilah peran hukum mengatur kepetingan-kepentingan tersebut. Agar kepentingan masing-masing terlindungi, masing-masing pihak harus mengetahui hak dan kewajiban.
[3] . Erdianto Effedi, Pengantar Hukum Pidana Indonesia, Refika Aditama Bandung 2011, hal 4-5
[5]. Prof. Dr. K. Bertens, Etika, Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2002 hal. 7
[6]. Ibid
[7].Tiar Ramon SH, MH, Pengantar Ilmu Hukum, diakses dari https://tiarramon.wordpress.com/ tanggal 21 September 2015
[8]. Hans Kelsen. Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif. Nusa Media. Bandung. 2011. Hal. 68  
[9] . Prof. Dr. K. Bertens. op cit. Hal. 8
[10]. Ibid
[11]. Perbedaan antara hukum dan moral. http://www.scribd.com/doc/46875413/Antara-Hukum-Dan-Moral-Terdapat-Hubungan-Yang-Erat-Sekali, diakses tanggal 21 September 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu