Sssttt…Diamkan Saja
SUATU hari Abu Nawas mendapatkan curhat dari warga, bahwa perilaku pengawai kerajaan banyak yang buruk. Banyak dari pejabat kerajaan menjadi tukang peras dan melakukan pungutan yang memberatkan rakyat. Jika ada rakyat yang datang ke istana untuk mendapatkan hadiah, pengawal itu tanpa malu meminta sebagian dari hadiah itu.
Begitu saat ada yang bermasalah secara hukum atau mengurus
administrasi, diminta menyetor sejumlah uang atau barang.
Karena begitu banyak warga yang resah, akhirnya Abu Nawas
pun bertindak. Suatu hari ia sengaja datang ke istana untuk menemui Raja.
Namun, di gerbang istana, ia dicegah seorang pengawal raja.
“Hai Abu Nawas, aku tahu kamu akan diberi hadiah, tapi jika
aku tak membolehkan kamu masuk istana ini, maka kamu akan kehilangan hadiah
itu,” kata pengawal itu.
“Lalu, apa maksudmu ?” tanya Abu Nawas.
“Begini, kita atur kesepakatan, jika engkau menerima hadiah,
maka beri aku separuh dari hadiah itu, maka kamu akan kuperbolehkan masuk dan
menemui raja,” ujar pengawal licik itu.
Merasa ada peluang membongkar perilaku buruk pejabat
kerajaan, Abu Nawas pun menyanggupinya. Maka, masuklah Abu Nawas menghadap
raja. Dalam pertemuan itu sang Raja menawarkan jabatan kepada Abu Nawas.
Tetapi, Abu Nawas menolaknya. Penolakan itu membuat Raja marah dan Abu Nawas
pun diberikan hadiah, berupa 50 pukulan di pantatnya.
Usai menerima hadiah berupa hukuman itu, Abu Nawas pun
diperkenankan pulang meninggalkan Istana. Di luar istana, Pengawal langsung
menodong hadiah kepada Abu Nawas.
Maka, Abu Nawas menyuruh pengawal raja itu untuk sedikit
membungkukkan badannya.
Pengawal itu menurut saja. Dalam waktu sekejap, pengawal itu
menerima 25 pukulan yang cukup keras dari Abu Nawas. Tentu saja pengawal raja
itu tak terima, sehingga terjadi keributan.
Saat ini, tak sulit bagi kita menemukan kasus serupa. Tidak
sulit – dan jadi rahasia umum- adanya setoran saat urus proyek, perizinan, dan
bahkan kongkalikong urusan hukum.
Terdengar kabar ada aparat hukum yang meminta sejumlah uang
untuk mengatur tuntutan.
Jika mau rendah tuntutan setor sekian banyak uang. Tak
tanggung-tanggung, setoran untuk atur tuntutan mencapai Rp700 juta.
Konon uang itu untuk dibagikan kepada para pengambil
kebijakan di bidang hukum. Berita sudah menyebar, tapi belum ada tindakan pasti
dari pejabat berwenang. “Sssttt….biarkan saja, nanti kabar itu juga menguap
dengan sendirinya”.
Beberapa waktu lalu, juga tersiar kabar soal pungutan.
Anggota tim sukses Kepala Kampung memungut dan minta setoran 20-30 persen
anggaran proyek, bagi rekanan yang ingin mendapat pekerjaan. Sampai hari ini
juga tidak ada tindaklanjut aparat hukum terhadap kabar tersebut.
Sssttt….biarkan saja, nanti kabar itu juga menguap dengan sendirinya.
Beberapa tahun silam, media juga sempat memberitakan ada
pejabat yang mengumpul setoran dari para Kepala Kampung, untuk memuluskan
kucuran anggaran dari pusat. Tidak ada yang peduli dengan kebenaran informasi
tersebut. Lagi-lagi terdengar desis halus, “Sssttt….biarkan saja, nanti kabar
itu juga menguap dengan sendirinya”.
Mungkin saja mereka lupa. Pemerasan, pungutan dan setoran
proyek, sogok-menyogok antara penyidik dan tersangka, dan perilaku sejenisnya,
ancamannya neraka. Di dunia mereka bisa bermain petak umpet hukum, tapi tidak
di hadapan Allah kelak di yaumil akhir.
Mungkin kita perlu orang seperti Abu Nawas. Wallahualam bishawab.***
Komentar
Posting Komentar