Mewaspadai Kelangkaan Si Melon
Oleh: Temu Sutrisno
Harga minyak goreng tak kunjung turun, meski Presiden telah
menginstruksikan penyetabilan harga. Tak tanggung-tanggung, Pemerintah
memutuskan mengguyur pasar dengan 1,2 miliar liter minyak goreng kemasan
sederhana. Tak sekadar membanjiri pasar, tapi juga menggelontorkan minyak
goreng seharga Rp14 ribu per liter itu hingga enam bulan ke depan atau sampai
Juni 2022.
Di tengah penantian stabilisasi harga minyak goreng,
masyarakat dikejutkan dengan kebijakan kenaikan harga elpiji.
Harga jual elpiji untuk jenis nonsubsidi naik antara Rp1.600
hingga Rp2.300 per Kg. kenaikan harga itu disebabkan harga kontrak atau
contract price Aramco (CPA) LPG terus meningkat sepanjang 2021, dan telah
mencapai mencapai US$847 per metrik ton pada November 2021, atau naik 57 persen
sejak Januari 2021.
Harga elpiji nonsubsidi terbaru setelah adanya penyesuaian
harga Bright Gas 5,5 Kg (refill)
Rp76.000 per tabung. Bright Gas 5,5 Kg (perdana) Rp306.000 per tabung.
Bright Gas 12 Kg (refil) Rp163.000 per tabung. Bright Gas 12 Kg (perdana)
Rp513.000 per tabung. Elpiji 12 Kg (refill) Rp163.000 per tabung. Elpiji 12 Kg
(perdana) Rp513.000 per tabung.
Memang kenaikkan harga elpiji, bukan elpiji melon untuk
rakyat kecil dan pengusaha mikro. Namun patut diwaspadai kelangkaan Si Melon
menyusul kebijakan harga elpiji nonsubsidi.
Mengapa? Karena pengguna elpiji nonsubsidi berpotensi
mencari Si Melon yang lebih murah.
Sebelum kebijakan harga baru elpiji nonsubsidi, harga eceran
tertinggi (HET) pasar Si Melon Rp16.000
per tabung. Faktanya, harga pasaran dapat mencapai Rp20.000 hingga Rp25.000 per
tabung.
Kondisi ini juga sering diperparah dengan kelangkaan Si
Melon pada waktu-waktu tertentu. Kelangkaan Si Melon merupakan permasalahan
klasik yang selalu timbul di setiap tahun. Kasus ini terjadi karena gas melon
yang notabene hak masyarakat miskin
justru digunakan kelompok masyarakat mampu, bahkan pelaku usaha nonmikro dan
kecil.
Seharusnya, masyarakat bependapatan lebih, tidak mengambil
apa yang menjadi hak masyarakat miskin. Jika tidak, kuota Si Melon lebih cepat
habis di tengah jalan dan memicu kelangkaan.
Selain itu, kelangkaan Si Melon terjadi akibat tidak adanya pembatasan
distribusi. Masyarakat mampu dan pelaku usaha masih banyak mengunakan Si Melon
yang bukan haknya.
Pilihan memburu Si Melon juga dikarenakan disparitas harga
dengan elpiji nonsubsidi yang masih besar.
Untuk memastikan Si Melon tidak langka--apalagi tiga bulan
ke depan akan diperhadapkan pada kenaikkan kebutuhan elpiji menghadapi
Ramadhan- Pertamina bersama agen dan pemerintah hendaknya meyosialisasikan dan
meyakinkan masyarakat, kuota terpenuhi.
Selanjutnya melakukan pengawasan secara ketat distribusi Si
Melon, sehingga benar-benar dimanfaatkan kelompok yang berhak menerima.
Salah satu cara pengendalian yang dapat dilakukan, dengan
distribusi tertutup. Artinya, agen hanya melayani masyarakat pengguna elpiji 3
Kg, yang terdaftar di masing-masing agen. Pola ini mengharuskan akurasi data
masyarakat di area sekitar agen, siapa si A, B, C, dan seterusnya yang
benar-benar berhak menggunakan Si Melon. Dengan demikian, agen hanya akan
melayani orang-orang yang berhak.
Jangan sampai minyak goreng tak kunjung turun, harga cabai, dan kebutuhan pokok lainnya naik, Si Melon juga langka. Pemerintah dan Pertamina perlu waspada dan mengantisipasinya. ***
Foto:
Pekerja menata tabung elpiji berukuran tiga kilogram di Depot LPG Pertamina/Antara
Komentar
Posting Komentar