Seruan Semut Merah
Auh
Terasa sakit di ujung kaki
Satu dua tiga semut merah
Menggigit jari
Saat aku membungkuk
Hendak menyingkirkannya
Semut merah berkata,
“Kenapa engkau menginjakku?”
Aku terhenyak
Diam membisu
Kaget dengan pertanyaan itu
“Tidakkah engkau membaca kitab suci Tuhanmu?”
Aku berjongkok malu
Aku akui tidak lagi serajin dulu
Semut merah terus menghantam
Pertanyaan bertalu-talu
“Apakah engkau tidak ingat kisah Sulaeman kekasih Tuhanmu?”
Perlahan aku jawab,
Aku tahu
“Adakah orang yang lebih berkuasa dari Sulaeman?”
Tidak ada
Adakah orang yang lebih kaya dari Sulaeman?”
Aku yakin, tidak ada
“Adakah orang yang bisa menggerakkan isi alam selain Sulaeman?”
Hanya Sulaeman yang dianegerahi Tuhan
“Lalu, kenapa injak kami? Bukankah Sulaeman selalu berhati-hati?”
“Kenapa banyak manusia tidak belajar?”
“Dia yang Tuhan beri kuasa dan harta luar biasa, dia cinta mahluk tanpa beda”.
“Kenapa manusia suka menginjak, menindas, memeras, menyingkirkan yang lain
hanya utuk kuasa, hanya untuk harta?”
Tetes air mata membulir di pipiku
Semut merah terus berkata,
“Untuk apa manusia membaca kitab suci jika tidak mengikutinya?”
“Untuk apa manusia seakan memuja nabi, jika jauh dari ahlaknya?”
Aku makin masgul
Mendengar khutbah semut merah
Di jeda pertanyaannya
Aku ingin tahu, kenapa gigitannya lebih sakit dari semut lainnya
“Aku adalah penanda. Aku adalah ayat Allah untuk manusia”.
“Aku yang hidup di bawah tungku, di balik sisa kayu bakar
mengirim pesan, gigitan itu sedikit cipratan api membara”.
“Tidakkah manusia membayangkan mahluk neraka
yang akan membalas setiap dosa manusia?”
Bulir air mata makin deras menerpa
Berhenti, jangan kau teruskan semut
Aku tak sanggup mendengarnya
Aku tahu tumpukan dosaku lebih banyak dari helai bulu domba
Aku tahu kesalahanku membumbung tinggi bagai debu angkasa
Aku sadar kebaikanku tak lebih banyak dari setitik embun jingga
Semut merah, kabarkan pada Tuhanmu
Tobatku belum seberapa
Tak sebanding mekar kuncup bunga
Zikirku kalah dari kicau burung saat fajar tiba
“Jangan putus asa hai manusia, Tuhan maha pengampun
Bagi hamba yang mengiba”.
Semut merah tersenyum belalu
Aku masih berjongkok menyesali dosa masa lalu. ***
Tana Kaili, 29 Mei 2020
Komentar
Posting Komentar