Pengantar Analisis Media[1]
Oleh: Temu Sutrisno[2]
“Nuun, demi pena (Kalam) dan apa yang mereka goreskan” (QS Al Qalam:1)
“Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan manusia dari
segumpal darah” (QS Al Alaq: 1-2)
Dengan segala
isi dan peristiwa yang ada di dunia menjadi sumber informasi bagi media massa.
Selain menjadi sarana dan prasarana komunikasi, media massa juga mempunyai
tugas dan kewajiban untuk mengakomodasi segala jenis isi dan peristiwa di dunia
ini melalui pemberitaan atau publikasinya dalam aneka wujud.
Institusi media
memproduksi dan menyebarkan informasi yang berupa produk budaya atau pesan yang
mencerminkan budaya dalam masyarakat kepada publik secara luas agar produk atau
pesan tersebut dapat digunakan dan dikonsumsi oleh publik. Dengan demikian
keberadaan media massa sebagai sistem tersendiri tidak bisa dilepaskan dari
sistem kemasyarakatan yang lebih luas.
Media massa
adalah sesuatu yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi, baik
komunikasi personal maupun komunikasi kelompok dan komunikasi massa (Atang
Syamsuddin). Secara universal tujuannya adalah: 1).Informasi; 2).Hiburan;
3).Pendidikan; 4).Propaganda/pengaruh; dan 5).Pertanggngjawaban sosial. Sesuai
perkembangannya media massa berwujud dalam media cetak (Koran, majalah,
bulletin) dan media elektronik (TV, radio dan internet). Dari berbagai macam
media massa tersebut mempunyai ciri khas masing-masing baik dalam isi dan
pengemasan beritanya, maupun dalam tampilan serta tujuan dasarnya. Perbedaan
ini di latarbelakangi oleh kepentingan yang berbeda dari masing-masing media
massa. Ada yang bermotif politik, ekonomi, agama dan sebagainya. Seperti yang
dikatakan oleh Bambang Harimukti bahwa media masa merupakan kumpulan banyak
organisasi dan manusia dengan segala kepentingannya yang beragam, bahkan
termasuk yang saling bertentangan.
Kepentingan yang
beragam pada media massa adalah hal yang tidak bisa dipungkiri. Ada media massa
yang memiliki kepentingan politik, karena ia didanai oleh kekuatan politik
tertentu, dan media massa juga ada yang bermotifkan ekonomi, dimana keuntungan
secara materil adalah satu-satunya target dari media tersebut. Ada juga media
yang bermotifkan pendidikan karena ingin memberikan pengetahuan. Begitupun yang
bermotifkan agama, dimana media massa didirikan oleh kelompok agama tertentu
untuk menyampaikan ajaran agamanya. Kepentingan dari media massa tersebut dapat
mempengaruhi berita yang disampaikan.
Dari sinilah
muncul sebuah anggapan bahwa fakta yang disampaikan bukanlah fakta yang
objektif, melainkan fakta yang telah dikontruksi oleh media atau penulisnya/wartawan
dengan latar belakang kepentingan tertentu. Dalam pandangan kaum
konstruksionis, berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari
konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Semua proses
kontruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai
penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir dihadapan
khalayak (Eriyanto, 2002).
Sejarah media
massa di nusantara ini tentu juga tidak bisa melepaskan diri dari reformasi 98
yang selanjutnya menandai babak baru era reformasi sampai sekarang ini.
Termasuk reformasi media massa yang sebelumnya pemerintah mempunyai peran
kontrol dominan telah bergeser menjadi era keterbukaan yang sangat memberikan
peluang kepada masyarakat untuk menjadi pengontrolnya. Sejauh mana media
memberikan pesan perlu dianalisis lebih lanjut. Masyarakat sebagai sasaran
pembaca, pendengar dan penonton media massa hendaknya mempunyai pisau analisa
agar media menjadi jalan pencerdasan bukan sebaliknya yaitu jalan pembodohan
dan penelikungan.
Perspektif Media Massa
Seiring muncul
dan berkembangnya analisis terhadap media masaa, maka muncul berbagai
pendekatan yang mencoba digunakan, yakni:
Pendekatan pluralis. Dalam
pendekatan pluralis, berita adalah cermin dan refleksi dari kenyataan. Oleh
karena itu, berita heruslah sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput.
Sedangkan posisi media sendiri merupakan sarana yang bebas dan netral tempat
semua kelompok masyarakat saling berdiskusi yang tidak dominan. Senada dengan
pendekatan ini adalah pendekatan positivis. Menurut pendekatan ini media
merupakan saluran pesan. Ada fakta riil yang diatur oleh kaidah-kaidah tertentu
yang berlaku universal. Berita adalah cermin dan refleksi dari kenyataan,
karena itu, berita haruslah sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput
Bertolak dari
pendekatan tersebut adalah pendekatan kritis. Menurut pendekatan ini berita
tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas, karena berita yang
terbentuk hanya cermin dari kepentingan kekuatan dominan. Sedangkan media
sesungguhnya bukan milik publik, tetapi dikuasai oleh kelompok dominan dan
menjadi sarana untuk memojokan kelompok lain, sehingga sulit untuk berdiri
secara netral dan independent. Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan
konstruksionis. Menurut konstruksionis, media merupakan agen konstruksi pesan.
Fakta yang ada dalam media tiada lain merupakan konstruksi atas realitas.
Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu. Berita
tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas. Karena berita yang
terbentuk merupakan konstruksi atas realitas.
Akar Analisis
Seperti yang
telah disinggung di atas bahwa berita adalah realitas hasil konstruksi yang
pada akhirnya realitas yang ada di dunia ini tidaklah bersifat objektif.
Semuanya memiliki subjektifitas dari yang membuat maupun yang menerima realitas
itu, perspektif atau cara pandang dalam realitas juga mempengaruhi terhadap
penilaian sesuatu realitas.
Berikut alasan mengapa berita
perlu dianalisis, sebagaimana dipaparkan Eriyanto yang diambil dari pendekatan
konstruksionis, yakni :
1. Fakta/peristiwa adalah hasil
konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas
itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Disini tidak ada
realitas yang objektif, karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan
pandangan tertentu. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana
konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan
yang berbeda.
2. Media adalah agen konstruksi.
Kaum konstruksionis memandang media bukanlah saluran yang bebas, ia juga subjek
yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya.
Disini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefiniskan realitas.
3. Berita bukan refleksi dari
realitas. Ia hanya konstruksi dari realitas. Bagi Kaum konstruksionis berita
itu ibaratnya seperti sebuah drama. Ia bukan menggambarkan realitas, tetapi
merupakan potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berita
dengan peristiwa.
4. Berita bersifat
subjektif/Konstruksi atas realitas. Kaum konstruksionis memandang bahwa berita
mempunyai sifat subjektif, hal ini dikarenakan berita adalah hasil konstruksi
realitas yang dilakukan oleh wartawan dengan menggunakan subjektivitasnya.
5. Wartawan bukan pelapor. Ia
agen konstruksi realitas. Kaum konstruksionis menilai wartawan sebagai
aktor/agen konstruksi, dimana pekerjaannya bukan sebatas melaporkan sebuah
fakta, tapi juga turut mengkonstruksi fakta yang didapatkannya untuk kemudian
dijadikan berita.
6. Etika, pilihan moral, dan
keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam produksi berita. Kaum
konstruksionis menilai bahwa aspek etika, moral, dan nilai-nilai tertentu tidak
mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Sisi subjektifitas dan penilaian
atas fakta membuat wartawan memiliki posisi untuk terlibat dalam penuangan
unsur moral, etika juga keberpihakan ketika ia mengkonstruksi realitas.
7. Nilai, Etika, pilihan moral,
dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam penelitian. Kaum
konstruksionis memandang bahwa peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai,
karena itulah etika dan moral serta keberpihakan peneliti menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari proses penelitian.
8. Khalayak mempunyai penafsiran
tersendiri atas berita. Kaum konstruksionis memandang bahwa khalayak bukanlah
subjek yang pasif, melainkan subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang
dibaca, ditonton ataupun didengar.
Metode Analisis
Ada beberapa metode yang digunakan
untuk menganalisa berita, yaitu analisis isi (content analysis), analisis
bingkai (frame analysis), analisis wacana (disccourse analysis), dan analisis
semiotik (semiotic analysis). Secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Analisis Isi
Analisis isi berhubungan dengan
isi komunikasi dan dilakukan terhadap keseluruhan pesan seperti pada kata,
kalimat, paragraf, space, waktu dan tempat penulisan dan sebagainya sehngga
dapat diketahui isi pesan secara keseluruhan. Objek analisis isi adalah isi
komunikasi secara gramatikal.
Analisis isi kuantitatif hanya dapat mempertimbangkan “apa yang
dikatakan” (what), tetapi tidak dapat menyelidiki bagaimana ia dikatakan (how).
2. Analisis Framing
Analisis framing (frame analysis)
berusaha untuk menentukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks dan menunjukkan
bahwa latar belakang budaya membentuk pemahaman kita terhadap sebuah peristiwa.
Dalam mempelajari media, analisis bingkai menunjukan bagaimana aspek-aspek
struktur dan bahasa berita mempengaruhi aspek-aspek yang lain dan merupakan
dasar struktur kognitif yang memandu persepsi dan representasi realitas untuk
membongkar ideologi di balik penulisan informasi.
3. Analisis wacana
Analisis wacana adalah analisis
bersifat kualitatif dan dapat menjadi salah satu alternatif untuk melengkapi
dan menutupi kelemahan dari analisis isi kuantitatif yang selama ini banyak
digunakan oleh para peneliti. Jika pada analisis kuantitatif, pertanyaan lebih
ditekankan untuk menjawab “apa” (what) dari pesan atau teks komunikasi, pada
analisis wacana lebih difokuskan untuk melihat pada “bagaimana” (how), yaitu
bagaimana isi teks berita dan juga bagaimana pesan itu disampaikan.
Analisis wacana lebih bersifat
kualitatif daripada yang umum dilakukan dalam analisis isi kuantitatif karena
analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada penjumlahan unit
kategori, seperti dalam analisis isi.
Analisis wacana menekankan pada
konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna.
Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si
pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk
subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya.
Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam
setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana,
perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat
bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan. Karena memakai perspektif
kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana
kritis.
4. Analisis semiotik
Merupakan studi sistematis
mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya dan apa
manfaatnya terhdapa kehidupan.
Jati Diri Pers Mahasiswa
Entitas Pers
Mahasiswa berada pada dua posisi yang saling tarik ulur yaitu antara kebebasan
dunia akademik dan kebebasan pers. Penghayatan tentang kebebasan akademik amat
menolong untuk memahami dan mempraktekkan kebebasan pers. Kedua hal ini
mempunyai kesamaan dalam hal pengakuan terhadap kebebasan untuk mengembangkan
dan mengekspresikan ide, pemikiran serta kebertanggungjawaban. Seperti halnya
pers profesional, maka pers mahasiswa mesti mengawal kebebasan tersebut dengan
praktek kebertanggungjawaban. Di sinilah pers mahasiswa berlatih diri
mempraktekkan prinsip objektivitas, menegakkan akurasi, menerapkan prinsip
balance dalam pemberitaan dan tulisan, menjauhi kabar bohong dan fitnah, Dengan
kata lain, pers mahasiswa merupakan lahan yang kondusif untuk menjiwai etik dan
spirit pers yang sesungguhnya.
Sebagai bagian
kecil dari sebuah arus besar dunia pers nasional, bahkan dunia. Pers mahasiswa
memiliki segmen tersendiri dan memiliki peluang lebih di banding pers umum
dengan mengambil segmen plural yang terdapat dalam komunitasnya. Karena secara
spesifik Pers Mahasiswa mempunyai tanggung jawab dalam; pertama, Pers mahasiswa merupakan media ekspresi tempat
mengemukakan pikiran dan pendapat di kalangan komunitas mahasiswa sebagai
bagian dari komunitas akademis. Kedua,
pers mahasiswa juga merupakan lahan penyemaian (breeding ground) bagi tumbuh
kembangnya pelaku pers profesional. Ketiga,
pers mahasiswa menjadi “kawasan penyangga” (buffer zone) kebebasan pers di
suatu masyarakat. Keempat, pers
mahasiswa diharapkan oleh masyarakat luas mencerminkan keunikan dalam isi pesan
yang tidak dapat diakses dimana-mana di tempat lain, tapi hanya ada di pers
mahasiswa, karena domisilinya yang khas di lingkungan universitas.
Dengan demikian
semoga sedikit pemahaman mengenai fungsi dan analisis pers diatas diharapkan
mampu dijadikan jalan untuk menentukan arah orientasi paradigmatis untuk
membawa gerbong pers mahasiswa menuju proses pencapaian demokratisasi dan
kesejahteraan sesungguhnya.***
[1] .
Disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik LPPM STAIN Datokarama Palu, 6 Desember
2009 di Aula Jurusan Ushuluddin.
[2] .
Penanggungjawab Redaksi Mercusuar Palu
Komentar
Posting Komentar