Kode Etik Jurnalistik di Era Teknologi Informasi[1]
Oleh:
Temu Sutrisno[2]
Negara demokrasi adalah Negara yang mengikutsertakan partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan, serta menjamin terpenuhinya hak dasar rakyat
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu hak dasar rakyat yang harus
dijamin Negara adalah kemerdekaan menyampaikan pikiran baik lisan maupun
tulisan, serta hak atas informasi.
Dalam
konteks kebebasan mendapatkan informasi, pers merupakan salahsatu wahana bagi
setiap warga Negara atau masyarakat mengetahui dan
mendapatkan informasi. Pada dasarnya pers meruapakan lembaga atau
wahana komunikasi massa yang melaksanakan tugas jurnalistik untuk pemenuhan hak
masyarakat atas informasi, sebagaimana dsebutkan dalam Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers (selanjutnya disebut UU Pers).
Kegiatan jurnalistik yang dimaksud pasal tersebut
adalah proses mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan (6M) informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
Pers selain
berfungsi untuk memenuhi hak atas informasi, pada dasarkan merupakan wahana
bagi warga Negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki
peranan penting dalam Negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggungjawab
memegang peranan penting masyarakat dan Negara demokratis.
Untuk
menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi
yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi
sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan
integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan
dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
FUNGSI DAN ASAS KODE ETIK
Kode
etik bagi seorang wartawan merupakan batu uji profesionalitas. Kode etik bukan
saja menjadi pengendali internal, namun juga alat kontrol eksternal. Kode etik
menjadi timbangan seimbang antara kehendak internal pers (volunte de corps) dan
kehendak masyarakat umum (volunte generale). Mengacu pada pola pikir tersebut,
kode etik memiliki fungsi dan asas sebagai berikut:
1. Fungsi
kode etik.- Melindungi keberadaan seseorang profesional dalam berkiprah di bidangnya;
Melindungi masyarakat dari malpraktek oleh praktisi yang kurang profesional; - Mendorong persaingan sehat antarpraktisi;
- Mencegah kecurangan antar rekan profesi;
- Mencegah manipulasi informasi oleh narasumber.
Kode Etik Jurnalistik yang lahir pada 14 Maret 2006, oleh gabungan organisasi pers dan ditetapkan sebagai Kode Etik Jurnalistik baru yang berlaku secara nasional melalui keputusan Dewan Pers No 03/ SK-DP/ III/2006 tanggal 24 Maret 2006, misalnya, sedikitnya mengandung empat asas, yaitu:
- Asas DemokratisDemokratis berarti berita harus disiarkan secara berimbang dan independen, selain itu, Pers wajib melayani hak jawab dan hak koreksi, dan pers harus mengutamakan kepentingan publik.Asas demokratis ini juga tercermin dari Pasal 11 yang mengharuskan, Wartawan Indoensia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proposional. Sebab, dengan adanya hak jawab dan hak koreksi ini, pers tidak boleh menzalimi pihak manapun. Semua pihak yang terlibat harus diberikan kesempatan untuk menyatakan pandangan dan pendapatnya, tentu secara proposional.2. Asas ProfesionalitasSecara sederhana, pengertian asas ini adalah wartawan Indonesia harus menguasai profesinya, baik dari segi teknis maupun filosofinya.Misalnya Pers harus membuat, menyiarkan, dan menghasilkan berita yang akurat dan faktual. Dengan demikian, wartawan indonesia terampil secara teknis, bersikap sesuai norma yang berlaku, dan paham terhadap nilai-nilai filosofi profesinya.Hal lain yang ditekankan kepada wartawan dan pers dalam asas ini adalah harus menunjukkan identitas kepada narasumber, dilarang melakukan plagiat, tidak mencampurkan fakta dan opini, menguji informasi yang didapat, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang , dan off the record, serta pers harus segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang tidak akurat dengan permohonan maaf.3. Asas MoralitasSebagai sebuah lembaga, media massa atau pers dapat memberikan dampak sosial yang sangat luas terhadap tata nilai, kehidupan, dan penghidupan masyarakat luas yang mengandalkan kepercayaan Kode Etik Jurnalistik menyadari pentingnya sebuah moral dalam menjalankan kegiatan profesi wartawan. Untuk itu, wartawan yang tidak dilandasi oleh moralitas tinggi, secara langsung sudah melanggar asas Kode Etik Jurnalistik. Hal-hal yang berkaitan dengan asas moralitas antara lain Wartawan tidak menerima suap, Wartawan tidak menyalahgunakan profesi, tidak merendahkan orang miskin dan orang cacat (Jiwa maupun fisik), tidak menulis dan menyiarkan berita berdasarkan diskriminasi SARA dan gender, tidak menyebut identitas korban kesusilaan, tidak menyebut identitas korban dan pelaku kejahatan anak-anak, dan segera meminta maaf terhadap pembuatan dan penyiaran berita yang tidak akurat atau keliru.4. Asas Supremasi HukumDalam hal ini, wartawan bukanlah profesi yang kebal dari hukum yang berlaku. Untuk itu, wartawan dituntut untuk patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku. Dalam memberitakan sesuatu wartawan juga diwajibkan menghormati asas praduga tak bersalah.ERA TEKNOLOGI INFORMASIPerkembangan tekonologi informasi, sangat memengaruhi perjalanan pers dan media. Media mengalami transformasi dari media cetak, elektronik, dan terakhir lahir era new media, media digital atau media online. Meski tidak menggerus total media cetak dan elektronik, media online memaksa dua saudara tuanya, bergerak dalam bentuk konvergensi media. Ada upaya penggabungan platform media cetak, elektronik, dan online. Saat ini jarang ditemui, media hidup dengan satu platform media.Era teknologi informasi yang serba cepat, juga memenaguhi perilaku wartawan. Wartawan yang dituntut bekerja cepat menyajikan berita secara realtime, kerapkali mengabaikan sisi akurasi dan etika pemberitaan. Pada satu sisi, Kode Etik Jurnalistik, tidak membedakan antara jurnalisme online dengan platform jurnalisme lainnya. Tidak ada perbedaan kode etik jurnalistik jurnalisme konvensional dengan jurnalisme online. Kenapa? Karena yang diatur dalam kode etik adalah perilaku wartawan, bukan platform medianya.Beberapa permasalahan etik yang sering ditabrak dalam jurnalisme online diantaranya plagiarisme, rentan kesalahan, penyembunyian identitas atau identitas ganda, gambar palsu atau gambar layak sensor, dan pemilihan disksi menarik namun kurang etis. Kondisi ini menjadi lebih komplek permasalahannya, karena kemajuan teknologi informasi juga melahirkan jurnalisme dua arah, dimana nitizen bisa melakukan kerja-kerja reportase sebagaimana wartawan yang tidak terikat pada peraturan perundang-undangan pers dan kode etik jurnalistik.Meminjam pemikiran Nicholas Johnson, mantan komisioner komunikasi AS, jurnalisme online sebagaimana jurnalisme lainnya dilarang untuk merusak reputasi atau pembunuhan karakter, mencemarkan nama baik seseorang, dan menyerang kepentingan pribadi. Pada akhirnya, para ahli komunikasi tetap meyakini bahwa keberhasilan jurnalisme online bukan terletak pada kecepatan, tetapi kata-kata, model penulisan yang baik, dan akurasi yang tetap disandarkan pada moralitas umum sebagai kehendak publik.***
Referensi:
Bill Kovach, Sembilan Elemen Jurnalisme,
Pantau, Jakarta, 2006
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2008.
Yosep Adi Prasetyo, Dewan Pers 2016-2019,
Mengembangkan Kemerdekaan Pers dan Meningkatkan Kehidupan Pers Nasional,
Dewan Pers Jakarta 2016.
Bernard
L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, Markus Y. Hage, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta 2013.
Komentar
Posting Komentar