Tonakodi-Pemenang Sejati Mengakui Kekalahan
Oleh: Temu Sutrisno
MERCUSUAR-Pemenang
sejati adalah mereka yang berani mengakui kekalahan. Bukan mereka yang mencari
seribu alasan untuk menghindar. Apalagi jika selalu terobsesi dengan menang,
meski hanya dalam angan.Dalam setiap kontestasi dan kompetesi, apapaun itu
kalah menang adalah hal biasa. Pemenang sejati, adalah mereka yang mampu
mengapresiasi kekalahan dirinya dan mengulurkan tangan pada sang juara. Mengakui
kelebihan lawan adalah wujud jiwa besar.
Belajar
dari kisah Mahabarata, Duryudana beserta adik-adiknya,Kurawa, hancur kehilangan
semua yang dimiliki karena tidak mengakui hak dan kedudukan Pandawa. Kurawa
tidak pernah mau mengakui kelebihan Pandawa, dalam setiap kompetisi sejak
mereka masih belia. Karakter itu sangat kuat melekat pada Duryudana bersaudara.
Pada akhirnya mereka memilih hancur, daripada mengakui kemenangan Pandawa sejak
perang Baratayuda dimulakan di Kurusetra.
Pun,
mereka yang menang tidak seyogyanya terjebak pada euphoria berlebihan. Pemenang
sejati adalah mereka yang memiliki empati merangkul dan menghormati pihak yang
kalah. Bahagia dengan kemenangan merrupakan hal lumrah dan manusiawi.
Kemenangan hendaknya diikuti dengan syukur pada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
dalam setiap kemenangan ada campur tangan dan kehendak-Nya.
Sejarah Islam juga mengajarkan, bahwa mengklaim kemenangan
sebelum kemenangan datang bisa berdampak buruk dan berujung kekalahan. Hal itu
tergambar dari kisah Perang Uhud.
Sebelum perang Uhud, Rasulullah SAW mewanti-wanti agar
pasukan pemanah yang berada di bukit ‘Ainain
agar tetap berada ditempatnya, kalah atau menang.
Saat kaum musyrikin terlihat kalah dan lari meninggalkan
medan perang penuh ketakutan, diatas bukit pasukan pemanah mulai berselisih. Kebanyakan
mereka berkata, “Kita telah menang, ayo kita turun untuk bersama
saudara-saudara kita“.
Pimpinan pasukan Abdullah bin
Jubair mengingatkan, “Tetaplah berada ditempat kalian, karena
Rasulullah memerintahkan agar kita tetap berada diatas bukit, dalam keadaan
kita menang atau kalah“.
“Perintah Rasulullah itu adalah dalam keadaan perang,
sekarang perang telah selesai dan musuh telah melarikan diri,” kata
sebagian yang lain.
Kemudian 40 orang dari 50 orang pasukan pemanah turun dari
bukit.
Pimpinan pasukan berkuda kaum musyrikin Khalid bin Walid,
yang saat itu belum masuk Islam, melihat kebanyakan pasukan pemanah telah
meninggalkan tempatnya, maka ia dengan sigap menyerang pasukan kaum Muslimin
dari belakang. Sisa pasukan pemanah yang berada diatas bukit yang bertugas
untuk melindungi bagian belakang kaum muslimin tidak dapat menghadapi pasukan
berkuda kaum musyrikin.
Inilah pemicu kekalahan pasukan muslimin, menyalahi strategi yang ditetapkan
Rasulullah dan merayakan kemenangan sebelum mengunci kemenangan.
Pada
akhirnya, kisah Mahabarata dan sejarah Perang Uhud, menuntun siapapun untuk
bijak mengambil sikap dalam setiap kompetisi. Wallahu A'lam Bishawab. ***
Tana Kaili, 18 April 2019
Komentar
Posting Komentar