Tonakodi-Bencana dan Kasih Sayang-Nya
Oleh: Temu Sutrisno
Pandangan seperti ini, akan memberikan arah panduan pada manusia bagaimana mengelola alam, termasuk risiko bencana didalamnya. Dengan kondisi Sulteng yang rawan bencana, dibutuhkan sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan manajemen bencana. Sinergi, bukan saling menyalahkan.
Pada dasarnya, pengurangan risiko bencana harus menjadi mainstream aktivitas manusia dan pembangunan. Mainstream ditujukan untuk meningkatkan kapasitas dan menurunkan kerentanan. Semua dituntut siaga, menghadapi bencana yang bisa datang sewaktu-waktu.
Dalam Alquran Surah Ali ‘Imran ayat 200 dikatakan bahwasanya orang yang beriman untuk selalu dalam keadaan siaga sebelum terjadinya suatu yang membahayakan, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”
Lebih lanjut, dalam Surah Al An’am ayat 131: “Yang demikian itu adalah karena Tuhanmu tidaklah membinasakan kota-kota secara aniaya, sedang penduduknya dalam keadaan lengah.”
Al Quran menganjurkan untuk sebuah daerah berpenduduk (dan memiliki pemerintahan) memiliki perencanaan siaga yang mengarah kepada kesiapan dan kemampuan untuk memperkirakan, mengurangi dampak, menangani secara efektif serta melakukan pemulihan diri dari dampak, dan jika memungkinkan dapat mencegah bencana itu sendiri.
Dalam konteks manajemen, kesiapsiagaan membutuhkan perencanaan. Perencanaan merupakan fungsi-fungsi manajemen yang hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan yang ditetapkan dalam rangkaian proses yang dapat memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana, jadi perencanaan menjadi hal yang sangat penting karena akan menjadi penentu dalam ketercapaian sebuah tujuan.
Ayat
18 dari Surat Al-Hasyr dikenal sebagai konsep perencanaan. “Wahai orang-orang
yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada
Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Imam Al Ghazali menafsirkan ayat tersebut
sebagai perintah kepada manusia untuk memperbaiki, meningkatkan keimanan, dan
ketakwaan kepada Allah SWT melalui proses kehidupan yang tidak boleh sama
dengan kehidupan yang sebelumnya. Imam Al Ghazali juga memberi penegasan pada kata perhatikanlah di mana manusia harus memperhatikan setiap perbuatan yang telah dikerjakan, serta mempersiapkan diri dengan merencanakan untuk selalu berbuat yang terbaik demi hari esok, pada sesama, pada alam, dan meningkatkan kualitas ibadah pada Allah SWT.
Pada akhirnya bencana yang telah terjadi, selalu memberikan hikmah bahwa ada kedaulatan Allah SWT diatas kuasa manusia. Allah ingin membimbing dan menyadarkan manusia, bahwa dibalik bencana masih ada kasih sayang-Nya, sehingga siapapun yang selamat dari bencana harus instropeksi dan meningkatkan kualitas kehambaannya, karena dia selamat belum tentu sebagai ummat yang terbaik. Bisa jadi, mereka yang selamat hanya sekadar diberi perpanjangan waktu untuk menjalankan fungsi kekhalifahan dan kehambaan di muka bumi. Disuruh bertobat, memperbaiki diri, dan terus berbuat kebaikan di muka bumi. Hikmah lainnya, Allah tidak akan memberikan beban pada hamba-Nya, diluar kemampuan hamba, dibalik setiap kesulitan pasti ada kemudahan.***
Komentar
Posting Komentar