Tonakodi-Sumbu Pendek
Oleh: Temu Sutrisno
TONAKODI merasa prihatin atas kondisi bangsa saat ini. Bagaimana tidak? Ditengah kondisi politik hamil tua, masyarakat terpolarisasi dalam dua kelompok besar yang saling bertentangan. Pertentangan bukan saja pada ranah politik, bukan hanya pilihan terhadap figur pemimpin bangsa. Perbedaan pandangan politik mulai masuk dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, tidak segan menunjukkan perbedaan dengan mengolok dan mengintimidasi kelompok lainnya. Perbedaan yang pada awalnya memanas di media sosial, di dunia maya, tergiring dan keluar ke dunia nyata.
Salah menyalahkan, saling klaim sebagai kelompok terbaik, mudah tersinggung menjadi watak mayoritas masyarakat yang telah terbelah secara politik. Orang tidak mudah lagi mendengar kritik, saran dan nasehat. Kata bijak pun dinilai keliru, hanya karena emosi sesaat. Masyarakat terjebak pada budaya dan karakter personal ‘Sumbu Pendek’. Laiknya kompor, bom, atau petasan bersumbu pendek, masyarakat mulai gampang tersulut dan meledak emosinya, hanya karena persoalan sepele.
Tana Kaili, 3 Mei 2018
Temu Sutrisno |
TONAKODI merasa prihatin atas kondisi bangsa saat ini. Bagaimana tidak? Ditengah kondisi politik hamil tua, masyarakat terpolarisasi dalam dua kelompok besar yang saling bertentangan. Pertentangan bukan saja pada ranah politik, bukan hanya pilihan terhadap figur pemimpin bangsa. Perbedaan pandangan politik mulai masuk dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, tidak segan menunjukkan perbedaan dengan mengolok dan mengintimidasi kelompok lainnya. Perbedaan yang pada awalnya memanas di media sosial, di dunia maya, tergiring dan keluar ke dunia nyata.
Salah menyalahkan, saling klaim sebagai kelompok terbaik, mudah tersinggung menjadi watak mayoritas masyarakat yang telah terbelah secara politik. Orang tidak mudah lagi mendengar kritik, saran dan nasehat. Kata bijak pun dinilai keliru, hanya karena emosi sesaat. Masyarakat terjebak pada budaya dan karakter personal ‘Sumbu Pendek’. Laiknya kompor, bom, atau petasan bersumbu pendek, masyarakat mulai gampang tersulut dan meledak emosinya, hanya karena persoalan sepele.
Tonakodi,
ingat zaman dulu, saat dirinya masih kecil. Orangtuanya selalu mengajarkan
kesabaran, sikap menghormati, menghargai orang lain. Saat itu, suara masyarakat
bahkan orang per orang yang tersinggung tidak sering terdengar.
Jika
dulu seseorang yang merasa tersinggung cenderung diam, kini malah sebaliknya.
Kini, Maaf memaafkan menjadi barang langka. Rasa-rasanya benar apa yang
disampaikan Joyce Shafer, bahwa orang-orang seperti itu sebenarnya mengidap
penyakit kejiwaan. Mudah tersinggung, tidak bisa mengendalikan emosinya bukti
kalau masyarakat secara umum memiliki Emotional
Quotient (EQ) rendah. Lucunya, kondisi itu bukan hanya mengena pada
masyarakat umum, tapi juga menghinggapi kelompok elit.
Joyce
Shafer mengindentifikasi ciri-ciri orang yang mudah tersinggung diantaranya selalu
mengeluh sepanjang waktu, cenderung menyalahkan orang lain, karena memiliki
ekspektasi yang tinggi mereka cenderung tidak menikmati dan menghargai prestasi
yang diterimanya, dan mudah berasumsi dan berprasangka sebelum mencari fakta
kebenarannya.
Manusia
‘sumbu pendek’ juga sulit memaafkan dengan menyimpan kesalahan orang lain,
egois, cenderung berpikir dan berperilaku negatif, kurang bijaksana, mudah
stres, dan sering terjebak dalam konflik pribadi maupun dengan orang lain.
Orang kini tidak lagi bisa membedakan kritik dengan cemooh,
antara saran dan hinaan. Bahkan acara rekreasi, relaksasi jadi ajang caci maki.
Beda pendapat, beda pilihan politik, beda pilihan kata, beda ekspresi tagar
berarti musuh.
Duh saudaraku, tidakkah kita ingat Allah SWT Tuhan yang Maha
Rahman dan Rahim, Tuhan yang mengajarkan perdamaian telah mewanti-wanti kita,
agar tidak mudah tersinggung, marah dan mudah memaafkan orang lain?
”Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(Q. S. Ali Imran ayat 134).
Abu Hurairah
berkata, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam: “Berilah wasiat kepadaku”. Sabda Nabi: “Janganlah engkau mudah marah”.
Maka diulanginya permintaan itu beberapa kali. Sabda beliau : “Janganlah engkau
mudah marah”.
Boleh jadi Nabi Muhammad SAW mengetahui laki-laki tersebut sering marah, sehingga nasihat ini ditujukan khusus kepadanya.
Boleh jadi Nabi Muhammad SAW mengetahui laki-laki tersebut sering marah, sehingga nasihat ini ditujukan khusus kepadanya.
Nabi Muhammad
SAW memuji orang yang dapat mengendalikan hawa nafsunya, mengedalikan emosinya
ketika marah. Sabda Nabi Muhammad SAW : “Bukanlah dikatakan orang yang kuat
karena dapat membanting lawannya, tetapi orang yang kuat ialah orang yang mampu
mengendalikan hawa nafsunya di waktu marah”.
“Oh…kenapa aku
berfikir jauh. Bukankah para elit jauh di sana belum tentu memikirkan persoalan
ini,” Tonakodi terhenyak.
Sesaat
kemudian Tonakodi berdiri dari duduknya dan mengusap tangan ke mukanya. Yaa
Allah, kuatkan dan bantulah mereka yang terus menyuarakan, membina dan
menguatkan tali kekeluargaan, saling bantu membantu dalam kebenaran dan
toleransi, menghargai perbedaan yang Engkau ciptakan. Bukankah perbedaan Engkau
ciptakan agar manusia saling kenal mengenal, saling menghormati, saling
menghargai dan mencintai? Berikan pemahaman pada mereka Ya Allah, agar negeri
ini kembali damai. ***
Tana Kaili, 3 Mei 2018
Komentar
Posting Komentar