Tonakodi-Sumbu Pendek

Oleh: Temu Sutrisno
Temu Sutrisno

TONAKODI merasa prihatin atas kondisi bangsa saat ini. Bagaimana tidak?  Ditengah kondisi politik hamil tua, masyarakat terpolarisasi dalam dua kelompok besar yang saling bertentangan. Pertentangan bukan saja pada ranah politik, bukan hanya pilihan terhadap figur pemimpin bangsa. Perbedaan pandangan politik mulai masuk dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, tidak segan menunjukkan perbedaan dengan mengolok dan mengintimidasi kelompok lainnya. Perbedaan yang pada awalnya memanas di media sosial, di dunia maya, tergiring dan keluar ke dunia nyata.
Salah menyalahkan, saling klaim sebagai kelompok terbaik, mudah tersinggung menjadi watak mayoritas masyarakat yang telah terbelah secara politik. Orang tidak mudah lagi mendengar kritik, saran dan nasehat. Kata bijak pun dinilai keliru, hanya karena emosi sesaat. Masyarakat terjebak pada budaya dan karakter personal ‘Sumbu Pendek’. Laiknya kompor, bom, atau petasan bersumbu pendek, masyarakat mulai gampang tersulut dan meledak emosinya, hanya karena persoalan sepele.

Tonakodi, ingat zaman dulu, saat dirinya masih kecil. Orangtuanya selalu mengajarkan kesabaran, sikap menghormati, menghargai orang lain. Saat itu, suara masyarakat bahkan orang per orang yang tersinggung tidak sering terdengar.

Jika dulu seseorang yang merasa tersinggung cenderung diam, kini malah sebaliknya. Kini, Maaf memaafkan menjadi barang langka. Rasa-rasanya benar apa yang disampaikan Joyce Shafer, bahwa orang-orang seperti itu sebenarnya mengidap penyakit kejiwaan. Mudah tersinggung, tidak bisa mengendalikan emosinya bukti kalau masyarakat secara umum memiliki Emotional Quotient (EQ) rendah. Lucunya, kondisi itu bukan hanya mengena pada masyarakat umum, tapi juga menghinggapi kelompok elit. 

Joyce Shafer mengindentifikasi ciri-ciri orang yang mudah tersinggung diantaranya  selalu mengeluh sepanjang waktu, cenderung menyalahkan orang lain, karena memiliki ekspektasi yang tinggi mereka cenderung tidak menikmati dan menghargai prestasi yang diterimanya, dan mudah berasumsi dan berprasangka sebelum mencari fakta kebenarannya.
Manusia ‘sumbu pendek’ juga sulit memaafkan dengan menyimpan kesalahan orang lain, egois, cenderung berpikir dan berperilaku negatif, kurang bijaksana, mudah stres, dan sering terjebak dalam konflik pribadi maupun dengan orang lain. 

Orang kini tidak lagi bisa membedakan kritik dengan cemooh, antara saran dan hinaan. Bahkan acara rekreasi, relaksasi jadi ajang caci maki. Beda pendapat, beda pilihan politik, beda pilihan kata, beda ekspresi tagar berarti musuh.

Duh saudaraku, tidakkah kita ingat Allah SWT Tuhan yang Maha Rahman dan Rahim, Tuhan yang mengajarkan perdamaian telah mewanti-wanti kita, agar tidak mudah tersinggung, marah dan mudah memaafkan orang lain?

Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q. S. Ali Imran ayat 134).

Abu Hurairah berkata, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Berilah wasiat kepadaku”. Sabda Nabi: “Janganlah engkau mudah marah”. Maka diulanginya permintaan itu beberapa kali. Sabda beliau : “Janganlah engkau mudah marah”.

Boleh jadi Nabi Muhammad SAW mengetahui laki-laki tersebut sering marah, sehingga nasihat ini ditujukan khusus kepadanya.

Nabi Muhammad SAW memuji orang yang dapat mengendalikan hawa nafsunya, mengedalikan emosinya ketika marah. Sabda Nabi Muhammad SAW : “Bukanlah dikatakan orang yang kuat karena dapat membanting lawannya, tetapi orang yang kuat ialah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya di waktu marah”.

“Oh…kenapa aku berfikir jauh. Bukankah para elit jauh di sana belum tentu memikirkan persoalan ini,” Tonakodi terhenyak.

Sesaat kemudian Tonakodi berdiri dari duduknya dan mengusap tangan ke mukanya. Yaa Allah, kuatkan dan bantulah mereka yang terus menyuarakan, membina dan menguatkan tali kekeluargaan, saling bantu membantu dalam kebenaran dan toleransi, menghargai perbedaan yang Engkau ciptakan. Bukankah perbedaan Engkau ciptakan agar manusia saling kenal mengenal, saling menghormati, saling menghargai dan mencintai? Berikan pemahaman pada mereka Ya Allah, agar negeri ini kembali damai. ***





Tana Kaili, 3 Mei 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu