Tonakodi-Ziarah Kubur


Oleh: Temu Sutrisno



BUDAYA Negeri Beribu Pulau sangat mirip, malah bisa dikatakan sama dengan budaya Nusantara. Salah satu yang sama, budaya ziarah kubur atau makam orang tetentu.
Ziarah biasanya dilakukan untuk menghormati dan mendoakan nenek moyang, para pendiri desa atau pejuang pendiri daerah, kuburan para manusia suci atau wali, kuburan para pemimpin, kuburan para ulama atau tokoh agama, kepala suku, hingga para pahlawan negara dan pahlawan dalam bidang keagamaan atau para syuhada.
Meminjam pemikiran Antropolog James J. Fox yang juga pakar sejarah Nusantara , makam-makam mewujudkan otoritas masa lalu dan perwujudan ini menunjukkan sumber kekuasaan. Hal ini sangat terasa di Nusantara yang memang memiliki banyak makam atau kuburan yang dihormati dari berbagai kalangan.
Terbersit dalam pemikiran Tonakodi, kenapa para pejabat daerah tidak melakukan ziarah ke makam para pejuang dan pendiri daerah? Bukankah mereka adalah orang yang punya jasa besar dalam perjuangan dan pembentukan daerah?
Aneh, kenapa para pejabat yang kini duduk di kursi empuk kekuasaan lebih memilih datang berziarah ke Taman Makam Pahlawan, yang tidak satupun dari tokoh pendiri daerah dimakamkan disana?
Masuk akal, ziarah ke Taman Makam Pahlawan dilakukan saat hari kemerdekaan atau hari nasional lainnya, batin Tonakodi. Bukankah para pejabat itu, kepala daerah, ketua dewan dan yang lain-lain, sangat mengenal nama-nama tokoh pendiri daerah?
Jawabannya sederhana, mereka mengenal tapi (lupa) menghargainya, tidak kenal, lupa atau sengaja melupakan. Jika jawaban terakhir yang muncul, kiranya klop dengan teori difusi Wilhelm Schmidt seorang guru besar antropologi dari Austria. Schmidt menegaskan bahwa terjadinya perubahan budaya disuatu daerah karena adanya penyebaran atau difusi unsur-unsur kebudayaan.
Tonakodi dalam perenungannya protes atas perilaku pejabat daerah yang seakan-akan melupakan para tokoh pendiri daerah. Jika tradisi ziarah dialihkan hanya ke taman makam pahlawan yang didalamnya tidak satupun tokoh pendiri daerah dimakamkan terus dilakukan, suatu saat sebagaimana teori Schmidt, generasi kedepan tidak akan lagi mengetahui tokoh pendiri daerah.
Jika para pejabat daerah tidak mentradisikan ziarah ke makam tokoh-tokoh pendiri daerah, rasa-rasanya bakal terjadi pergeseran budaya di daerah ini. Generasi kedepan hanya akan mengenal ziarah taman makam pahlawan, tanpa tahu siapa yang dimakamkan di dalamnya. Mereka akan kehilangan jejak sejarah pendirian daerah.
Kembali ke budaya Nusantara, bukankah Bung Karno telah mengingatkan seluruh anak bangsa, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. Bung Karno mengajak seluruh anak bangsa, mengenang jasa para pahlawan, baik yang dikenal, maupun para pahlawan yang tak dikenal. Jangan sekali-kali melupakan sejarah! Kata Bung Karno.
Menghormati jasa pahlawan tentu bukan hanya mengenang masa lalu. Menghormati dan berterima kasih, berarti juga meneladani perjuangan mereka. Namun, bukankah zamannya sudah berubah? Bukankah sekarang ini,  tidak dalam keadaan perang? Jadi, apa artinya meneladani para pahlawan?
Bagi Tonakodi, seorang pahlawan harus dilihat sebagai figur yang berhasil mengembangkan kebajikan seorang warga atau civic virtues dalam dirinya, sehingga rela mengorbankan kepentingan diri dan hidupnya, dalam memperjuangkan bangsanya.
“Bagaimana masyarakat dan generasi kedepan mengenal para tokoh pendiri daerah, jika sejarah tidak dinyatakan sebagaimana mestinya. Jangkankan mengajarkan civic virtues, sekadar foto dan nama-nama tokoh daerah saja tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah. Bagaimana perjuangan mereka abadi dalam ingatan, kalau pejabat juga enggan berziarah ke makam para tokoh tadi? Sadarlah hai para pejabat, kedudukanmu saat ini karena perjuangan mereka! Doakan mereka dan kabarkan sejarah pada semua!”protes alam pikiran Tonakodi.
Tonakodi berharap budaya  tidak berbelok. Para pejabat tidak menjadikan kekuasaan untuk memasang mahkota dan baju kebesaran untuk dirinya sendiri. Budaya menghormati tokoh yang berjasa bagi daerah dan negeri harus lestari. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu