Merekonstruksi Hubungan Manusia dengan Alam dalam Bingkai Religius[1]

Oleh: Temu Sutrisno[2]

 

 

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah yang membahas tentang lingkungan. Pesan-pesan al-Qur’an mengenai lingkungan sangat jelas dan visioner.

Dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk terbaik di antara semua ciptaan Tuhan (QS. 95:4; 17:70) yang diangkat menjadi khalifah (QS.2:30) dan memegang tanggung jawab mengelola bumi dan memakmurkannya (QS.33:72).

Sebagai khalifah di muka bumi, manusia diperintahkan beribadah kepada-Nya dan diperintah berbuat kebajikan dan dilarang berbuat kerusakan, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. 28:77).

Bumi dan semua yang berada di dalamnya pada hakikatnya diciptakan Allah untuk manusia (QS. 2: 29). Segala yang ada di langit dan bumi, daratan dan lautan, matahari dan bulan, malam dan siang, tanaman dan buah-buahan, binatang melata dan binatang ternak semuanya diciptakan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan hidup manusia (QS. 6:141).

Rasulullah SAW memandang alam ini secara integral. Hubungan asasi dan timbal balik antarmanusia dan alam, dilandasi keyakinan bahwa perusakan akan membahayakan keselamatan dunia seisinya. Karena itu, Rasul SAW meletakkan prinsip umum dalam bmelestarikan lingkungan berupa larangan melakukan perusakan di muka Bumi. Pertama, melarang pencemaran lingkungan. "Jauhilah tiga perilaku terlaknat; buang kotoran di sumber air, di pinggir jalan, dan di bawah naungan pohon." (HR Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Majah).

Kedua, menjaga kebersihan lingkungan. "Semua amalan umatku ditampakkan kepadaku baik dan buruknya. Aku dapatkan di antara amal kebajikan adalah menghilangkan bahaya dari jalanan dan aku temukan di antara amalan yang buruk adalah membuang ingus di masjid dan tidak dibersihkan." (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).

Ketiga, melarang melakukan pencemaran lingkungan. "Sesungguhnya Allah itu Mahabaik yang mencintai kebaikan, Mahabersih yang mencintai kebersihan. Oleh sebab itu, bersihkanlah halaman-halaman rumah kamu dan jangan menyerupai Yahudi." (HR Tirmidzi dan Abu Ya'la). Rasulullah melarang untuk membuang air kecil dalam air yang tidak mengalir karena akan merusak air itu. (HR Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).

Keempat, menganjurkan umat manusia untuk menghidupkan lahan mati dan menanaminya dengan pepohonan. "Tidaklah seorang Muslim menanam pohon kecuali buah yang dimakannya menjadi sedekah, yang dicuri sedekah, yang dimakan binatang buas adalah sedekah, yang dimakan burung adalah sedekah, dan tidak diambil seseorang kecuali menjadi sedekah." (HR Muslim dan Ahmad).

Dalam hadis lain disebutkan: "Barang siapa yang menghidupkan lahan mati, baginya pahala. Dan semua yang dimakan burung dan binatang menjadi sedekah baginya." (HR An-Nasai, Ibnu Hibban dan Ahmad).

Kelima, melakukan penghematan energi. Suatu hari, Rasulullah melewati Sa'ad sedang berwudhu (dan banyak menggunakan air). Beliau mengkritik, "Mengapa boros wahai Sa'ad?" Sa'ad menjawab, "Apakah ada pemborosan air dalama wudhu?" Rasul menjawab, "Ya, walaupun kamu berada di sungai yang mengalir." (HR Ibnu Majah dan Ahmad).

Bila kita meneladani Rasulullah dan mengamalkan ajarannya, pastilah alam ini akan bersahabat dengan kita. Dan kita akan hidup aman, sentosa, dan makmur.

    Wacana lingkungan hidup tidak dibahas dan dikaji secara khusus dalam bab tersendiri, melainkan tersebar di beberapa bagian dalam pokok-pokok bahasan ilmu fiqh itu. Secara substansi Fiqh lingkungan hidup (Fiqh Al-Biah) berupaya menyadarkan manusia yang beriman supaya menginsyafi bahwa masalah lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab manusia yang beriman dan amanat yang diembannya

                Dalam memanfaatkan bumi, sebagai khalifah manusia tidak boleh semena-mena dan eksploitatif. Pemanfaatan berbagai sumber daya alam baik yang ada di laut, daratan harus dilakukan secara proporsional dan rasional untuk kebutuhan masyarakat banyak dan generasi penerusnya dengan menjaga ekosistemnya. Allah sudah memperingatkan dalam surat al'A'raf ayat 56:

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ ﴿56

 

" Dan janganlah kalian membuat kerusakan di atas muka bumi setelah Allah memperbaikinya dan berdo'alah kepada-Nya dengan rasa takut tidak diterima dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik". (al-A'raf:56)

 

Menyadari hal tesebut maka dalam pelaksanaan pembangunan sumber daya alam harus digunakan dengan rasional. Penggalian sumber kekayaan harus diusahakan dengan sekuat tenaga dan strategi dengan tidak merusak tata lingkungan dan tata hidup manusia. Perlu diusahakan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan dan bisa menjaga kelestariannya sehingga bisa dimanfaatkan secara berkesinambungan. Kita harus bisa mengambil i'tibar dari ayat Allah yang berbunyi:

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ ﴿112

 

"Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan(dengan) dengan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tentram rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat". (an-Nahl :112)

 

Perlu disadari, bencana yang datang bertubi-tubi seperti tanah longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, tanaman diserang hama dan lainnya adalah karena ulah manusia itu sendiri.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ ﴿41

 

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Alllah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali kejalan yang benar".  (QS. ar-Rum: 41).

 

MODEL PEMANFAATAN LAHAN

Dalam Islam di kenal tiga macam bentuk pelestarian lingkungan. Pertama, dengan cara ihya'. Yakni pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh individu. Dalam hal ini seseorang mematok lahan untuk dapat digarap dan difungsikan untuk kepentingan pribadinya. Orang yang telah melakukannya dapat memiliki tanah tersebut. Mazhab Syafi’i menyatakan siapapun berhak mengambil manfaat atau memilikinya, meskipun tidak mendapat izin dari pemerintah. Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, beliau berpendapat, Ihya' boleh dilakukan dengan catatan mendapat izin dari pemerintah yang sah. Imam Malik juga berpendapat hampir sama dengan Imam Abu Hanifah. Akan tetapi, beliau menengahi dua pendapat itu dengan cara membedakan dari letak daerahnya.

Kedua, dengan proses igta'. Yakni pemerintah memberi jatah pada orang-orang tertentu untuk menempati dan memanfaatkan sebuah lahan. Adakalanya untuk dimiliki atau hanya untuk dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu. Ketiga, adalah dengan cara hima. Dalam hal ini pemerintah menetapkan suatu area untuk dijadikan sebagai kawasan lindung yang difungsikan untuk kemaslahatan umum. Dalam konteks dulu, hima difungsikan untuk tempat penggembalaan kuda-kuda milik negara, hewan, zakat dan lainnya. Setelah pemerintah menentukan sebuah lahan sebagai hima, maka lahan tersebut menjadi milik negara. Tidak seorang pun dibenarkan memanfaatkannya untuk kepentingan pribadinya (melakukan ihya'), apalagi sampai merusaknya.

 

FATWA ULAMA

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan beberapa fatwa terkait pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam, diantaranya fatwa MUI tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam (Fatwa Islamic Council on Natural Resouces Management), fatwa MUI Wil. IV Kalimantan tentang Pembakaran Hutan dan Kabut Asap (Edicts of Indonesia Islamic Council on Forest Fire and Haze) dan fatwa Penebangan Liar dan Pertambangan Tanpa Izin Illegal Logging dan Illegal Mining (Edict on Illegal Logging and Illegal Mining). Dalam fatwa MUI tersebut memutuskan dan menetapkan bahwa pembakaran hutan dan lahan untuk kegiatan kehutanan, pertanian, perkebunan, peternakan dan lain-lain yang mengakibatkan kabut asap, kerusakan lingkungan serta mengganggu kehidupan manusia hukumnya haram.

Landasan yang digunakan para ulama di antaranya: Firman Allah tentang penciptaan kekayaan alam untuk kemakmuran umat manusia (QS. Baqarah: 29), Firman Allah tentang pemberian kemudahan bagi umat manusia untuk mengambil manfaatnya (QS. AlJatsiyah:13), Firman Allah tentang larangan merusak lingkungan (QS. Al 'Araf: 56), Firman Allah tentang musibah (kebakaran dan kabut asap) disebabkan tangan manusia (QS. Asyu’ara: 30), Firman Allah tentang wajib mematuhi peraturan yang ditetapkan pemerintah tentang larangan membakar hutan untuk ke-maslahatan manusia (QS. An Nisa: 59).

 

BELUM MENJADI AGENDA UTAMA

Meski Islam secara tegas mengatur pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam, namun harus diakui belum semua organisasi Islam baik Ormas maupun OKP menjadikannya sebagai agenda utama gerakan. Sebagian besar Ormas/OKP Islam lebih tertarik dan fokus pada permasalahan politik, pendidikan, kesehatan dan masalah sosial lain yang tidak bertalian dengan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam.

Bahkan di HMI, sebagai organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia, masalah lingkungan baru muncul dalam struktur keorganisasian setelah reformasi. Masa sebelumnya, permasalahan lingkungan dan pengelolaan sumberdaya alam lebih banyak muncul dalam tataran diskusi dan pengembangan wacana. Secara struktural, bidang lingkungan hidup untuk pertama kalinya muncul dalam PB HMI periode 2001-2003.*** 

 

 

Daftara Bacaan

AL Qur’an dan Terjemahannya,1990. Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta.

Agoes Soegianto. Ilmu Lingkungan, Sarana Menuju Masyarakat Berkelanjutan. Airlangga University Press, Surabaya 2010

AM Fatwa, Demokrasi dan Urgensi Pendidikan Agama, Artikel, Republika, Edisi 18 April 2008

Emil Salim, Pembangunan Berwawasan Lingkungan, Yayasan  SPES, Jakarta 1992

 

Jimly Asshiddiqie, Green Constitution: Nuansa Hijau UUD NRI Tahun 1945,  Rajawali Pers, Jakarta 2009

M Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni Bandung, 2001

Mulyanto. Ilmu Lingkungan. Graha Ilmu, Yogyakarta 2007

Sayyed Hossein Nasr, Antara Tuhan, Manusia dan Alam, IRCISod Yogyakarta 2005

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya, 1996

Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, Kompas. Jakarta 2010

Suparto Wijoyo, Sketsa Lingkungan dan Wajah Hukumnya, Airlangga University Press, Surabaya 2005

Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta 2012

Bruce Mitchell, dkk. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta 2000

Marfai, Aris (2005). Moralitas Lingkungan. Kreasi Wacana Yogyakarta 2005

Ministry of Forest (MoF), (1991). Tropical Forest Action Plan. Jakarta : Ministry of Fores

Naim, Mochtar (2001). Kompendium Himpunan Ayat-ayat Al-Qur’an yang beraitan dengan Fisika dan Geografi. Jakarta : Hasanah

Prasetyo, Arief, E.B.  & Kartikasari A.. (2003): Peran Agama dan Etika Dalam Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakrta : publikasi LIPI

Setiawan, Iwan dan Malik, Yakub( 2005). Keruskan Alam dan Ancaman Lingkungan. Bandung : Jurnal GEA  vol 5 no 2 Oktober 2005. ISSN 1412-0313 hal 96-100. Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI Bandung.

Tasir Hadist Sunan al-Baihaqi al-Kubra Juz 6 hal 69 no 11166

 

 

 

 

[1] . Disampaikan dalam Dialog Publik Kepedulian Lingkungan dan Revolusi Mental, Pembukaan Konferensi HMI Cabang Palu XXXIX di Auditorium Walikota Palu, Sabtu 16 Januari 2016

[2] . Mantan Sekretaris Umum HMI Cabang Palu 1999-2000, Majelis Syuro Organisasi PB HMI 2007-2009

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu