Konstitusi dari Sudut Pandang Tata Negara
A. Latar Belakang
UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang merupakan hasil
kesepakatan seluruh rakyat Indonesia. Keberlakuan UUD 1945 berlandaskan pada
legitimasi kedaulatan rakyat sehingga UUD 1945 merupakan hukum tertinggi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, hasil-hasil perubahan UUD
1945 berimplikasi terhadap seluruh lapangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Apalagi perubahan tersebut meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945. Jika
naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, maka setelah empat kali
mengalami perubahan materi muatan UUD 1945 mencakup 199 butir ketentuan.[1]
Konstitusi menurut William G. Andrews mengatur dua hubungan yang saling
berkaitan satu sama lain, yaitu: Pertama, hubungan antara
pemerintahan dengan warga negara; dan Kedua, hubungan antara lembaga
pemerintahan yang satu dengan lembaga pemerintahan yang lain. Karena itu,
biasanya, isi konstitusi dimaksudkan untuk mengatur mengenai tiga hal penting,
yaitu: (a) menentukan pembatasan kekuasaan organ-organ negara, (b) mengatur
hubungan antara lembaga-lembaga negara yang satu dengan yang lain, dan (c)
mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara dengan warga negara.[2]
Dengan demikian, salah satu materi penting dan selalu ada dalam konstitusi
adalah pengaturan tentang lembaga negara. Hal itu dapat dimengerti karena
kekuasaan negara pada akhirnya diterjemahkan ke dalam tugas dan wewenang
lembaga negara. Tercapai tidaknya tujuan bernegara berujung pada bagaimana
lembaga-lembaga negara tersebut melaksanakan tugas dan wewenang
konstitusionalnya serta hubungan antarlembaga negara. Pengaturan lembaga negara
dan hubungan antarlembaga negara merefleksikan pilihan dasar-dasar kenegaraan
yang dianut.
Sebenarnya yang banyak mengilhami mengapa
suatu konstitusi harus ada dalam suatu Negara adalah sebuah buku yang ditulis
oleh seorang berkebangsaan Perancis , yaitu J.J. Rousseau, yang berjudul Du
Contract Social. Dalam buku tersebut J.J. Rousseau mengatakan bahwa “manusia
itu dilahirkan sebagai suatu individu yang bebas dan sederajat dalam
hak-haknya, sedangkan hukum merupakan ekspresi dari kehendak mereka”.
Oleh karena itu, Konstitusi diartikan
oleh masyarakat di dunia barat sebagai contract antara para individu tersebut
untuk mengatur tata kehidupan mereka, yang dalam hal ini mereka membentuk suatu
pemerintahan yang akan mengawas jalannya perjanjian tersebut.
Selain
itu, berdasarkan pengertian-pengertian yang diberikan oleh para ahli diatas,
maka raison d’etre (mengapa harus
ada) konstitusi sebab konstitusi merupakan suatu kumpulan asas-asas pokok dari
suatu sistem pemerintahan dalam suatu
Negara yang memberikan deskripsi tentang;
- Pembagian
kekuasaan dalam Negara.
- Tugas
dan Kewenangan dari pemerintah.
- Bagaimana
menjalan tugas dan kewenangan pemerintah tersebut
- Hak
dan Kewajiban yang diperintah (HAM)
- Bagaimana
hubungan antara yang diperintah dan yang memerintah
Dari asas-asas pokok ini, konstitusi sebagai kontrak
antara yang memerintah dan yang diperintah berfungsi sebagai perwujudan dari
pembatasan kekuasaan dan cara menjalankan pemerintahan tersebut.
Menurut C.F. Strong konstitusi memiliki bentuk
tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi tertulis adalah aturan–aturan pokok
dasar negara, bangunan negara dan tata negara, demikian juga aturan dasar
lainnya yang mengatur perikehidupan suatu bangsa di dalam persekutuan hukum
negara. Konstitusi tidak tertulis/konvensi adalah berupa kebiasaan
ketatanegaraan yang sering timbul. Adapun syarat–syarat konvensi adalah: Diakui
dan dipergunakan berulang – ulang dalam praktik penyelenggaraan negara, tidak
bertentangan dengan UUD 1945, memperhatikan pelaksanaan UUD 1945
Secara teoritis konstitusi dibedakan
menjadi konstitusi politik dan konstitusi sosial. Konstitusi politik adalah
berisi tentang norma- norma dalam penyelenggaraan negara, hubungan rakyat
dengan pemerintah, hubuyngan antar lembaga negara.Sedangkan konstitusi sosial
adalah konstitusi yang mengandung cita-cita sosial bangsa, rumusan filosofis
negara, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik yang ingin
dikembangkan bangsa itu.
B. Kedudukan Konstitusi
Konstitusi menempati kedudukan yang begitu krusial di
dalam kehidupan ketatanegaraan sebuah Negara sebab konstitusi menjadi tolak
ukur kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh dengan fakta sejarah
perjuangan para pahlawannya. Walaupun konstitusi yang terdapat di dunia ini
tidak sama satu dengan lainnya baik dalam hal bentuk, isi, maupun tujuan namun
pada umumnya semuanya memiliki kedudukan formal yang sama, yakni sebagai :
1. Konstitusi sebagai Hukum Dasar sebab konstitusi berisi
ketentuan dan aturan tentang perihal yang mendasar dalam kehidupan sebuah
negara
2. Konstitusi sebagai Hukum Tertinggi
C. Isi Konstitusi Negara
Dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik, Miriam
Budiharjo menjelaskan konstitusi/undang-undang dasar berisi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
1. Organisasi Negara, contohnya pembagian kekuasaan
antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam Negara federal , yaitu
masalah pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dengan pemerintah Negara
bagian, prosedur penyelesaian masalah pelanggaran yurisdiksi lembaga Negara.
2. Hak-hak asasi manusia
3. Prosedur mengubah undang-undang dasar
4. Ada saatnya memuat larangan untuk mengubah sifat-sifat
tertentu dari undang-undang dasar. Hal ini untuk menghindari terulangnya
hal-hal yang telah diatasi dan tidak dikehendaki lagi. Misalnya undang-undang
dasar Jerman melarang untuk mengubah sifat federalism, sebab bila menjadi
unitarisme dikhawatirkan dapat mengembalikan munculnya seorang Hitler.
Sementara Sri
Soemantri M. mengatakan bahwa suatu konstitusi harus berisi:
1.
Adanya jaminan terhadap
hak-hak asasi manusia dan warga negaranya.
2.
Ditetapakannya susunan
ketatanegaraan suatu Negara yang bersifat fundamental,
3.
Adanya pembagian dan
pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.[3]
D. Sifat Konstitusi
1. Luwes(Flexible) dan Kaku(Rigid)
Konstitusi bersifat kaku, sebab untuk mengamandemen
konstitusi diperperlukan prosedur yang rumit. Sedang bersifat luwes karena
konstitusi mudah mengikuti dinamika zaman. Jika diperlukan, konstitusi tidak
membutuhkan prosedur yang khusus atau rumit. Perubahan tersebut cukup dilakukan
oleh badan pembuat undang-undang biasa.
2. Formil dan materiil
Konstitusi bersifat Formil yang artinya tertulis.
Sedangkan bersifat Materiil dilihat dari segi kontennya yang memuat hal-hal
bersifat dasar dan pokok bagi negara dan rakyat. Konstitusi yang besifat rigid
tidak dapat megikuti dinamika zaman sebab tidak hanya memuat hal-hal pokok
saja, namun juga memuat hal-hal yang penting. UUD 1945 walaupun perubahannya
memerlukan prosedur istimewa, namun bersifat luwes sebab memuat peratudan yang
bersifat pokok-pokok saja sehingga mudah mengakomodasi dinamika zaman.
E. Fungsi Konstitusi
Menurut Jimly Asshiddiqie,
Konstitusi dalam tatanegara memiliki fungsi:
1. Fungsi penentu atau pembatas kekuasaan Negara
2. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar lembaga
Negara.
3. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antara lembaga
dengan warga Negara.
4. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap
kekuasaan ataupun kegiatan penyelnggaraan kekuasaan Negara.
5. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber
kekuasaan yang asli (dalam demokrasi adalah rakyat) kepada organ Negara.
6. Fungsi simbolik yaitu sebagai sarana pemersatu (symbol
of unity), sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identitu of
nation) serta sebagai center of ceremony.
7. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (social
control), baik dalam arti sempit yaitu bidang politik dan dalam arti luas
mencakup bidang social ekonomi.
8. Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaruan
masyarakat.[4]
F.Tujuan
konstitusi adalah:
Tujuan dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan
jalan membatasinya melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan
yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya serta memberikan arahan kepada
penguasa untuk mewujudkan tujuan Negara. Jadi, pada hakikatnya konstitusi
Indonesia bertujuan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara dengan
berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar Negara. Mengadakan tata
tertib dalam berbagai lembaga kenegaraan, baik dalam hal kewenangannya maupun
cara bekerjanya. Mengadakan tata tertib dalam hal hak-hak asasi manusia yang
harus dijamin perlindungannya. Konstitusi menggambarkan struktur negara dan
bekerjanya lembaga- lembaga negara. Dan Konstitusi menetapkan dan
melindungi hak-hak dasar warganegara.
Daftar
Bacaan
Asshiddiqie,
Jimly. Struktur Ketatanegaraan Indonesia
Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945. Makalah
Disampaikan dalam Simposium yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional,
Departemen Kehakiman dan HAM, 2003.
..............................., Konstitusi & Konstitusionalisme
Indonesia, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakart, 2004
Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind. Hill.Co, Jakarta1992
Budiardjo,
Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992.
Kusnardi, Moh.
dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, cet.7,
(Depok: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
1988).
Kusuma, RM.A.B. Lahirnya
Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2004.
Lay, Cornelis.
Potensi Konflik antara DPRD dan Birokrasi di Daerah” dalam “Jalan terjal
Reformasi Lokal, Program PLOD UGM, 2003.
Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan Jenis, Fungsi dan
Materi Muatan, Kanisius Yogyakarta 2007
Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan
Konstitusi di Indonesia, Rineka Cipta Jakarta, 2000
Prodjodikoro,
Wirjono. Asas-Asas Hukum Tata Negara di Indonesia. cet. Keenam. Jakarta:
Dian Rakyat, 1989.
Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung 1992
[1] . Jimly Asshiddiqie, Struktur
Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945,
Departemen Kehakiman dan HAM, 2003, hal. 1
[3]. Sri Soemantri, Bunga
Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung 1992
[4].
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi &
Konstitusionalisme Indonesia, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,
Jakarta, 2004
Komentar
Posting Komentar