REKAYASA KEMITRAAN UMKM

BMT Al Muhajirin menjalankan jasa keuangan mikro berbasis syariah maka tulisan ini sekaligus sebagai sambutan atas dicanangkannya Gerakan Ekonomi Syariah oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 17 November 2013, di Jakarta. Dua tahun pertama kami membangun kemitraan pembiayaan mikro (micro financing) syariah dengan pelaku Usaha Menengah Kecil Mikro UMKM) sedikit membuat nyali kendur. Bahkan, kepala marketing menyarankan menghentikan pemberian kredit pada kelompok tersebut dan beralih pada pembiayaan konsumtif. Resiko yang dihadapi misalnya pinda alamat tanpa pemberitahuan, berpindah domisili keluar kota, duka/musibah berkepanjangan, karakter yang tidak baik terhadap kewajiban angsuran kredit serta tutupnya usaha secara tiba-tiba. Yang tidak kalah kritisnya adalah adanya pembiayaan ganda terhadap dua,tiga bahkan empat pembiayaan dari lembaga mikro, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari bank nasional. Kenyataannya lagi, sektor UMKM juga jadi lahan garapan kredit perorangan yang meminjamkan uang dengan bunga hingga 20 pesen perbulan. Dua variabel besar di atas menunjukan bahwa pelaku UMKM adalah sektor yang “seksi” untuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) non-bank. Tapi pangsa pasar itu lima tahun terakhir juga dilirik oleh bank. Terbukti dengan unit mikro sejumlah bank berjamuran di pasar-pasar tradisional dan sentra UMKM. Kepala marketing kami di BMT Al Muhajirin mensinyalir dana-dana dari LKM bahkan dari unit mikro bank tidak banyak diperuntukan sebagai modal kerja. Namun digunakan untuk menutupi angsuran dari pembiayaan sebelumnya. Misalnya, kewajiban angsuran dari pembiayaan LKM A ditutupi dengan pembiayaan LKM B begitu seterusnya hingga pembiayaan menumpuk menjadi empat hingga lima kewajiban angsuran. Akan ada dana yang statusnya berbiaya tinggi-karena bersumber dari LKM dan unit mikro bank- namun tidak produktif. Tiga tahun kemitraan dengan UMKM menunjukan sejumlah pilihan mereka di antaranya adalah menjual aset untuk menutupi kewajiban-kewajiban, menutup usaha yang mengakibatkan dikunjungi kolektor di saat pagi, siang, sore dan malam, di rumah, di jalan, di pasar. Memang ujung setiap pelaku UMKM adalah memarkir seluruh asetnya sebagai jaminan di bank. Namun untuk mengakses dana bank, mereka harus bergelut dengan alur pembiayaan di atas. Jangan berfikir dana bank menghentikan mengakses dana LKM, pola di atas akan berbalik walau tidak massif saat mereka bankble. Kenyataan klasik ini disatu sisi adalah mentalitas, tapi di sisi lain lebih banyak disebabkan oleh sistem kelembagaan LKM yang tidak terkoneksi dalam sistem pengawasan. Koneksitas akan membantu mengurangi resiko kemacetan. Lembaga keuangan bank terkoneksi dengan bank sentral sehingga cek list kreditur masuk database Bank Indonesia. Menunggu rekayasa kelembagaan LKM rampung adalah pekerjaan kontradiktif antara kebutuhan, kemudahan akses dan resiko membiayai UMKM. Memulai rekayasa pelaku sektor ril ini jauh lebih berpeluang membuka peta menuju pengusaha menengah. Rekayasa UMKM dilakukan pertama, membantu agar mereka mandiri sebagai debitur. Di BMT Al Muhajirin sedang dikembangkan simpanan yang atraktif pengganti agunan kredit. Mulai dari simpanan sukarela, pendidikan, lebaran, kurban dan tahunan. Seluruh simpanan tersebut dapat dialihkan menjadi agunan untuk mendapatkan kredit. Di perbankan lebih dikenal dengan jargon sebagai agunan tunai (cash collateral) Sebagai contoh yang sukses memperkuat simpanan sebagai agunan adalah pedagang di pasar tradisional Simpong sebut saja HM, saat ini memiliki simpanan pengganti agunan sebesar Rp11 juta dan kami berikan pembiayaan sebesar Rp14 juta. AS yang berdagang sayuran memiliki simpanan pengganti agunan Rp3 juta dan di biaya dengan akad jual beli Rp4 juta. Sebut juga DW, pedagang pakaian jadi ini memiliki simpanan pengganti agunan Rp5,5 juta dan dicairkan kredit sebesar Rp7,5 juta setelah bapak satu anak ini menambah agunan berupa BPKB roda dua. Ada juga WA yang memiliki simpanan pengganti agunan RP3 juta lebih namun hanya mengajukan pembiayaan Rp2,5 juta. Sebut pula tiga pedagang sayur yang berdampingan lapak dagangan masing-masing AP, SR dan HM telah dua kali mendapat pembiayaan sebesar Rp2 juta, 1,5 juta dan Rp2 juta. Kasus HK sedikit berbeda, walau memiliki simpanan pengganti agunan sebesar Rp2,6 juta namun marketing menurunkan pembiayaan dari Rp3 juta menjadi Rp2,5 juta. “HK sering membayar angsuran telat dan tidak sesuai akad,” kata Abdillah Jamalullail, Kepala Marketing BMT Al Muhajirin. Dari sekian kasus yang kami tampilkan, hanya inisial HK saja yang berjenis kelamin laki-laki. Selebihnya adalah perempuan dengan berbagai latar belakang suku dan jenjang umur. Kemiripan data ini pernah dipublikasikan oleh peraih nobel perdamaian Muhammad Yunus dengan Grameen Bank di Bangladesh yang memiliki nasabah perempuan hingga 97 persen lebih. Ada lebih dari seratus mitra di BMT Al Muhajirin yang terdorong memperkuat dirinya dengan simpanan agunan kredit. Yang unik adalah cara nasabah dan kami di BMT Al Muhajirin mengumpulkan cash collateral tadi. Dibutuhkan setidaknya satu tahun untuk mendapatkan akumulasi simpanan pengganti agunan dengan sistem jemput bola di lapak-lapak jualan dalam pecahan kecil antara Rp2 ribu hingga Rp10 ribu setiap hari. Satu orang karyawan khusus untuk menjemput simpanan-simpanan (petugas ini biasa disebut marketing funding) itu dari senin hingga sabtu. Kami menargetkan 200 penabung tiap hari, namun yang aktif lebih dari 150 orang namun terus bertambah mendekati angka yang ditargetkan. Disimpulkan bahwa aspek permodalan menjadi titik krusial untuk melepas berlapisnya pembiyaan sebagaiman uraian sebelumnya. Kami memprediksi dalam waktu tidak genap dua tahun mereka memiliki simpanan pengganti agunan hingga Rp10 juta. Dan kami siap melayani pembiayaan hingga Rp12,5 juta, bahkan lebih. Modal kerja tentu tidak selalu menjadi satu-satunya solusi bagi perkuatan UMKM. Tapi di hampir setiap pertemuan formal UMKM, akses terhapap modal usaha adalah yang terbesar di pertanyakan selain pemasaran dan tehnologi. Namun masalahnya selalu bahwa mereka tidak bankable, high risk -beresiko tinggi atau sudah sangat menggembirakan jika ada janji pengusulan hibah modal kerja dan alat-alat produksi di anggarankan lewat ABPD maupun APBN. Rekayasa ini memiliki dua fungsi bagi BMT Al Muhajirin., yakni, pertama, kredit yang kami salurkan memiliki tingkat resiko yang rendah (low risk) dengan jaminan agunan dalam bentuk tunai (simpanan). Jika terjadi wanprestasi, BMT memiliki hak mendebet sebahagian maupun seluruh simpanan tersebut sebagai angsuran dan ini tercantum dalam akad pembiayaan. Kedua, karena statusnya sebagai simpanan pengganti agunan yang penarikannya hanya dapat dilakukan saat angsuran kredit lunas, maka dana-dana itu menjadi modal jangka panjang bagi BMT Al Muhajirin. Ketiga, dan ini yang utama adalah mengangkat harkat dan martabat pelaku UMKM dari kelompok debitur high risk (peminjam dengan resiko-macet yang tinggi) menjadi pengusaha sektor riil nyaris tanpa resiko (minimal dalam analisis kredit BMT Al Muhajirin) dengan kepemilikan cash collateral.*** Penulis Abdullah Mukarram Kepala Baitul Mall wa Tamwil (BMT) Al Muhajirin Cabang Luwuk)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu