Manusia Kentut

Siang itu Toma Langgai membolak-balik lembar demi lembar buku yang dibacanya. Kebiasaan dari kecil Toma Langgai yang dikenal sebagai kutu buku. Di tengah keasyikannya membaca, tiba-tiba terdengar salam. “Assalamualaikum”. “Waalaikum salam,” sambut Toma Langgai tanpa beranjak dari tempat duduknya. Ia hafal dengan salam itu, salam I Langgai, putra pertamanya. Sejenak suara tapak kaki kecil mendekat dan sesosok anak naboya datang menghampiri Toma Langgai dan mearih tangan menciumnya. I Langgai bergegas ke kamarnya dan berganti pakaian sekolah dengan pakaian rumahan. “Papa, tadi temanku lucu di sekolah,” ujar I Langgai yang telah duduk di dekat Toma Langgai. Tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya, Toma Langgai bertanya, “Nakuya roamu le?” “Tadi waktu baca doa, temanku kentut. Teman-teman lain ketawa, dia mau menangis kasian,” tutur Langgai. Mendengar penuturan putranya, Toma Langgai segera meletakkan bukunya. Ia menatap anaknya dengan senyum khasnya. “Kamu juga ikut ketawa?” “Iye Papa, tapi kasian le.” Tidak apa-apa tadi kamu ketawa. Tapi lain kali jangan engkau ketawakan temanmu lagi, kata Toma Langgai pada anaknya dengan lembut. Kamu perlu tahu nak, kentut itu diciptakan Allah Subhanauwata’ala ada manfaatnya, sambungnya. “Coba kamu bayangkan, berapa banyak orang masuk rumah sakit gara-gara tidak bisa kentut. Kentut itu manusiawi dan menyehatkan,” katanya. I Langgai yang baru kelas lima SD itu mengangguk-angguk, tanpa memahami apa yang ayahnya sampaikan. Papa pernah membaca tulisan, seorang doktor asal Perancis menyarankan untuk memberanikan diri membuang gas, baik dari mulut maupun dari ‘bawah’, untuk mengurangi risiko kanker. “Ilmuwan itu namanya Frederic Saldmann. Ia menghimbau masyarakat Perancis untuk bisa bersantai dalam menjalani hidup. salahsatunya keberanian untuk mengeluarkan kentut, sendawa dan keringat,” cerita Toma Langgai pada anakknya. Menahan pembuangan gas atau kentut menurut Doktor itu, akan sangat berbahaya bagi kelangsungan usus besar. Saldmann menganjurkan agar semua orang bisa spontan mengeluarkan keduanya, kapan pun mereka menginginkannya, dibanding harus dengan cara sembunyi-sembunyi. Mempertahankan udara di dalam perut kata ilmuwan itu, akan meningkatkan penyakit jantung yang sekaligus menyebabkan risiko kanker di pembuluh makanan. Meningkatnya penyakit ini diprediksi Saldmann karena kurangnya orang-orang melakukan kentut dan sendawa, tutur Toma Langgai panjang lebar. “Lebih dari itu Nak, jangan biasakan menertawakan orang yang kepepet. Itu tidak baik. Agama kita melarang kita mengolok-olok orang lain. Tolong kamu ingat ini sampai kapanpun.” Tuma I Langgai lantas menyitir Al Quran Surat Alhujurat ayat (11). “Ayat tadi itu artinya begini, Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain, karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-olokkan dan jangan pula wanita-wanita mengolok-olokkan wanita lain, karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari wanita yang mengolok-olokkan dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” Rasulullah SAW yang agung juga mewasiatkan pada kita ummatnya agar tidak merendahkan orang lain. Karena merendahkan orang lain itu, sama dengan menolak kebenaran dan sombong, nasehat Toma Langgai pada putra kesayangannya. “Tapi kalau kamu mau kentut di tempat banyak orang, mesti minggir atau cari tempat yang agak terpisah. Nah itu namanya etika. Jangan kentut sembarangan, karena banyak orang yang tidak bisa menerima kalau ada yang kentut, apalagi kalau bau.” “Kalau sementara doa kaya temaku Papa?” “Boleh pelan-pelan, diam-diam saja. Nanti doanya diulangi setelah bersuci atau ambil air wudlu. Allah Maha Tahu.” Satu hal yang juga kamu harus tahu Nak, lebih baik kita keluarkan kentut yang busuk dan menyukurinya karena kita sehat. Jangan kita tampak manis, harum. Padahal hati kita, pikiran kita dan amal perbuatan kita lebih busuk dari kentut, pungkas Toma Langgai. I Langgai yang merasa puas dengan penjelasan orangtuanya, lalu pamit untuk bermain dengan teman-temannya. “Kalau begitu saya bisa kentut sambil tertawa Pa?” “Kenapa begitu?” tanya Toma Langgai. “Karena kentut membuat saya sehat, jadi saya boleh tertawa dan bersuykur,” kata I Langgai seraya beranjak meningglkan papanya. Toma Langgai hanya bisa tersenyum memanadangi anaknya yang mulai bermain. ”Anakku sudah pintar. Alhamdulillah, segala puji untuk-Mu ya Allah.” (Temu Sutrisno)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu