Alat Bukti Cukup, Proyek Bisa Dilanjutkan

PALU, MERCUSUAR-Anggota Komisi III DPRD Provinsi, Huisman Brant Toripalu, berpendapat proyek-proyek bermasalah yang ada di Sulteng, pekerjaanya bisa dilanjutkan. Hal itu dikemukakan Brant, sebagai terobosan pemikiran, melihat beberapa proyek terbengkalai akibat tersandung masalah hukum. “Menurut pemikiran saya, proyek tersebut bisa dilanjutkan. Sepanjang penyidik telah memiliki alat bukti cukup dan kuat, maka proyek yang ada bisa dilanjutkan sehingga tidak mubazir dan bermanfaat sebagaimana direncanakan semula,” ujar Brant, kemarin (16/1/2014). “Bangunan sebagai salahsatu alat bukti, setelah disita, dihitung kerugian dan seterusnya sesuai kebutuhan penyidikan bisa dilanjutkan pembangunannya. Alat bukti di era sekarang ini bisa digitalkan sesuai waktu penyidikan atau dengan cara lain, yang penting alat bukti cukup dan kuat. Kalau semua proyek bermasalah atasnama penyidikan atau bermasalah secara hokum tidak dilanjutkan pembangunannya, maka kerugian keuangan daerah semakin besar. Bangunan mubazir dan uang yang terserap cukup besar,” katanya. Berdasarkan catatan Mercusuar, beberapa proyek bermasalah dan terkatung-katung pembangunannya hingga kini adalah Proyek Kolam Renang di eks area STQ Palu, Gedung Wanita (GW) dan Gedung Serbaguna (GSG) Pariwisata. Satu lagi proyek bermasalah yang pembangunannya selesai tidak dimanfaatkan adalah Gedung DPRD Sulteng. Proyek GSG sudah menelan anggaran Rp6,425 miliar. Tahun anggaran 2011 DPRD menyetujui Rp1,2 miliar, namun digunakan hanya Rp963 juta. Jumlah tersebut sama dengan 15 persen dari kontrak induk. Tahun 2012 DPRD kembali meloloskan anggaran sebesar Rp3,8 miliar dan pada anggaran 2013 disetujui sebesar Rp1,6 miliar. Sejauh ini proyek tersebut baru selesai pada tahapan pembangunan struktur dan atap. Rehab GW di Jalan Moh Yamin Palu yang total alokasi anggarannya sekira Rp10,9 miliar telah masuk proses hukum. Hasil perhitungan volume pekerjaan menjadi temuan penyidik, akibat adanya perubahan fisik bangunan hingga rehab tak sesuai perencanaan awal. Temuan itu terdapat pada seluruh tahapan pada tiga tahun anggaran berbeda. Baik rehab tahap pertama tahun 2007 oleh PT Raymond yang alokasi anggarannya Rp2 miliar, tahap dua tahun 2009 oleh PTri Jaya dengan alokasi anggaran Rp5 miliar maupun rehab terakhir tahun 2010 oleh PT Wijaya Karya Semesta yang alokasi anggaran Rp3,9 miliar. Setali tiga uang, proyek kolam renang di area eks lokasi STQ juga mangkrak. Proyek tahun 2004-2006 itu membengkak anggarannya dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 16 miliar. Hasil audit BPKP menyebutkan, terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp 500 juta terkait pembangunan itu. Bahkan BPKP menyarankan agar kasus ini diproses hukum, karena pelaksanaannya juga melanggar Keppres nomor 80 tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa. TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu