Revisi UMP Sulteng!

PALU, MERCUSUAR-Gubernur Longki Djanggola tidak boleh berkilah soal rendahnya upah minimal provinsi (UMP) Sulteng. Sebelum meneken Keputusan Gubernur soal UMP, seharusnya Gubernur Longki Djanggola mengetahui duduk persoalan UMP dan tidak berlindung dibalik usulan Dewan Pengupahan terkait dengan UMP yang jauh lebih rendah dibanding provinsi lain. “Gubernur sebelum menandatangani UMP harus memahami dulu, mendengar masukan dari pengusaha, pekerja dan tentu tim dari Dinas Nakertras. Jadi ada masukkan dari Tripartit antara pengusaha, pekerja dan pemerintah. Beliau perlu duduk bersama dan mendengarkan masukkan soal UMP. Benar UMP kita terendah dari seluruh provinsi yang telah menetapkan UMP,” ujar anggota Komisi IV DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, Mustar Labolo, menyikapi UMP Sulteng, Senin (12/11/2012) kemarin. Dikatakan Mustar, dengan kondisi perekonomian Sulteng yang tumbuh pesat, semestinya UMP bias dinaikkan lebih dari UMP yang telah ditetapkan Gubernur. “Perlu ditinjau ulang UMP yang telah ditetapkan Gubernur. Perlu dilakukan penyesuaian berkisar Rp1,3 juta hingga Rp1,5 juta. Ini merupakan upah layak. Saya yakin pengusaha di daerah ini masih mampu dengan UMP itu. Peningkatan UMP ini akan menaikkan tingkat pendapatan buruh atau pekerja. Dengan cara itu, tingkat kemiskinan di Sulteng bisa ditekan lagi,” katanya. Terpisah, Ketua Fraksi PDIP Huisman Brant Toripalu menyatakan, UMP harus memenuhi rasa keadilan pekerja. Untuk itu, Pemprov harus menjelaskan secara transparan dasar perhitungan UMP yang dilakukan Dewan Pengupahan. “Variabel apa semua dan bagaimana metode penyusunan pengupahan harus jelas. Pekerja harus tahu. Begitu juga dengan pengusaha. Sehingga UMP benar-benar sesuai kondisi Sulteng, adil dan dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja,” kata Brant. Senada dengan Brant, anggota Fraksi Partai Demokrat Nawawi Sang Kilat secara tegas menyatakan UMP tidak sebanding dengan kondisi perekonomian Sulteng. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, bahkan diatas pertumbuhan ekonomi nasional, seharusnya dibarengi dengan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pekerja. “Pertumbuhan ekonomi Sulteng pada triwulan I tahun 2012 sebesar 11,25 persen dan triwulan II mencapai 10,25 persen. Triwulan III dan IV saya yakin tidak jauh dari angka ini. Jika pertumbuhan ekonomi bagus, artinya tingkat pendapatan naik. Pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup. Kalau taraf hidup pekerja rendah, berarti pertumbuhan ekonomi timpang dan hanya kelompok tertentu yang diuntungkan,” kata Nawawi. Menurut Nawawi, permasalahan UMP merupakan permasalahan klasik yang terus berulang. Permasalahan utama adalah mengenai kesepakatan besaran UMP antara pemerintah dengan pengusaha dan pengusaha dengan buruh. “Info yang saya terima, upah rata-rata di Indonesia tahun 2012 sekira Rp2,2 juta. Kalau UMP Sulteng tahun 2013 hanya berkisar sembilanratusan, hemat saya kecil. Selain masalah penetapan, permasalahan lainnya mengenai UMP masih banyaknya penyelewengan di lapangan. Meskipun ada aturan UMP, nyatanya upah yang diberikan banyak yang di bawah UMP. Seringkali buruh atau pekerja tidak bisa berbuat banyak, cenderung menerima ketimbang tidak berpenghasilan sama sekali. Pengawasan lemah," tandasnya. Dewan Pengupahan Sulteng telah menetapkan UMP tahun 2013 sebesar Rp995.000 atau naik sebesar Rp110.000 dari UMP tahun 2012. Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenaga Kerja pada Dinas Tenaga Kerja dan Trasmigrasi Sulteng, Muh Nasri Songgo menjelaskan, upah sebesar itu sudah mampu memenuhi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) para pekerja. Ada beberapa indikator yang harus dipertimbangkan saat menetapkan UMP. Di antaranya, indeks harga konsumen, kondisi pasar kerja dan produk domestik regional bruto (PDRB). Selain itu kita juga harus melihat kesanggupan perusahaan membayar upah pekerja. Jika dibandingkan 11 provinsi di Indonesia yang telah menetapkan UMP, Sulteng ternyata yang paling rendah. Mengenai ini, Gubernur Sulteng Longki Djanggola menegaskan pihaknya hanya menetapkan UMP berdasarkan usulan yang ditetapkan oleh dewan pengupahan daerah. “Maka untuk itu silakan tanyakan pada mereka (dewan pengupahan) kenapa UMP Sulteng dapat seperti itu. Secara teknis mereka yang lebih tahu, kenapa UMP ditetapkan seperti itu. Saudara perlihatkan ke mereka data-data yang anda sampaikan tersebut,” demikian pesan singkat gubernur kepada Mercusuar, Kamis (8/11/2012). Kata Longki, selaku Gubernur, ia hanya meneken rekomendasi UMP yang disodorkan dewan pengupahan. Gubernur kembali tidak banyak berkomentar ketika disodori pertanyaan, mengapa nilai UMP Sulteng rendah padahal di awal kepemimpinan Longki-Sudarto, pertumbuhan ekonomi di Sulteng mencapai 9,16 persen atau melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. “Ia betul, itu salah satu dari sekian banyak kriteria untuk indikator UMP. Yang saya tahu selain pertumbuhan ekonomi, juga perlu diperhatikan kemampuan fiskal daerah, kemampuan pengusaha, produktivitas dan lain-lain,” balas Gubernur. TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu