Tinjau SK Gubernur Penghapusan Aset dan Proses Hukum
PALU, MERCUSUAR-Terkait temuan BPK adanya ratusan aset daerah yang beralih kepemilikan ke perorangan, anggota Komisi I DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, Rusli Dg Palabbi, mendesak Gubernur mengambil langkah tegas.
Gubernur kata Rusli, harus berani meninjau kembali SK Gubernur yang dijadikan payung hukum penghapusan aset daerah melalui dum. “Kasus seperti ini terulang hamper tiap tahun. Temuan BPK secara jelas mengatakan ada prosedur yang dilanggar dalam dum dan disana ada kerugian keuangan daerah. Olehnya SK itu harus ditinjau kembali dan jika terindikasi ada pelanggaran hukum, sebaiknya Gubernur menyerahkan kasusnya ke aparat hukum untuk diproses sebagaimana aturan yang berlaku,” kata Rusli, kemarin (11/9/2012).
Ditambahkan Rusli, ia akan mengusulkan pada pimpinan Komisi I untuk menggelar hearing dengan mengundang instansi teknis terkait. “Sampai hari ini, kami di dewan belum memiliki data aset. Padahal data ini telah diminta dewan, jauh sebelum ada perombakan anggota komisi,” imbuhnya.
Ditemui terpisah, Wakil Ketua Komisi I Ridwan Yalidjama, menyatakan perlunya penataan aset Pemprov. Jika BPK merekomendasikan peninjauan kembali SK kata Ridwan, tidak ada alasan Gubernur mengelak. Gubernur harus mematuhi rekomendasi tersebut. “SK Gubernur dilindungi undang-undang. Tidak mudah begitu saja meninjau atau mencabut SK. Namun jika rekomendasi mengatakan ada prosedur yang keliru, harus ditinjau,” terangnya.
Jika SK dicabut lanjut Ridwan, maka aset daerah yang telah didum harus dikembalikan ke pemerintah. “Konsekuensinya memang seperti itu,” katanya.
Permasalahan asetyang jadi temuan BPK papar Ridwan, akan ditindaklanjuti Deprov dengan membentuk panitia kerja (Panja). “Panja akan menindaklanjuti temuan BPK, untuk menelusuri apakah dum itu prosedural atau tidak. Selanjutnya, Panja juga akan melihat kelayakan harga jual aset yang diddum,” ujarnya.
Hanya saja menurut Ridwan, Deprov sejak otonomi daerah diberlakukan, memiliki keterbatasan kewenangan. Soal pengalihan atau dum aset misalnya, pemerintah tidak perlu meminta persetujuan dewan jika nilai jual aset dibawah Rp5 miliar. “Ada pelemahan kewenangan dewan dalam undang-undang hingga Permendagri. Pelemahan ini bukan saja pada tatakelola pemerintahan, tapi juga pada tatakelola asset. Bahkan dewan sekarang tidak bisa menolak laporan Gubernur. Dulu laporan pertanggungjawaban Gubernur, sekarang hanya laporan keterangan pertanggungjawaban Gubernur. Ini contoh pelemahan. Jadi agak sulit dari sisi ini (aturan) dewan terlibat penuh untuk penyelesaiannya,” jelasnya.
Sebelumnya Ketua Komisi III Asgar Djuhaepa, mengungkapkan keprihatinannya atas banyaknya aset pemerintah daerah yang telah berganti kepemilikan. Asgar menengarai ada penyimpangan prosedur penjualan aset daerah, sehingga dengan mudah pegawai atau mantan pejabat melakukan dum. “Saya rasa ada yang agak janggal, kenapa aset begitu mudah didum. Ada data yang saya sempat lihat, tahun 2010 lalu misalnya ada kendaraan dinas didum. Tahun 2011, lagi-lagi dum terjadi. Jika begini terus, aset kita akan habis,” katanya.
Malah menurut Asgar, pihaknya menemukan aset berupa tanah di jalan protokol, yang didum dengan harga hanya Rp27 juta. “Jika tidak dihentikan penjualan aset atau dum lambat laun, daerah ini tidak akan punya kekayaan lagi. Aset beralih kepemilikan pada perorangan. Lihat saja, saat ini tidak ada lagi aset pemerintah di perumahan pegawai di Bumi Nyiur (Kelurahan Besusu Tengah. Red). Disitu tinggal perumahan pimpinan dewan yang tersisa,” kata Asgar.
Asgar melihat begitu mudahnya aset dialihpemilikan. Bukan hanya aset berupa tanah dan perumahan, tapi juga kendaraan dinas. “Kalau sudah distop masih ada yang dum, berarti pelanggaran hukum. Gubernur tegas saja, oknum pejabat yang begitu dipidanakan saja,” katanya. TMU
Komentar
Posting Komentar