Target Pemberantasan Buta Aksara, Dikjar Omong Kosong
TARGET pemberantasan buta aksara Sulteng tahun 2009 yang dicanangkan Dinas Pendidikan dan Pengajaran (Dikjar) dinilai tidak realistis. Dikjar Sulteng terlalu mengawang-awang, menyusun program pemberantasan buta aksara, yang mencapai 72 ribu jiwa.
Tidak tanggung-tanggung, penilaian itu dilontarkan anggota DPRD Provinsi (Deprov) HA. Firman Maranua. Secara sinis Firman, menganggap target pemberantasan buta aksara pada tahun 2009, hanya omong kosong.
Pemberantasan buta aksara hingga 72 ribu untuk satu tahun kedepan, bukan persoalan mudah. Terlebih, angka di lapangan, bisa lebih besar dari yang data yang diajukan Dikjar Sulteng. Belum lagi, indikator yang dijadikan parameter keberhasilan, sangat subyektif. Artinya indikator buta aksara, antara Dikjar dan pihak lain bisa berbeda dan dapat diperdebatkan.
Pernyataan dan penilaian Firman dikuatkan Ketua Komisi IV Deprov, Armin Latjangky. “Indikator sifatnya relatif. Apa yang dijadikan patokan Dikjar, bisa berbeda dengan yang lain. Masalahnya, apakah indikator itu menjadi kesepakatan seluruh stakeholder masalah pendidikan dan kemasyarakatan di Sulteng,” kata Armin penuh tanda Tanya (22/1/2008).
Berdasarkan pengalaman selama ini, kelompok yang paling sulit disentuh menurut Armin, orang tua. Pada satu sisi, mayoritas buta aksara di Sulteng adalah kelompok ini. Bukan hanya, itu, mengacu pada data Dikjar Sulteng, kabupaten yang berhasil menuntaskan buta aksara pada tahun 2007 adalah Poso, Buol dan Banggai Kepulauan (Bangkep). Data itu perlu dicek kebenarannya, karena ketiga kabupaten merupakan wilayah yang banyak memiliki daerah terpencil dan pulau-pulau kecil.
Sinisme Firman dan tanda tanya Armin, mendapatkan bukti kuat, ketika Dikjar Sulteng dan Dikjar Kabupaten Tojo Unauna (Touna), berbeda data. Menurut Dikjar Sulteng, angka buta aksara di kabupaten Touna mencapai 1.570 jiwa. Sementara data yang dikeluarkan Dikjar Touna sebagaimana diungkapkan Kasubdin PLS Pemuda dan Olahraga, Habiruddin M Said, mencapai 3.000 jiwa.
Keraguan tuntasnya buta aksara tahun 2009, juga diungkapkan pakar pendidikan Untad, DR. Asep Mahfud, M.Pd. Menurut dosen FKIP itu, penuntasan hanya mungkin pada level sertifikasi. Pemberian selembar sertifikat, telah mengikuti paket kegiatan penuntasan buta aksara, relatif mudah dan bisa diberikan. Namun sertifikat bebas buta aksara, belum menjamin kualitas yang lebih subsatantif.
“Untuk kualifikasi dan sertifikasi sekaligus, agak susah. Jumlahnya terlalu besar. Kalau hanya sertifikasi, mungkin bisa,” katanya.
Data terbaru Dikjar Sulteng menyebutkan, jumlah masyarakat buta aksara di Sulteng, 0,6 persen dari jumlah buta aksara masyarakat di Indonesia, yang sebanyak 12 juta orang. Setahun sebelumnya, angka masyarakat buta aksara berjumlah 85 ribu. Dalam tahun 2007, Dikjar Sulteng melalui Dikjar Pendidikan kabupaten/kota berhasil menuntaskan lebih 13 ribu masyarakat buta aksara.
Saat ini jumlah buta aksara terbesar di Kabupaten Parigi Moutong dengan angka 23.476 orang. Jumlah terbesar kedua berada di Kabupaten Donggala dengan angka 18.199 orang, menyusul Kabupaten Banggai 12.178 orang, Morowali 5253 orang, Tolitoli 4.712 orang, Bangkep 4.494 orang, Tojo Unauna 1.570 orang, Kota Palu 1.499 orang, Poso 997 orang, dan jumlah terendah di Kabupaten Buol dengan angka 559 orang.
Kata Abubakar, data buta aksara itu diambil akhir Desember 2007. Saat ini, Kadis Dikjar di tiga kabupaten yakni Buol, Poso dan Bangkep, sudah bernegosiasi dengan Dikjar Sulteng, dan menargetkan di akhir tahun 2008 tidak ada lagi warga yang mengalami buta aksara.
Dalam penuntasan buta aksara hingga akhir 2009 mendatang, Abubakar mengaku menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Selain memfungsikan bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS), Dikjar juga bekerjasama dengan PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga), serta perguruan tinggi. Kerjasama dengan perguruan tinggi itu dilakukan oleh mahasiswa yang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di daerah terpencil yang terdapat warga buta aksara. TMU
Komentar
Posting Komentar