Sulteng Krisis Air Bersih

SEJUMLAH daerah di Sulteng mengalami krisis air bersih. Warga di sejumlah daerah mengeluhkan kondisi tersebut saat anggota DPRD melakukan reses di daerah pemilihan masing-masing. Padahal kebutuhan air bersih merupakan hak dasar masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Akhir pekan lalu anggota DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, Rusli Dg Palabbi yang melakukan reses di Kecamatan Tanambulava Kabupaten Sigi, mendapatkan aduan masyarakat Desa Sibalaya Utara, Sibalaya Selatan, Sibowi dan Lambara soal tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih mereka. Sebelumnya, Ketua DPRD Kabupaten (Dekab) Sigi, Budi Luhur Larengi, pernah mengungkapkan sekira 40 persen wilayah di Kabupaten Sigi, sangat membutuhkan sarana air bersih. Sehingga dari kalangan legislatif menganalisa, alokasi anggaran pada pembahasan 2013, harus lebih mementingkan sektor ini. Kepada Mercusuar Budi Luhur mengatakan, bahwa hampir semua kecamatan yang menjadi tempat pelaksanaan Musrenbang dan reses DPRD yang lalu, mengeluhkan lambannya pembangunan infrastruktur air bersih. Padahal, kebutuhan air bersih merupakan hal vital karena bersentuhan langsung dengan kebutuhan primer warga. Bukan hanya masyarakat Sigi yang krisis air bersih. Kota Palu juga mengalami hal serupa. Sebagian warga yang bermukim di Kecamatan Palu Utara saat ini mengalami krisis air bersih. Wilayah pemukiman tersebut bisa dilihat di Kelurahan Pantoloan Boya, Baiya, Mamboro, Taipa dan Lambara. Berdasarkan pemantauan Mercusuar, kondisi warga yang mengalami kesulitan air sangat memprihatinkan sebab sudah berdampak buruk bagi kesehatan warga. Akibat masih memanfaatkan mata air yang berlumut untuk mandi dan mencuci, beberapa warga di Kelurahan Taipa mengeluhkan terserang dermatitis atau gatal-gatal. Di Kelurahan Pantoloan Boya, masalah air bersih terdapat di Dusun Limoyo, Dusun Ranungtai, Dusun Wara, Dusun Kayumaboko, dan warga di pesisir RT 2/RW 1. Satu-satunya alternatif menangani masalah air bersih ini adalah adanya pipanisasi ke mata air Panganadea yang berjarak delapan kilometer ke atas bukit. Kalau hal ini dilakukan, tidak hanya Dusun Limoyo dan Dusun Ranuntai yang akan mendapat air bersih, tetapi juga hingga Dusun Wara yang selama ini sebagian warganya hanya mengandalkan keran air di dinding pagar bekas perusahaan. Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan pada Kelurahan Pantoloan Boya, Ramli, mengatakan warga yang berada di Dusun Kayumaboko yang selama ini mengandalkan air dari mata air Dusun Lobu tidak mencukupi kebutuhannya karena tingginya struktur tanah di Dusun Kayumaboko dibanding dengan Dusun Lobu Di Kelurahan Baiya, kesulitan air bersih dialami warga di RT 11 dan RT 12 Dusun Mangu. Di sini, bak penampungan air bersih yang bersumber dari mata air di Dusun Liku, Kelurahan Lambara, tidak lagi teraliri air akibat pipanya telah putus sejak hampir setahun lalu. Di Dusun Anja, Kelurahan Lambara, sebagian besar warganya terpaksa harus mandi dan mencuci di sungai yang debit airnya terus berkurang. Bila sungai itu banjir dihantam hujan, warga tidak dapat lagi melakukan aktifitas mereka karena kondisi air berkeruh dan kotor. Sebagian besar warga di RT2/RW4 Kelurahan Taipa juga tidak lagi menerima pasokan air dari PDAM. Dua tahun lalu air dari PDAM melayani rumah-rumah warga dengan beban biaya Rp12.500 sebulan. Namun karena banyak dari warga menunggak sehingga aliran air PDAM terputus hingga sekarang. Di Kabupaten Parmout dan Donggala, anggota Deprov yang reses di daerah itu juga mendapatkan keluhan masyarakat soal air bersih. Nelayan di Desa Peore dan Tambu Kecamatan Sausu Kabupaten Parmout, mengusulkan perbaikan sarana air bersih, saat anggota Deprov Nawawi Sang Kilat reses. Pipa air yang ada telah rusak dan tidak mampu mengalirkan air secara optimal. Akibatnya masyarakat disana krisis air bersih. Masyarakat Desa Loli Tasiburi Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala mengeluhkan sarana air bersih yang ada di desa mereka. Masyarakat mengusulkan agar Pemprov Sulteng membantu pengadaan sarana air bersih di desa itu. Usulan masyarakat tersebut diungkapkan pada anggota Deprov Sulteng dari Dapil Donggala, Asgar Djuhaepa, saat melakukan reses di Desa Loli Tasiburi, Selasa (5/6). Diungkapkan Ketua LPM Desa Loli Tasiburi, Kasmuddin H Akib, beberapa tahun lalu desanya mendapatkan bantuan pengadaan sarana air bersih dari program Care pemerintah Kanada. Namun air bersih tak kunjung bisa dinikmati, karena tidak adanya perpipaan dari sumber mata air ke bak penampungan pertama. “Saat ini bak masih ada, pipa juga ada. Tapi tidak ada pipa ke mata air. Ini yang membuat air tidak bias turun ke desa. Olehnya perlu bantuan, agar masyarakat bisa mendapatkan air bersih,” katanya. Ditambahkan Kepala Desa Loli Tasiburi, Kisman, ia dan seluruh masyarakat Loli berharap usulan yang disampaikan dalam reses tersebut bisa terealisasi. Dikatakan Kisman, beberapa program yang telah ditetapkan dalam Musrenbang Desa tahun 2011-2012 dan diusulkan ke kecamatan dan kabupaten, tidak ada yang terealisasi. Menanggapi usulan masyarakat, Asgar mengatakan akan menyampaikan itu ke Pemprov dan memperjuangkannya melalui pembahasan anggaran di Deprov. “Mohon pada Pak Kades, dibuatkan usulan programnya dan sekaligus dengan proposalnya. Saya akan coba perjuangkan di APBD 2013. Syukur-syukur bisa di APBD Perubahan 2012. Kita berdoa bersama, semoga ini disahuti pemerintah, karena ini kebutuhan dasar masyarakat,” kata Asgar. Kesulitan air bersih juga dirasakan warga di Kabupaten Morowali. Menurut anggota Deprov, Huisman Bran Toripalu, krisis air bersih terjadi di Kecamatan Lembo Kabupaten Morowali ,yang bermukim di Desa Po’ona, Lawangke dan Mandula. Keluhan itu, disampaikan aparat desa, tokoh masyarakat dan perwakilan masyarakat lainnya saat dirinya melakukan reses disana. Di ketiga desa itu bermukim sekira 700 kepala keluarga. Mustar Labolo, anggota Deprov asal Banggai juga mendapatkan keluhan masyarakat soal air bersih. "Itu saya temukan saat saya reses di Desa Tomeang, Jaya Makmur, Petak dan Desa Binohu Kecamatan Nuhon," kata Mustar. Mustar mengatakan, air yang dikonsumsi masyarakat berwarna kekuning-kuningan seperti warna kopi susu. Selain untuk diminum, air itu juga digunakan memasak, mandi dan mencuci. Menurut Mustar, masyarakat yang bermukim di kecamatan itu berharap pemerintah kabupaten atau provinsi melalui Dinas Pekerjaan Umum membangun sarana air bersih karena ada sumber air yang bisa diharapkan untuk bisa dialiri ke pemukiman penduduk. Di Poso sekira 17 persen wilayahnya juga mengalami krisis air bersih. Sedikitnya ada 27 dari 156 Desa di Kabupaten Poso belum memiliki sarana air bersih dan sanitasi yang layak pakai, sesuai standar kesehatan. Awalnya, jumlah desa secara keseluruhan yang terkendala air bersih mencapai 93 desa atau sekitar 60 persen dari total 156 desa yang ada. Namun sejak lima tahun terakhir yaitu sejak tahun 2008, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Poso melalui Bidang Cipta Karya, telah menyentuh wilayah yang mengalami krisis air bersih tersebut, melalui program Pengelolaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), yang digelontorkan pemerintah pusat bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat. Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PU Poso Alfret Suangga, mengatakan sejak tahun 2008 hingga tahun 2012 ini, pihaknya telah membenahi fasilitas air bersih masyarakat melalui program Pamsimas sebanyak 66 desa. Alfret yang juga bertindak selaku Project Management Unit Pamsimas Poso memerinci, pada tahun 2008 ada 9 desa yang disentuh Pamsimas. 2009 15 desa, 2010 13 desa, 2011 14 desa dan tahun 2012 ini sebanyak 15 desa yang terdiri dari 12 desa regular dan 3 desa replikasi. Ke lima belas desa yang akan dimasuki Pamsimas tahun ini diantaranya, Desa Ueralulu, Buyung Katedo, Majulea, Tiwa’a, Betue, Rompo, Soyo, Mayakeli dan Hangira. Sementara untuk tiga desa replikasi terdiri dari Desa Salindu, Amporiwo dan Barati. TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu