RSBI Jangan Asal Pungut
PUNGUTAN yang dilakukan sekolah saat pendaftaran siswa baru mendapat perhatian dan Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, I Nyoman Slamet.
Dikatakan Nyoman, sekolah tidak boleh melakukan pungutan tanpa dasar hukum yang jelas.
“Termasuk RSBI, tidak boleh melakukan pungutan tanpa dasar hukum. Keputusan sekolah dengan persetujuan komite tidak cukup kuat dijadikan landasan untuk melakukan pungutan, sumbangan pembangunan atau apapun bahasanya,” kata Nyoman, Rabu (20/6).
Setidaknya menurut Nyoman, payung hukum melakukan pungutan harus dari walikota atau bupati dimana sekolah itu berada. “Seringkali pungutan atau sumbangan didasarkan pada keputusan bersama sekolah dan komite. Salahsatu fungsi komite sekolah adalah menggalang dana masyarakat, baik perseorangan, dunia usaha maupun pemerintah dalam rangka pembiayaan penyelengaraan pendidikan di satuan pendidikan. Jadi kekurangan anggaran tidak mesti dipungut dari siswa,” paparnya.
Menurutnya, pemerintah pun secara nyata melegalisasi pungutan yang dilakukan pihak sekolah dengan menerbitkan Permendiknas Nomor 78 Tahun 2009 dimana Pasal 16 ayat (1) menyatakan perihal kesediaan peserta didik mulai jenjang SD sampai SMA membayar pungutan untuk menutupi biaya operasional RSBI. Permendiknas ini lanjut Nyoman bertentangan dengan semangat UUD 1945 Pasal 31 yang menyatakan pendidikan harus berkeadilan dan sekurang-kurangnya pemerintah menyediakan alokasi anggaran 20 persen dari total APBN dan APBD. Bahkan secara tegas Pembukaan UUD 1945 mengamanahkan tanggungjawab mencerdaskan kehidupan bangsa pada penyelenggara Negara.
“Legalisasi inilah yang dimanfaatkan oleh sejumlah RSBI untuk mematok tarif tinggi kepada peserta didik dan orang tua peserta didik. Pasal pungutan ini jelas tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor 60 tahun 2011 tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, yaitu Pasal 3 yang menyatakan bahwa Sekolah pelaksana program wajib belajar dilarang memungut biaya investasi dan biaya operasi dari peserta didik, orang tua, atau walinya. Saat ini telah dilakukan gugatan atas peraturan perundang-undangan yang mengatur RSBI. Saya kira sangat bijak, jika pihak sekolah hati-hati melakukan pungutan atas dasar Permendiknas 78,” katanya.
Dia menambahkan, pasal pungutan inilah yang telah mempengaruhi secara psikologis masyarakat yang tak mampu secara ekonomi untuk mendaftar di sekolah RSBI. Peraturan bahwa RSBI juga menyediakan alokasi 20 persen bagi kalangan yang tak mampu secara ekonomi, ternyata tak sesuai dengan realitas di lapangan.
“Peserta didik atau orang tua peserta didik yang tak mampu secara ekonomi, secara nyata enggan masuk RSBI karena pihak sekolah telah mematok tarif yang tinggi terlebih dahulu. Akibatnya, RSBI seringkali hanya dimasuki oleh orang-orang yang mampu saja secara ekonomi,” ungkapnya.
Kadis Pendidikan Daerah (Dikda) Sulteng, Abubakar Almahdali membenarkan jika banyak orang tua siswa mengeluhkan besarnya pungutan masuk sekolah. Padahal semua sekolah yang menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dilarang keras menerima pungutan mulai dari proses pendaftaran hingga pendaftaran ulang. Sedangkan untuk Rintisan Sekolah Bertaraf Internasinal (RSBI), hingga saat ini diperbolehkan menerima pungutan hanya saja tidak mengikat dan budjetnya tidak dipatok. Malahan kuota murid yang tak mampu pada RSBI dianggarkan sebanyak 20 persen.
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Untuk itu, sekolah jangan asal memungut,” tegasnya.
“Jika ada Kepala Sekolah yang masih memberlakukan itu (pungutan dalam jumlah besar) tolong diinformasikan ke kami supaya Dikda akan melakukan survey dan monitoring. Kami harapkan agar semua sekolah dalam penerimaan murid ini berlaku bijak dan bermutu,”tandasnya.TMU
Komentar
Posting Komentar