Rekayasa Dum Aset, Menunggu Ketegasan Gubernur
SEBANYAK 73 aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng direkayasa statusnya agar bisa didum (dibeli) pihak-pihak tertentu. Dugaan rekayasa tersebut menjadi temuan BPK Perwakilan Sulteng yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulteng.
Sekprov Amdjad Lawasa di depan Panja DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng untuk tindaklanjut temuan BPK, mengakui adanya dum aset pemerintah diluar prosedur. Dikatakan Sekprov, penurunan status aset hingga penghapusan harus sepersetujuan Deprov.
“Banyak aset yang didum tidak jelas dan tanpa persetujuan dewan. Seharusnya untuk aset tetap, diperlukan persetujuan dewan. Kecuali aset bergerak seperti kendaraan yang nilainya dibawah Rp5 miliar, tidak perlu persetujuan. Saya tidak perlu bicara siapa semua yang melakukan itu, tapi banyak aset yang didum sebagaimana temuan BPK, tidak mengacu pada ketentuan Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Saya birokrasi tidak boleh menilai, tapi kalau BPK dan dewan merekomendasikan untuk ditarik atau dituntaskan semua, saya siap. Saya akan sikat semua. Bapak Gubernur telah memerintahkan saya untuk menata aset, agar tahun depan tidak lagi jadi temuan,” tegas Amdjad, Selasa (19/6) lalu.
Dipaparkan Amdjad, permasalahan aset di Sulteng muncul setelah era otonomi daerah. Saat tata pemerintahan ini diberlakukan, aset pemerintah yang sebelumnya dikuasai kantor wilayah (Kanwil) untuk tingkat provinsi dan kantor departemen (Kandep) di kabupaten/kota tidak tuntas pengambilalihannya oleh Pemprov, Pemkab/kota.
“Seharusnya untuk Kanwil diserahkan ke provinsi dan Kandep ke kabupaten/kota. Faktanya semua dikuasai provinsi dan terjadi tarik menarik antara kabupaten dengan provinsi. Ada juga aset yang sudah terdaftar sebagai aset provinsi diserobot kabupaten. Sejak otonomi diperlakukan, salahsatu yang belum tuntas adalah penataan aset,” jelasnya.
Kisruh penataan asset tersebut menurut Amdjad dimanfaatkan oknum tertentu, untuk melakukan dum diluar prosedur.
Saat ini dirinya telah membentuk tim rekonsiliasi aset yang melibatkan Biro Perlum, Biro Keuangan dan Inspektorat. Tiap hari SKPD yang ada, telah melakukan verifikasi dan pencocokan aset dengan tim tersebut. “Tidak semua SKPD memiliki SDM yang memahami akuntansi dengan baik. Olehnya untuk perbaikan pencatatan, kami akan tingkatkan SDM. Langkah lainnya, kami bekerjasama dengan BPKP untuk penilaian aset,” jelasnya.
Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP), BPK menemukan penyajian saldo aset tetap dalam neraca per 31 Desember 2011 senilai Rp3,67 triliun belum dapat diyakini kewajarannya karena masih terdapat perbedaan aset tetap senilai Rp682,62 miliar antara rekapitulasi buku investaris pada bagian aset dibandingkan catatan bagian akuntansi.
Ditemui terpisah, anggota Panja tindaklanjut temuan BPK, Nawawi Sang Kilat, mengungkapkan apresiasi positif atas sikap tegas yang ditunjukkan Pemprov Sulteng lewat Sekprov Amdjad Lawasa. Nawawi optimistis, Sulteng kedepan akan menerima opini wajar tanpa pengecualian (WTP), jika penataan aset berjalan baik.
“Panja hanya bekerja dan memberikan catatan agar Gubernur menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK. Jika itu sudah dilaksanakan, maka kerja Panja selesai. Kita tidak menelusuri 73 aset yang direkayasa, karena ini bukan Pansus. Sekarang kita tunggu sejauhmana komitmen pemerintah terhadap dugaan dum aset diluar prosedur. Kalau saya sederhana saja, jika benar ada indikasi penyelewengan dalam dum, diserahkan saja ke proses hukum,” katanya.
Terkait temuan BPK, Pemprov Sulteng dituding tidak memiliki kemampuan menata dan mengelola aset daerah. Penilaian dan tudingan miring tersebut dilontarkan anggota Deprov, Asgar Djuhaepa, menyikapi laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah.
“Dari neraca yang disajikan nilai aset ada kenaikkan Rp194,7 miliar dari tahun sebelumnya Rp3,8 triliun. Tahun 2001 nilai aset mencapai Rp3,99 triliun. Menurut saya nilai ini tidak menunjukkan nilai sebenarnya, karena data aset kita tidak jelas,” kata Asgar.
Kenaikkan nilai aset, menurut Asgar tidak terlalu signifikan. “Tiap tahun kita anggarkan untuk pengadaan barang dan jasa, kemana semua itu? Sehingga kenaikkannya kecil. Tiap tahun nilai jual objek pajak (NJOP) tanah meningkat. Berapa banyak dan luas tanah milik daerah dan berapa nilainya, mobil dan aset daerah lainnya, sehingga aset kita hanya senilai itu?” ujar Asgar.
Asgar juga meminta aparat hukum untuk mengusut secara dum aset daerah yang terjadi kurun 2 hingga 5 tahun terakhir. Asgar mengungkapkan keprihatinannya atas banyaknya aset pemerintah daerah yang telah berganti kepemilikan. Asgar menengarai ada penyimpangan prosedur penjualan aset daerah, sehingga dengan mudah pegawai atau mantan pejabat melakukan dum.
“Saya rasa ada yang agak janggal, kenapa aset begitu mudah didum. Ada data yang saya sempat lihat, tahun 2010 lalu misalnya ada kendaraan dinas didum. Tahun 2011, lagi-lagi dum terjadi. Jika begini terus, aset kita akan habis,” katanya.
Malah menurut Asgar, pihaknya menemukan aset berupa tanah di jalan protokol, yang didum dengan harga hanya Rp27 juta. “Bukan hanya kasus kantor PDIP yang didum murah, saya juga lihat ada tanah lain di jalan protokol hanya didum Rp27 juta. Ini jelas tidak bersesuaian dengan NJOP tanah tersebut. Daerah dirugikan,” ujarnya.
Hal lain yang janggal, tiap tahun ada kendaraan yang didum dengan harga murah. Pada saat bersamaan, pemerintah mengajukan anggaran untuk pengadaan mobil dinas.
“Saya akan berkeras tidak menyetujui anggaran itu, jika diajukan lagi ke dewan. Ini pemborosan dan terindikasi penyimpangan. Saya berharap aparat turun tangan dan melakukan pengusutan,” ujarnya.
Dalam beberapa kesempatan, kalangan Deprov Sulteng mengingatkan pemerintahan Longki Djanggola-Sudarto untuk menghentikan penjualan aset daerah.
“Jika tidak dihentikan penjualan aset atau dum lambat laun, daerah ini tidak akan punya kekayaan lagi. Aset beralih kepemilikan pada perorangan. Lihat saja, saat ini tidak ada lagi aset pemerintah di perumahan pegawai di Bumi Nyiur (Kelurahan Besusu Tengah. Red). Disitu tinggal perumahan pimpinan dewan yang tersisa,” kata Asgar.
Asgar melihat begitu mudahnya aset dialihpemilikan. Bukan hanya aset berupa tanah dan perumahan, tapi juga kendaraan dinas. “Kalau sudah distop masih ada yang dum, berarti pelanggaran hukum. Gubernur tegas saja, oknum pejabat yang begitu dipidanakan saja,” katanya.***
Komentar
Posting Komentar