Gedung Baru Deprov Jadi Sarang Walet
MENANGGAPI usulan mahasiswa agar gedung baru DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng dijadikan mess mahasiswa, Ketua Komisi III Deprov Nawawi Sang Kilat, punya pemikiran berbeda. Menurut Nawawi, gedung tersebut bisa dijadikan sarang walet.
“Mess mahasiswa biasanya dibuat pemerintah kabupaten. Kalau sarang walet, gedung tersebut produktif dan bisa jadi salah satu sumber PAD. Coba lihat banyak burung walet yang sering singgah di bagian atas gedung. Kalau burung tersebut betul bersarang, kita bisa hitung berapa pendapatan dari sarang burung walet yang terkenal mahal. Itu lebih baik, daripada gedung tidak dimanfaatkan dan rusak,” kata Nawawi, kemarin (12/2).
Kasus gedung baru lanjut Nawawi, berbanding terbalik dengan gedung DPR RI. Pembangunan dan rehab gedung DPR RI urung dilakukan karena banyaknya sorotan publik, yang menilai sebagai pemborosan. Sementara gedung baru Deprov sudah terbangun, namun tidak difungsikan sebagaimana perencanaan awal untuk berkantor pimpinan dan anggota Deprov. “Bangunan ini sudah selesai sejak Agustus 2009. Artinya sudah tiga tahun lalu dan tidak ada masalah. Malah secara teknis, pemaparan Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum, menyatakan secara umum gedung layak dan hanya memerlukan perkuatan beton di beberapa titik,” ujarnya.
Diungkapkan Nawawi, sudah hampir setahun ini pimpinan dan anggota Komisi III menempati gedung baru. Sedangkan pimpinan Deprov dan anggota komisi lainya, memilih berkantor di gedung lama.
“Kami di Komisi III berprinsip memanfaatkan bangunan yang dibiayai dari uang rakyat ini. Bagi kami, ini bentuk peretanggungjawaban publik sebagai wakil rakyat, meski gedung ini direncanakan dan dibangun pada masa dewan periode lalu sebelum kami,” papar Nawawi.
Imbas dari niat tersebut, anggota Komisi III harus merogoh kocek pribadi untuk melengkapi sarana yang ada di gedung baru itu. “Kami masing-masing beli sendiri AC, karpet, meja kursi kantor dan peralatan lainnya, agar bisa berkantor di gedung baru. Tapi tidak masalah, inilah pertanggungjawaban kami pada rakyat yang uangnya telah dipakai membangun gedung itu. Kami tidak ingin gedung ini mubazir,” tegasnya.
Berdasarkan catatan Mercusuar, Tim Litbang PU telah memaparkan hasil penelitiannya dan berkesimpulan secara umum gedung baru layak digunakan, hanya perlu perkuatan di beberapa titik.
Maryoto anggota Tim Litbang Kementerian PU di hadapan pimpinan dan anggota Deprov saat itu menjelaskan, ada dua kolom yang perlu perkuatan karena mutu betonnya dibawah 20 mega pascal (MPa). Kedua kolom tersebut memiliki mutu beton 14,3 MPa dan 18 MPa.
“Secara teknis mungkin terjadi pergeseran saat dilakukan pengecoran, sehingga terlihat ada tulangan yang terpotong. Perlu dilakukan perkuatan dengan menambah tulangan. Kolom lainnya tidak bermasalah, mutu betonnya berkisar dari 20,7 MPa-24 MPa,” terangnya.
Selain kedua kolom itu, Tim PU juga menemukan ada enam balok tarik yang memerlukan perkuatan. Keenam balok tarik tersebut berada di lantai tiga. “Idealnya perkuatan dilakukan sebelum ditempati, agar secara teknis kerja-kerja anggota dewan tidak terganggu. Tapi jika tidak merasa terganggu tidak masalah. Jika di Palu tidak ada perusahaan yang bisa, banyak perusahaan di Jawa bisa melakukannya secara teknis,” katanya.
Tim dalam penelitiannya menemukan adanya perbedaan antara range predominan period tanah dan bangunan tidak menunjukkan resonansi saat gempa. “Untuk gempa kami menggunakan standar 0,25 gravitasi untuk Palu dan sekitarnya sebagaimana diatur dalam zona standar nasional (SNI). Dalam perhitungan kami, gedung ini bisa sampai 0,28 gravitasi. Gempa dengan percepatan 0,28 gravitasi itu sama dengan gempa Padang. Artinya untuk zona Palu, aman. Itu perhitungan secara teknis, tapi kalau Tuhan berkehendak lain, itu diluar perhitungan teknis dan semua bisa terjadi,” paparnya.
Justeru Tim Litbang PU tidak menemukan kemiringan kolom dan sumuran pondasi tidak memenuhi syarat teknis sebagaimana yang dipermasalahkan beberapa anggota Deprov periode 2004-2009.TMU
Komentar
Posting Komentar