Perda Satu Malam, Oh Anehnya….
CINTA satu malam, oh indahnya. Cinta satu malam, buatku melayang…Lirik lagu Melinda itu sepertinya kurang tepat untuk DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, yang berhasil membahas dan menetapkan sembilan Perda dalam satu hari satu malam. Perda satu malam, oh anehnya. Perda satu malam, buat rakyat tercengang…
Pasca mendapat kritikan dari pers dan kelompok masyarakat sipil, akhirnya DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng tanggal 29 Desember 2011 malam menetapkan sembilan Raperda menjadi Perda. Anehnya dari sembilan Raperda tersebut, hanya tiga Raperda yang dibahas secara intens oleh Badan Legislasi (Banleg). Sisanya hanya dibahas Pansus dalam hitungan jam sebelum penetapan malam itu.
Ketua Banleg Andi Parenrengi yang dihubungi via Ponsel menyatakan kesembilan Perda tersebut, tiga merupakan prakarsa (inisiatif) Deprov dan enam usulan pemerintah provinsi. Ketiga Raperda prakarsa Deprov adalah Raperda Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, Raperda Perlindungan Anak dan Raperda Program Legislasi Daerah atau Raperda Penyusunan Perda. Sedangkan keenam Raperda prakarsa pemerintah adalah Raperda Retribusi Jasa Umum, Raperda Retribusi Jasa Usaha, Retribusi Izin Tertentu, Raperda Traficking, Raperda Sumbangan Ketiga dan Raperda Penyertaan Modal.
Penetapan kesembilan Raperda menjadi Perda dalam satu malam terkesan aneh, karena sebelumnya tidak didahului tahapan pembahasan sebagaimana wajarnya. Deprov dan Pemprov terkesan hanya sekadar menjawab kritik masyarakat. Bisa jadi juga untuk memenuhi target realisasi anggaran dan program diakhir tahun. Dengan pembahasan sedemikian singkat, sangat wajar jika banyak pihak mempertanyakan kualitas Perda yang ditetapkan Deprov.
Kurang komprehensifnya pembahasan keenam Raperda prakarsa pemerintah di Deprov, secara implisit pernah diungkapkan Ketua Banleg Andi Parenrengi.
Andi Parenrengi, yang dikonfirmasi seputar ‘kemandulan’ Deprov memproduksi Perda mengatakan, sebenarnya ada lima Raperda Prakarsa (inisiatif) Deprov yang sudah masuk di Banleg. Selain itu, tahun 2011 telah dibahas tiga Raperda dan tinggal ditetapkan dalam paripurna menjadi Perda. Ketiga Raperda tersebut adalah Raperda Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, Raperda Perlindungan Anak dan Raperda Program Legislasi Daerah (Prolegda).
Selain soal jadwal lanjut Andi, sedikitnya produk legislasi Deprov juga dipengaruhi rendahnya prakarsa anggota Deprov dan pemerintah daerah mengusulkan Raperda. Sejauh ini tidak ada usulan dari eksekutif untuk pembahasan sebuah Raperda, kecuali Raperda RPJMD. Anehnya, jelang penutupan tahun, tiba-tiba muncul enam Raperda prakarsa pemerintah untuk ditetapkan.
Ketua Komisi I Sri Indraningsih Lalusu yang juga Pansus Raperda Penyertaan Modal dan Raperda Traficking saat dikonfirmasi mengakui hanya membutuhkan waktu empat jam untuk membahas kedua Raperda sebelum ditetapkan sebagai Perda. Malah menurut Sri, Pansus Raperda lainnya bekerja lebih cepat dari Pansusnya.
“Keenam Raperda tersebut dibahas disebelah (Biro Hukum. Red). Soal kajian, naskah akdemiknya, konsultasi ke kementerian dan masyarakat dan yang lain-lain termasuk anggarannya silahkan cek disana. Disini tidak ada anggarannya, sehingga hanya Raperda prakarsa dewan yang kita bahas. Sebagian dari Raperda usulan pemerintah merupakan usulan pada dewan periode lalu, seperti Raperda Traficking,” terang Sri.
Sri juga tidak mengetahui apakah penyusunan Raperda di Biro Hukum Setprov menyertakan pejabat perancang peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam penjelasannya yang dimaksud dengan “Perancang Peraturan Perundang-undangan“ adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas tanggung jawab, wewenang dan hak, secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan menyusun Rancangan Peraturan Perundang-undangan dan/atau instrumen hukum lainnya sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.
“Kami disini terima draf Raperda dan membahasnya lalu menetapkannya dalam paripurna. Naskah akademiknya ada atau tidak, siapa yang menyusun, saya tidak tahu. Pansus hanya menerima draf jadi dan membahas dengan menyempurnakan redaksionalnya, payung hukum, keterkaitan antar peraturan dan meyempurnakan pasal-pasal yang dirasakan kurang pas,” aku Sri. ***
Komentar
Posting Komentar