Rp47 M PAD Sulteng Menyimpang
Terjadi penyimpangan pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD) Sulteng sekira Rp47 miliar. Penyimpangan tersebut menjadi temuan BPK RI saat melakukan pemeriksaan pengelolaan PAD Sulteng pada Dinas Pendapatan Daerah.
“Dari cakupan pemeriksaan sebesar Rp562 miliar, BPK menemukan penyimpangan sekira Rp47 miliar atau sebesar 8,40 persen,” ungkap anggota Panitia Kerja (Panja) DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng untuk tindaklanjut temuan BPK, Zainal Daud, dalam rapat Panja Kamis (17/2). Berdasarkan temuan BPK, lanjut Zainal, penyimpangan Rp47 miliar diantaranya upah pungut pajak senilai Rp1.149.887.679 tidak masuk ke kas daerah sebesar Rp622.857.8921. Upah pungut pajak tersebut diberikan pada pejabat tertentu yang terkait dengan pengelolaan pajak, berdasarkan surat keputusan gubernur.
“Hanya Rp527.029.787 dari Rp 1 miliar lebih, yang masuk ke kas daerah. BPK meminta sisa uang tersebut dimasukkan ke kas daerah. Permasalahannya, uang tersebut telah habis dibagi, bagaimana mau dimasukkan ke kas daerah,” katanya. Bukan hanya itu, BPK juga menemukan penyimpangan sumbangan pihak ketiga sebesar Rp5,3 miliar.
Sumbangan tersebut tidak sesuai peraturan perundang-undangan. BPK merekomendasikan pada gubernur memberikan sanksi tegas pada Kadispenda, atas ketidakpatuhannya dalam pemungutan sumbangan pihak ketiga sebagaimana aturan perundang-undangan. “Ada juga bunga dan denda dana bergulir yang belum diterima sebesar Rp167,3 juta,” imbuh Zainal. Temuan lainnya, sekira Rp35,7 miliar retribusi daerah tidak disetor tepat waktu sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Masih menurut Zainal, ada 15.170 unit kendaraan bermotor yang belum mendaftar ulang ke Samsat, sehingga pendapatan daerah belum diterima sekira Rp5,13 miliar. Berdasarkan data dari Polda Sulteng lanjut Zainal, jumlah kendaraan bermotor di Sulteng mencapai 578.687 unit. Anehnya realisasi PKB hingga bulan Oktober baru mencapai 144.150 unit.
BPK merekomendasikan agar dibentuk tim intensifikasi untuk melakukan penagihan atas PKB yang belum mendaftar ulang dan belum lunas sebesar Rp7,72 miliar. Menjawab rekomendasi tersebut, Kadispenda Sulteng kepada Kepala Bawasda melalui surat Nomor 154.2/0184/Sekt tanggal 10 Februari 2009 menyatakan tidak perlu membentuk tim intensifikasi. Menurut Dispenda, Samsat merupakan unit kerja yang melibatkan Dispenda, kepolisian dan PT Jasa Raharja, sehingga setiap kegiatan telah terkoordinasi.
Bukan hanya itu, sekira Rp1,4 miliar PKB yang seharusnya masuk ke kas daerah, juga dipertanyakan keberadaannya oleh BPK. Dana sebesar itu kata Zainal, terdiri dari dispensasi PKB Rp688.908.850 dan kekurangan denda PKB dan Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) sebesar Rp754.878.593. Selain itu, BPK juga menemukan pemakaian nota pajak tidak sesuai prosedur dan merugikan keuangan daerah sebesar Rp178,98 juta.
Kadispenda Sutrisno Sembiring di depan Panja menjelaskan, upah pungut yang dipakai langsung tidak bertentangan dengan hukum. Saat itu aturan membolehkan pencairan, meski hanya berdasar bukti transfer dari bank. Upah pungut pajak pengelolaanya dilakukan pemerintah kabupaten/kota. Pemprov hanya menerima dana bagi hasil dari pajak tersebut, yakni pajak bumi dan bangunan (PBB) perkotaan dan pedesaan.
Selebihnya Sutrisno tidak mengomentari besaran uang yang diduga menyimpang, ia hanya meyakinkan Panja akan segera mengambil tindakan pada bawahannya sebagaimana rekomendasi BPK. “Kami sangat hati-hati dalam mengambil tindakan dan telah ada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang turun. Nanti semuanya akan kami laporkan dalam rapat-rapat berikutnya. Khusus PKB, Dispenda hanya mencatat yang sudah bayar pajak. Polda dalam hal pencatatan memang lebih maju dan ini yang akan kami koordinasikan, termasuk dengan Dispenda kabupaten/kota,” kata Kadispenda.TMU
“Dari cakupan pemeriksaan sebesar Rp562 miliar, BPK menemukan penyimpangan sekira Rp47 miliar atau sebesar 8,40 persen,” ungkap anggota Panitia Kerja (Panja) DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng untuk tindaklanjut temuan BPK, Zainal Daud, dalam rapat Panja Kamis (17/2). Berdasarkan temuan BPK, lanjut Zainal, penyimpangan Rp47 miliar diantaranya upah pungut pajak senilai Rp1.149.887.679 tidak masuk ke kas daerah sebesar Rp622.857.8921. Upah pungut pajak tersebut diberikan pada pejabat tertentu yang terkait dengan pengelolaan pajak, berdasarkan surat keputusan gubernur.
“Hanya Rp527.029.787 dari Rp 1 miliar lebih, yang masuk ke kas daerah. BPK meminta sisa uang tersebut dimasukkan ke kas daerah. Permasalahannya, uang tersebut telah habis dibagi, bagaimana mau dimasukkan ke kas daerah,” katanya. Bukan hanya itu, BPK juga menemukan penyimpangan sumbangan pihak ketiga sebesar Rp5,3 miliar.
Sumbangan tersebut tidak sesuai peraturan perundang-undangan. BPK merekomendasikan pada gubernur memberikan sanksi tegas pada Kadispenda, atas ketidakpatuhannya dalam pemungutan sumbangan pihak ketiga sebagaimana aturan perundang-undangan. “Ada juga bunga dan denda dana bergulir yang belum diterima sebesar Rp167,3 juta,” imbuh Zainal. Temuan lainnya, sekira Rp35,7 miliar retribusi daerah tidak disetor tepat waktu sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Masih menurut Zainal, ada 15.170 unit kendaraan bermotor yang belum mendaftar ulang ke Samsat, sehingga pendapatan daerah belum diterima sekira Rp5,13 miliar. Berdasarkan data dari Polda Sulteng lanjut Zainal, jumlah kendaraan bermotor di Sulteng mencapai 578.687 unit. Anehnya realisasi PKB hingga bulan Oktober baru mencapai 144.150 unit.
BPK merekomendasikan agar dibentuk tim intensifikasi untuk melakukan penagihan atas PKB yang belum mendaftar ulang dan belum lunas sebesar Rp7,72 miliar. Menjawab rekomendasi tersebut, Kadispenda Sulteng kepada Kepala Bawasda melalui surat Nomor 154.2/0184/Sekt tanggal 10 Februari 2009 menyatakan tidak perlu membentuk tim intensifikasi. Menurut Dispenda, Samsat merupakan unit kerja yang melibatkan Dispenda, kepolisian dan PT Jasa Raharja, sehingga setiap kegiatan telah terkoordinasi.
Bukan hanya itu, sekira Rp1,4 miliar PKB yang seharusnya masuk ke kas daerah, juga dipertanyakan keberadaannya oleh BPK. Dana sebesar itu kata Zainal, terdiri dari dispensasi PKB Rp688.908.850 dan kekurangan denda PKB dan Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) sebesar Rp754.878.593. Selain itu, BPK juga menemukan pemakaian nota pajak tidak sesuai prosedur dan merugikan keuangan daerah sebesar Rp178,98 juta.
Kadispenda Sutrisno Sembiring di depan Panja menjelaskan, upah pungut yang dipakai langsung tidak bertentangan dengan hukum. Saat itu aturan membolehkan pencairan, meski hanya berdasar bukti transfer dari bank. Upah pungut pajak pengelolaanya dilakukan pemerintah kabupaten/kota. Pemprov hanya menerima dana bagi hasil dari pajak tersebut, yakni pajak bumi dan bangunan (PBB) perkotaan dan pedesaan.
Selebihnya Sutrisno tidak mengomentari besaran uang yang diduga menyimpang, ia hanya meyakinkan Panja akan segera mengambil tindakan pada bawahannya sebagaimana rekomendasi BPK. “Kami sangat hati-hati dalam mengambil tindakan dan telah ada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang turun. Nanti semuanya akan kami laporkan dalam rapat-rapat berikutnya. Khusus PKB, Dispenda hanya mencatat yang sudah bayar pajak. Polda dalam hal pencatatan memang lebih maju dan ini yang akan kami koordinasikan, termasuk dengan Dispenda kabupaten/kota,” kata Kadispenda.TMU
Komentar
Posting Komentar