Pembangunan GW Dilanjutkan, Masalah Hukum ke Penyidik


Pantia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng untuk penelusuran pembongkaran gedung wanita (GW), akhirnya menyimpulkan kerjanya setelah sekira satu bulan bekerja. Pansus membuat dua catatan penting, yakni pembangunan dilanjutkan dan permasalahan hukum diberikan sepenuhnya pada aparat hukum.
Dua catatan penting tersebut sebenarnya telah lama terbaca, jika kerja Pansus diikuti secara runut. Nyaris tidak ada gebrakan baru dari penelusuran Pansus. Beberapa kali hearing dengan beberapa instansi, persoalan yang muncul selalu sama, yakni alasan pembongkaran. Pansus hanya berkutat pada persoalan administratif dan kebijakan pembongkaran GW. Hal yang sama juga disuarakan Deprov periode sebelumnya.
Namun ada hal yang menarik dari rapat terakhir Pansus. Anggota Pansus Yus Mangun, mengingatkan seputar kacaunya administrasi dan pelaksanaan tender GW. Diungkapkan Yus, hampir semua administrasi GW dibuat kemudian, untuk memuluskan administrasi setelah kasus tersebut mencuat ke publik melalui media.
“Soal GW ini awalnya ide saya ketika kunjungan Pak Jusuf Kalla. Saat itu Wapres memediasi rekonsiliasi konflik Poso. Sulteng tidak punya gedung yang representatif. Akhirnya pagar Siranindi dan Bappeda dijebol untuk menampung ribuan peserta dialog. Olehnya saya usulkan dalam penyelarasan APBD 2007 untuk dianggarkan pembuatan gedung yang representatif. Pilihannya GW direhab,” ulas Yus.
Dalam pertemuan yang dihadiri Ketua Deprov saat itu Murad U Nasir, Wakil Ketua Helmy D Yambas, Ketua Komisi III Muharram Nurdin, dirinya selaku Ketua Komisi I, Sekprov Gumyadi dan Karo Keuangan Endro Setiawan, akhirnya disepakati anggaran Rp3 miliar dari yang ia usulkan Rp7 miliar.
“Yang jadi masalah, belum keluar DKB, proyek sudah ditender. Padahal ini belum ada uangnya. Anehnya gedung juga dibongkar. Ini yang buat Pak Murad marah dan mempersoalkan pembongkaran GW,” beber Yus.
Setelah proyek bermasalah, barulah muncul surat-surat dan administrasi dibelakang hari. “Setahu saya tidak ada itu tinjauan teknis, keputusan penghapusan aset dan lain sebagainya. Ini muncul setelah dimuat di koran-koran. Saya menduga ini dibuat mundur agar tidak ada yang dipenjara. Kalau mau ditelusuri yang salah itu Nimrot (Mantan Pegawai Biro Perlum). Kenapa ditender kalau belum keluar DKB. Kalau mau jelas, panggil semua, Pak Murad, Helmy, Muharram, Pak Gumyadi, Endro dan Nimrot,” saran Yus.
Ditempat yang sama, Kadis PU Noer Mallo mengaku tidak tahu menahu pembentukan tim teknis yang merekomendasikan pembongkaran GW. Tim teknis yang dipimpin Kabag Pengadaan Abidin, di-SK-kan Sekprov Gumyadi. “Tim teknis itu bukan bentukan saya. Saya tidak tahu. Saya tahu setelah tim bekerja dan melaporkan pada saya. Secara birokrasi, tidak mungkin saya menolak SK Sekprov Gumyadi, apalah posisi seorang Noer Mallo. Karena tim rekomendasikan dibongkar, ya saya tandatangan mengetahui. Jangan sampai sudah ada tim turun, tidak dibongkar kemudian dipakai acara ada plafon yang jatuh atau yang lainnya dan orang celaka. Maka saya turut bersalah. Seandainya belum ada tim yang turun, saya tidak ambil pusing,” akunya seraya menyatakan SK tim teknis ungkap Noer Mallo, tertanggal 25 Januari 2007.
Terbitnya SK tersebut menurut anggota Pansus Busta Kamindang, menguatkan administrasi dibuat mundur. “Dalam APBD yang disahkan Desember jelas rehab. Kenapa ada tim teknis untuk pembongkaran,” katanya.
Berdasarkan catatan Mercusuar, selama hearing Pansus GW dengan Biro Perlengkapan Umum (Perlum) bersama Dinas PU, kontraktor dan konsultan perencana, diketahui ada perubahan desain dari satu lantai menjadi dua lantai dengan basemen sebagai tempat parkir. Hal itulah yang membuat GW dibongkar total, meski pada awalnya hanya direncanakan rehab.
Perubahan desain tersebut menurut Fahmi, konsultan perencana GW, merupakan hasil konsultasi dengan Gubernur HB Paliudju dan tim teknis. “Kami tidak tahu ada penghapusan aset dan seterusnya. Prinsipnya konsultan hanya bekerja by order. Kami ubah desain perencanaan awal atas perintah Bapak Gubernur (Paliudju), saat konsultasi bersama tim teknis. Saya katakan kami tidak mau kerja tanpa surat perintah kerja dan itu ada pada kami,” aku Fahmi saat hearing dengan Pansus.
Pansu melalui Brant juga mempertanyakan alas an pembongkaran dan penghapusan aset yang dinyatakan mendesak dan membahayakan kepentingan umum. Hingga terakhir rapat Pansus dengan Biro Perlum, pertanyaan itu belum terjawab dengan jelas.
Sebagaimana diketahui Rehab Gedung Wanita (GW) di Jalan Moh Yamin Palu yang total alokasi anggarannya sekira Rp10,9 miliar masih dalam tahap penyelidikan Kejati Sulteng. Namun dipastikan nama-nama calon tersangka telah dikantongi penyidik.
Hasil perhitungan volume pekerjaan tmenjadi temuan penyidik, akibat adanya perubahan fisik bangunan hingga rehab tak sesuai perencanaan awal. Temuan itu terdapat pada seluruh tahapan pada tiga tahun anggaran berbeda. Baik rehab tahap pertama tahun 2007 oleh PT Raymond yang alokasi anggarannya Rp2 miliar, tahap dua tahun 2009 oleh PTTri Jaya dengan alokasi anggaran Rp5 miliar maupun rehab terakhir tahun 2010 oleh PT Wijaya Karya Semesta yang alokasi anggaran Rp3,9 miliar. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu