Audit Pungutan Sekolah!
Terkait pungutan biaya masuk sekolah yang berlaku di sejumlah sekolah unggulan di Sulteng, beberapa anggota DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng mendesak pihak Inspektorat untuk melakukan audit.
Anggota Komisi III Deprov Sulteng, Suprapto Dg Situru menyatakan, pungutan-pungutan tersebut harus diaudit secara terbuka, sehingga ketahuan jika ada upaya pihak sekolah memanfaatkan penerimaan siswa baru sebagai ladang mencari keuntungan semata.
“Menteri Pendidikan jelas menyatakan tidak boleh ada pungutan. Ini malah pungutan dimana-mana. Perlu audit dari inspektorat atau BPKP, agar diketahui untuk apa sebenarnya pungutan itu dan apa dasar hukumnya. Ini penting karena selama ini dikeluhkan masyarakat dan kita tidak tahu digunakan untuk apa,” ujarnya.
Politikus PAN ini secara tegas menyatakan, jika pungutan itu terbukti melanggar ketentuan hukum dan undang-undang, harus segera dihentikan. “Jika melanggar hukum, pihak sekolah harus diproses,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi IV Deprov Sulteng, Moh Ilham Chandra Ilyas, menyatakan segera membawa keluhan masyarakat seputar pungutan di sekolah dalam rapat komisi. “Jika ditanya, saya maunya kita langsung hearing Dikda. Tapi mekanismenya tidak bisa begitu, kita harus bicarakan dulu di komisi kapan hearing bisa dilakukan,” ujar Chandra.
Menurutnya, masalah pendidikan mahal dan pungutan bagi siswa baru perlu ditindaklanjuti pemerintah daerah.
“Kalau provinsi dan kabupaten/kota konsisten terhadap ketentuan 20 persen APBD untuk pendidikan, saya kira tidak ada lagi istilah sekolah mahal. Apalagi APBN juga mengucurkan dana DAK, BOS dan block grant. Keluhan masyarakat ini harus kita tindaklanjuti untukmencari solusi yang tepat, bagaimana sekolah bisa terjangkau seluruh masyarakat,” katanya.
Sebelumnya, anggota Komisi IV lainnya Mustar Labolo sekolah mahal atau pungutan yang memberatkan tidak sesuai visi-misi Gubernur Longki Djanggola.
“Tidak boleh ada sekolah mahal. Seharusnya pihak sekolah mengomunikasikannya pada pemerintah dan DPR/DPRD, untuk mencari jalan keluar, agar kebutuhan pembiayaan sekolah terpenuhi, dan tidak ada lagi pungutan yang membebani dan merugikan rakyat. Pihak sekolah jangan seenaknya mencari keuntungan,” kata Mustar.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Banggai ini menambahkan, biaya dan pungutan sekolah mahal, seharusnya tidak menjadi kebanggaan bagi sekolah tersebut. Apalagi jika besarnya biaya tidak sebanding dengan prestasinya. “Faktanya pendidikan kita tidak pernah beranjak dari rangking 20 ke bawah,” ujar Mustar.
Mahalnya biaya pendidikan di Sulteng, menunjukkan instansi teknis terkiat, yakni Dinas Pendidikan Daerah tidak mampu mengemban kepentingan masyarakat. “Berarti jajaran pejabat di dinas itu tidak mampu menerjemahkan visi-misi pemerintah,” tegasnya.***
Anggota Komisi III Deprov Sulteng, Suprapto Dg Situru menyatakan, pungutan-pungutan tersebut harus diaudit secara terbuka, sehingga ketahuan jika ada upaya pihak sekolah memanfaatkan penerimaan siswa baru sebagai ladang mencari keuntungan semata.
“Menteri Pendidikan jelas menyatakan tidak boleh ada pungutan. Ini malah pungutan dimana-mana. Perlu audit dari inspektorat atau BPKP, agar diketahui untuk apa sebenarnya pungutan itu dan apa dasar hukumnya. Ini penting karena selama ini dikeluhkan masyarakat dan kita tidak tahu digunakan untuk apa,” ujarnya.
Politikus PAN ini secara tegas menyatakan, jika pungutan itu terbukti melanggar ketentuan hukum dan undang-undang, harus segera dihentikan. “Jika melanggar hukum, pihak sekolah harus diproses,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi IV Deprov Sulteng, Moh Ilham Chandra Ilyas, menyatakan segera membawa keluhan masyarakat seputar pungutan di sekolah dalam rapat komisi. “Jika ditanya, saya maunya kita langsung hearing Dikda. Tapi mekanismenya tidak bisa begitu, kita harus bicarakan dulu di komisi kapan hearing bisa dilakukan,” ujar Chandra.
Menurutnya, masalah pendidikan mahal dan pungutan bagi siswa baru perlu ditindaklanjuti pemerintah daerah.
“Kalau provinsi dan kabupaten/kota konsisten terhadap ketentuan 20 persen APBD untuk pendidikan, saya kira tidak ada lagi istilah sekolah mahal. Apalagi APBN juga mengucurkan dana DAK, BOS dan block grant. Keluhan masyarakat ini harus kita tindaklanjuti untukmencari solusi yang tepat, bagaimana sekolah bisa terjangkau seluruh masyarakat,” katanya.
Sebelumnya, anggota Komisi IV lainnya Mustar Labolo sekolah mahal atau pungutan yang memberatkan tidak sesuai visi-misi Gubernur Longki Djanggola.
“Tidak boleh ada sekolah mahal. Seharusnya pihak sekolah mengomunikasikannya pada pemerintah dan DPR/DPRD, untuk mencari jalan keluar, agar kebutuhan pembiayaan sekolah terpenuhi, dan tidak ada lagi pungutan yang membebani dan merugikan rakyat. Pihak sekolah jangan seenaknya mencari keuntungan,” kata Mustar.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Banggai ini menambahkan, biaya dan pungutan sekolah mahal, seharusnya tidak menjadi kebanggaan bagi sekolah tersebut. Apalagi jika besarnya biaya tidak sebanding dengan prestasinya. “Faktanya pendidikan kita tidak pernah beranjak dari rangking 20 ke bawah,” ujar Mustar.
Mahalnya biaya pendidikan di Sulteng, menunjukkan instansi teknis terkiat, yakni Dinas Pendidikan Daerah tidak mampu mengemban kepentingan masyarakat. “Berarti jajaran pejabat di dinas itu tidak mampu menerjemahkan visi-misi pemerintah,” tegasnya.***
Komentar
Posting Komentar