PR untuk Gubernur Sulteng
GUBERNUR Terpilih memiliki pekerjaan rumah (PR) yang cukup berat, untuk perubahan dan kemajuan Sulteng kedepan. Dibutuhkan kerja keras untuk menuntaskan permasalahan yang selama ini menjadi titik lemah Sulteng. Begitu pula dengan beberapa masalah yang belum tuntas pada masa pemerintahan sebelumnya.
Salah satu yang menjadi kelemahan Sulteng adalah infrastruktur jalan. Sampai saat ini jalan provinsi yang belum tembus mencapai 272,2 Km. Berdasarkan data laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur HB Paliudju diakhir masa jabatan, hingga tahun 2010 kondisi jalan yang terbilang baik baru mencapai 347,4 Km.Sementara jalan negara yang kondisinya baik, jauh lebih besar dari jalan provinsi, yaitu 970,94 Km.
Selain jalan yang belum tembus, kondisi infrastruktur jalan Sulteng juga banyak yang mengalami kerusakan.Untuk kategori rusak berat mencapai 207,81 Km dan kategori rusak 394,37 Km. Kondisi ini diperparah dengan kondisi jalan negara yang tidak jauh berbeda. Jalan Negara di Sulteng dalam kondisi rusak berat mencapai 259,18 Km dan rusak sepanjang 289,30 Km. Kondisi ini merupakan imbas rendahnya kemampuan keuangan daerah untuk infratruktur. Untuk itu perlu sumber dana lain seperti APBN dan LOAN untuk membiayai peningkatan infrastruktur jalan.
Untuk mengejar sumber pendapatan lain seperti ini dibutuhkan kemampuan lobi dari seorang gubernur baik ke pemerintah pusat maupun lembaga-lembaga donor. Infrastruktur jalan rusak atau tidak memadai, pada akhirnya mengganggu transportasi antar daerah dan distribusi ekonomi.
PR berikutnya adalah menurunkan angka kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja. Kondisi terakhir, angka kemiskinan Sulteng mencapai 18 persen atau 474.990 jiwa dan jumlah pengangguran di Sulteng mencapai 62.964 jiwa. Lapangan kerja yang ada tidak sebanding dengan angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk. Pengangguran lebih banyak didominasi out put pendidikan tinggi.
Angka kemiskinan Sulteng masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan target penurunan angka kemiskinan nasional 11,5 hingga 12,5 persen.
Pekerjaan rumah lainnya adalah menggenjot kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan. Masih banyak masyarakat yang belum memenuhi standar pendidikan dasar 9 tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, sekira 58 persen penduduk hanya berpendidikan SD.
Berdasarkan data BPS Provinsi Sulteng menyebutkan bahwa, penduduk Sulteng yang berumur 10 tahun atau lebih yang mampu membaca dan menulis mencapai angka 96,25 persen. Kota Palu dan Kabupaten Buol mempunyai angka melek huruf tertinggi masing-masing sebesar 98,75 dan 97,85 persen.
Penduduk Sulteng yang berumur 10 tahun ke atas dengan status tidak atau belum pernah sekolah tahun 2009 sebesar 3,49 persen, angka tertinggi terdapat di Kabupaten Tolitoli yaitu 5,88 persen, sebaliknya angka terendah di Kota Palu yaitu sebesar 0,75 persen.
Sementara untuk penduduk yang masih sekolah di Sulteng sebesar 19,29 persen, dengan angka tertinggi adalah Kota Palu sebesar 25,75 persen dan terendah Kabupaten Morowali sebesar 16,75 persen, sementara kabupaten lainnya mempunyai perbedaan yang tidak begitu mencolok.
Pendidikan yang ditamatkan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kualitas penduduk.
Hasil survei BPS Sulteng juga mencatat bahwa penduduk Sulteng berumur 10 tahun ke atas masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah, di mana 58,35 persen penduduk Sulteng hanya menamatkan pendidikan sampai tingkat SD atau lebih rendah. Sekitar 21,81 persen diantaranya tidak atau belum tamat SD dan 3,49 persen yang tidak atau belum pernah sekolah. Sementara yang berpendidikan lebih tinggi dari SLTA hanya sebesar 5,32 persen. Hal ini menggambarkan bahwa kualitas SDM masih relatif rendah.
Tingkat perekonomian yang belum maju, sarana dan prasarana pendidikan yang masih jauh dari jangkauan masyarakat, serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk menempuh tingkat pendidikan yang lebih tinggi merupakan beberapa kendala yang menghambat majunya tingkat pendidikan di Sulteng.
Masalah lainnya, temuan BPK RI dan beberapa rekomendasi DPRD Provinsi Sulteng yang belum jelas tindaklanjutnya seperti dugaan penyimpangan PAD Rp47 miliar, penyaluran dana bagi hasil (DBH) untuk kabupaten/kota Rp35 miliar, aliran dana Bank Sulteng Rp18 miliar dan proyek Gedung Wanita.***
Salah satu yang menjadi kelemahan Sulteng adalah infrastruktur jalan. Sampai saat ini jalan provinsi yang belum tembus mencapai 272,2 Km. Berdasarkan data laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur HB Paliudju diakhir masa jabatan, hingga tahun 2010 kondisi jalan yang terbilang baik baru mencapai 347,4 Km.Sementara jalan negara yang kondisinya baik, jauh lebih besar dari jalan provinsi, yaitu 970,94 Km.
Selain jalan yang belum tembus, kondisi infrastruktur jalan Sulteng juga banyak yang mengalami kerusakan.Untuk kategori rusak berat mencapai 207,81 Km dan kategori rusak 394,37 Km. Kondisi ini diperparah dengan kondisi jalan negara yang tidak jauh berbeda. Jalan Negara di Sulteng dalam kondisi rusak berat mencapai 259,18 Km dan rusak sepanjang 289,30 Km. Kondisi ini merupakan imbas rendahnya kemampuan keuangan daerah untuk infratruktur. Untuk itu perlu sumber dana lain seperti APBN dan LOAN untuk membiayai peningkatan infrastruktur jalan.
Untuk mengejar sumber pendapatan lain seperti ini dibutuhkan kemampuan lobi dari seorang gubernur baik ke pemerintah pusat maupun lembaga-lembaga donor. Infrastruktur jalan rusak atau tidak memadai, pada akhirnya mengganggu transportasi antar daerah dan distribusi ekonomi.
PR berikutnya adalah menurunkan angka kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja. Kondisi terakhir, angka kemiskinan Sulteng mencapai 18 persen atau 474.990 jiwa dan jumlah pengangguran di Sulteng mencapai 62.964 jiwa. Lapangan kerja yang ada tidak sebanding dengan angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk. Pengangguran lebih banyak didominasi out put pendidikan tinggi.
Angka kemiskinan Sulteng masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan target penurunan angka kemiskinan nasional 11,5 hingga 12,5 persen.
Pekerjaan rumah lainnya adalah menggenjot kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan. Masih banyak masyarakat yang belum memenuhi standar pendidikan dasar 9 tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, sekira 58 persen penduduk hanya berpendidikan SD.
Berdasarkan data BPS Provinsi Sulteng menyebutkan bahwa, penduduk Sulteng yang berumur 10 tahun atau lebih yang mampu membaca dan menulis mencapai angka 96,25 persen. Kota Palu dan Kabupaten Buol mempunyai angka melek huruf tertinggi masing-masing sebesar 98,75 dan 97,85 persen.
Penduduk Sulteng yang berumur 10 tahun ke atas dengan status tidak atau belum pernah sekolah tahun 2009 sebesar 3,49 persen, angka tertinggi terdapat di Kabupaten Tolitoli yaitu 5,88 persen, sebaliknya angka terendah di Kota Palu yaitu sebesar 0,75 persen.
Sementara untuk penduduk yang masih sekolah di Sulteng sebesar 19,29 persen, dengan angka tertinggi adalah Kota Palu sebesar 25,75 persen dan terendah Kabupaten Morowali sebesar 16,75 persen, sementara kabupaten lainnya mempunyai perbedaan yang tidak begitu mencolok.
Pendidikan yang ditamatkan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kualitas penduduk.
Hasil survei BPS Sulteng juga mencatat bahwa penduduk Sulteng berumur 10 tahun ke atas masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah, di mana 58,35 persen penduduk Sulteng hanya menamatkan pendidikan sampai tingkat SD atau lebih rendah. Sekitar 21,81 persen diantaranya tidak atau belum tamat SD dan 3,49 persen yang tidak atau belum pernah sekolah. Sementara yang berpendidikan lebih tinggi dari SLTA hanya sebesar 5,32 persen. Hal ini menggambarkan bahwa kualitas SDM masih relatif rendah.
Tingkat perekonomian yang belum maju, sarana dan prasarana pendidikan yang masih jauh dari jangkauan masyarakat, serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk menempuh tingkat pendidikan yang lebih tinggi merupakan beberapa kendala yang menghambat majunya tingkat pendidikan di Sulteng.
Masalah lainnya, temuan BPK RI dan beberapa rekomendasi DPRD Provinsi Sulteng yang belum jelas tindaklanjutnya seperti dugaan penyimpangan PAD Rp47 miliar, penyaluran dana bagi hasil (DBH) untuk kabupaten/kota Rp35 miliar, aliran dana Bank Sulteng Rp18 miliar dan proyek Gedung Wanita.***
Komentar
Posting Komentar