DBH Ngadat, Terindikasi Pelanggaran Hukum
PALU, MERCUSUAR-Dana bagi hasil (DBH) pajak daerah untuk kabupaten/kota yang belum cair, mengindikasikan pelanggaran hukum. Dugaan itu diungkapkan Direktur Lembaga Informasi dan Pengawasan Keuangan Daerah (Lipkada) Sulteng, Andi Ridwan Adam.
Dikatakan Andi, standar akuntansi keuangan Negara mengatur uang yang dikelola pemerintah tutup buku pada akhir tahun anggaran. Secara adiminstratif, tiap tahun ditutup pada tanggal 27 Desember tahun berjalan.
“Pada akhir tahun anggaran, hanya Silpa yang ada di kas daerah. DBH seharusnya sudah ditransfer secara keseluruhan. Jika dalam perhitungan selanjutnya ada tambahan DBH, itu akan disalurkan awal tahun setelahnya dan dikutakan dengan SK Gubernur. Artinya, patut diduga uang DBH tidak ada di rekening Pemprov dan kas daerah, pada akhir tahun anggaran,” analisis Andi, ditemui di DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, kemarin (26/1).
Jika dugaan itu benar lanjut Andi, maka pengalihan uang DBH ke rekening selain rekening Pemprov, merupakan pelanggaran hukum dan bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
“Jika uang itu ada di rekening selain rekening atasnama Pemprov, maka jasa gironya tidak bisa diklaim sebagai pendapatan daerah. Pertanyaannya, kemana jasa giro itu? Siapa yang menikmati dan di rekening siapa?” tanya mantan Ketua Senat Mahasiswa Untad itu.
Anehnya tegas Andi, hampir setiap tahun keterlambatan pengucuran DBH selalu dikeluhkan Pemkab/kota. Untuk itu perlu dilakukan penelusuran lebihjauh, pola pengelolaan uang DBH yang ditangani Pemprov. “Perlu penelusuran secara hukum, agar masalah ini jelas. Jangan sampai kasus ini sama dengan kasus Gayus,” tekan Andi. TMU
Dikatakan Andi, standar akuntansi keuangan Negara mengatur uang yang dikelola pemerintah tutup buku pada akhir tahun anggaran. Secara adiminstratif, tiap tahun ditutup pada tanggal 27 Desember tahun berjalan.
“Pada akhir tahun anggaran, hanya Silpa yang ada di kas daerah. DBH seharusnya sudah ditransfer secara keseluruhan. Jika dalam perhitungan selanjutnya ada tambahan DBH, itu akan disalurkan awal tahun setelahnya dan dikutakan dengan SK Gubernur. Artinya, patut diduga uang DBH tidak ada di rekening Pemprov dan kas daerah, pada akhir tahun anggaran,” analisis Andi, ditemui di DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, kemarin (26/1).
Jika dugaan itu benar lanjut Andi, maka pengalihan uang DBH ke rekening selain rekening Pemprov, merupakan pelanggaran hukum dan bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
“Jika uang itu ada di rekening selain rekening atasnama Pemprov, maka jasa gironya tidak bisa diklaim sebagai pendapatan daerah. Pertanyaannya, kemana jasa giro itu? Siapa yang menikmati dan di rekening siapa?” tanya mantan Ketua Senat Mahasiswa Untad itu.
Anehnya tegas Andi, hampir setiap tahun keterlambatan pengucuran DBH selalu dikeluhkan Pemkab/kota. Untuk itu perlu dilakukan penelusuran lebihjauh, pola pengelolaan uang DBH yang ditangani Pemprov. “Perlu penelusuran secara hukum, agar masalah ini jelas. Jangan sampai kasus ini sama dengan kasus Gayus,” tekan Andi. TMU
Komentar
Posting Komentar