47 Tahun Sulteng, Tiga Ribu Anak Terlantar
TIGA tahun terakhir, masyarakat Sulteng tidak asing dengan pemandangan anak-anak usia sekolah yang meminta-minta di perempatan lampu merah. Pemandangan itu paling banyak dijumpai di kota Palu. Sepintas terlihat ada kecenderungan peningkatan anak-anak peminta-minta tersebut.
Asumsi peningkatan anak-anak terlantar tersebut, sepertinya dibenarkan oleh data yang dimiliki pemerintah. Memasuki usia ke-47 Sulteng, anak-anak terlantar yang berhasil didata pemerintah mencapai 3.200 jiwa. Jumlah tersebut terbagi dalam dua kategori, diberdayakan panti sebesar 2.700 jiwa dan non panti 500 jiwa pada akhir tahun 2010.
Berdasarkan data yang disodorkan mantan gubernur HB Paliudju dalam laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) akhir masa jabatan, kurun 2006-2010 jumlah anak terlantar fluktuatif berkisar antara 2.600 hingga 3.700. Kondisi ini seperti puncak gunung es, dimana jumlah anak terlantar sebenarnya lebih besar. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang berhasil didata pemerintah. Tidak menutup kemungkinan masih ada anak terlantar yang belum terdata.
Mengacu pada ketentuan UUD 1945, anak-anak terlantar merupakan tanggungjawab Negara untuk memeliharanya. Negara melalui pemerintah berkewajiban untuk memberdayakan mereka, mendidik dan mengentaskannya sehingga dapat hidup layak sebagaimana anak-anak lainnya. Hak-hak yang melekat pada anak-anak tersebut dapat dilaksanakan laiknya anak-anak bangsa yang lain.
Selain anak terlantar, pemerintah juga memiliki tanggungjawab terhadap orangtua jompo (Lansia). Berdasarkan data LKPj, kecenderungannya terjadi penurunan jumlah Lansia. Hingga akhir 2010, jumlah Lansia yang berhasil didata pemerintah mencapai 96 jiwa yang berada di panti dan 330 untuk non panti.
Masih besarnya jumlah anak-anak terlantar dan Lansia menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah dan lembaga masyarakat menaruh perhatian pada kelompok masyarakat yang menyandang kerawanan sosial.***
Asumsi peningkatan anak-anak terlantar tersebut, sepertinya dibenarkan oleh data yang dimiliki pemerintah. Memasuki usia ke-47 Sulteng, anak-anak terlantar yang berhasil didata pemerintah mencapai 3.200 jiwa. Jumlah tersebut terbagi dalam dua kategori, diberdayakan panti sebesar 2.700 jiwa dan non panti 500 jiwa pada akhir tahun 2010.
Berdasarkan data yang disodorkan mantan gubernur HB Paliudju dalam laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) akhir masa jabatan, kurun 2006-2010 jumlah anak terlantar fluktuatif berkisar antara 2.600 hingga 3.700. Kondisi ini seperti puncak gunung es, dimana jumlah anak terlantar sebenarnya lebih besar. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang berhasil didata pemerintah. Tidak menutup kemungkinan masih ada anak terlantar yang belum terdata.
Mengacu pada ketentuan UUD 1945, anak-anak terlantar merupakan tanggungjawab Negara untuk memeliharanya. Negara melalui pemerintah berkewajiban untuk memberdayakan mereka, mendidik dan mengentaskannya sehingga dapat hidup layak sebagaimana anak-anak lainnya. Hak-hak yang melekat pada anak-anak tersebut dapat dilaksanakan laiknya anak-anak bangsa yang lain.
Selain anak terlantar, pemerintah juga memiliki tanggungjawab terhadap orangtua jompo (Lansia). Berdasarkan data LKPj, kecenderungannya terjadi penurunan jumlah Lansia. Hingga akhir 2010, jumlah Lansia yang berhasil didata pemerintah mencapai 96 jiwa yang berada di panti dan 330 untuk non panti.
Masih besarnya jumlah anak-anak terlantar dan Lansia menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah dan lembaga masyarakat menaruh perhatian pada kelompok masyarakat yang menyandang kerawanan sosial.***
Komentar
Posting Komentar