Pajak ‘Rakyat Kecil’ Kalahkan Kontribusi BUMD
Tujuan pendirian badan usaha milik daerah (BUMD) sebagai salahsatu ujung tombak sumber pendapatan asli daerah (PAD) di Sulteng, belum sepenuhnya terwujud. Alih-alih menyumbangkan pendapatan untuk mengatrol tingkat kesejahteraan masyarakat, malah salahsatu BUMD dua bulan terakhir kewalahan membayar upah karyawannya.
PT Bank Sulteng dan Perusahaan Daerah (PD) Sulteng, dua BUMD milik Pemprov Sulteng, tidak mampu memberikan kontribusi pendapatan signifikan. Jika diutak-atik dari sisi bisnis, penerimaan daerah dari dua BUMD ini relatif kecil dibandingkan pendapatan daerah lain, dimana saham pemerintah nol persen. Atau bahasa sederhanya pemerintah ‘rugi’ memberikan kucuran modal setiap tahun untuk kedua BUMD tersebut. Sebutlah penerimaan yang disumbangkan ‘rakyat kecil’ dari pajak kendaraan bermotor. Sumbangan rakyat terhadap PAD, melalui pajak kendaraan bermotor jelas melampaui pendapatan yang disetor kedua BUMD tersebut.
Hingga tahun 2009, anggaran penyertaan modal yang dikucurkan untuk PT Bank Sulteng mencapai Rp61,4 miliar dan PD Sulteng Rp8,3 miliar. Penerimaan PT Bank Sulteng tahun 2010 ini cukup besar dan mencapai Rp12,7 miliar. Namun demikian, penerimaan ini tidak lantas bisa dinikmati rakyat melalui program pembangunan yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, penerimaan itu diserahkan kembali ke PT Bank Sulteng untuk tambahan modal.
PD Sulteng, penerimaan yang disetor ke pemerintah lebih kecil lagi. Memasuki triwulan II TA 2010, penerimaan baru mencapai Rp86,3 juta. Malah dua bulan terakhir, PD Sulteng kewalahan membayar upah karyawannya. Kondisi PD Sulteng itu, tak pelak mendapat kritik dari anggota Komisi II DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, As’ad Lawawi. As’ad menyarankan perlunya optimalisasi kinerja di jajaran manajemen PD Sulteng.
“Gaji itu hak setiap karyawan dan harus dibayarkan. Jika PD Sulteng tidak lagi mampu membayar gaji karyawan, berarti anggaran penyertaan modal dari pemerintah tidak terkelola dengan baik,” kata As’ad belum lama ini.
Modal yang dikucurkan pemerintah setiap tahun, tidak mampu diputar dan dioperasikan sehingga mendatangkan keuntungan dan dapat membiayai operasional perusahaan. “Jika modal itu berhasil dikelola, bukan saja keuntungan bagi daerah. Tapi juga mampu membiayai operasional perusahaan, tanpa berharap kucuran modal lagi,” ujarnya.
Atas kondisi PD Sulteng yang tidak lagi mampu membayar gaji karyawannya, As’ad mendesak pemerintah segera melakukan evaluasi manajemen PD Sulteng. “PD Sulteng merupakan salah satu yang diharapkan mampu menyumbang pendapatan daerah (PAD).Jika kondisinya tidak mampu membayar gaji karyawan, bagaimana bisa meraup untung. Ini yang menurut saya perlu dievaluasi dan dibenahi,” sarannya.
Sebagai perbandingan, pajak kendaraan bermotor pada triwulan II tahun 2010 telah mencapai Rp45,2 miliar. Angka ini menembus 50 persen dari total pendapatan pajak kendaraan bermotor pada tahun 2009, yang mencapai Rp80 miliar.
Pendapatan yang sedikit lebih tinggi, masih juga disumbangkan oleh kendaraan bermotor, yakni bea balik nama kendaraan bermotor. Lima tahun terakhir, rata-rata peningkatannya mencapai 33,7 persen dan memberikan kontribusi pendapatan 36,9 persen pajak daerah.
Tahun 2009, kontribusi bea balik nama kendaraan bermotor mencapai Rp81 miliar. Memasuki triwulan II tahun 2010, bea balik nama kendaraan bermotor tembus Rp63,5 miliar.***
REALISASI PENERIMAAN BUMD 2006-2010
(Disertai Penyertaan Modal Pemerintah)
BUMD 2006 2007 2008 2009 2010
PT Bank Sulteng Rp1,3 miliar Rp3,8 miliar Rp4,1 miliar Rp6,9 miliar Rp12,7 miliar
PD Sulteng Rp26,5 juta Rp103,9 juta - Rp585,6 juta Rp83,3 juta
REALISASI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR 2006-2010
(Tanpa Penyertaan Modal Pemerintah)
Pajak Kendaraan Bermotor 2006 2007 2008 2009 2010*
1. Pajak Kendaraan Bermotor Rp47,2 miliar Rp55,2miliar Rp52,8 miliar Rp80 miliar Rp45,2 miliar
2. Pajak Kendaraan Bermotor di atas Air Rp53,7 juta Rp51,1 juta Rp35,5 juta Rp43,8 juta Rp22,9 juta
3. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Rp42,4 miliar Rp61,2 miliar Rp83,8 miliar Rp81 miliar Rp63,5 miliar
4. Bea Balik Nama Kendaraan atas Air Rp5,4 juta Rp11,6 juta Rp19,2 juta Rp9,2 juta Rp4,06 juta
5. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Rp45,2 miliar Rp50,8 miliar Rp56,2 miliar Rp61,8 miliar Rp30 miliar
Sumber: Diolah dari LKPJ Gubernur 2010
PT Bank Sulteng dan Perusahaan Daerah (PD) Sulteng, dua BUMD milik Pemprov Sulteng, tidak mampu memberikan kontribusi pendapatan signifikan. Jika diutak-atik dari sisi bisnis, penerimaan daerah dari dua BUMD ini relatif kecil dibandingkan pendapatan daerah lain, dimana saham pemerintah nol persen. Atau bahasa sederhanya pemerintah ‘rugi’ memberikan kucuran modal setiap tahun untuk kedua BUMD tersebut. Sebutlah penerimaan yang disumbangkan ‘rakyat kecil’ dari pajak kendaraan bermotor. Sumbangan rakyat terhadap PAD, melalui pajak kendaraan bermotor jelas melampaui pendapatan yang disetor kedua BUMD tersebut.
Hingga tahun 2009, anggaran penyertaan modal yang dikucurkan untuk PT Bank Sulteng mencapai Rp61,4 miliar dan PD Sulteng Rp8,3 miliar. Penerimaan PT Bank Sulteng tahun 2010 ini cukup besar dan mencapai Rp12,7 miliar. Namun demikian, penerimaan ini tidak lantas bisa dinikmati rakyat melalui program pembangunan yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, penerimaan itu diserahkan kembali ke PT Bank Sulteng untuk tambahan modal.
PD Sulteng, penerimaan yang disetor ke pemerintah lebih kecil lagi. Memasuki triwulan II TA 2010, penerimaan baru mencapai Rp86,3 juta. Malah dua bulan terakhir, PD Sulteng kewalahan membayar upah karyawannya. Kondisi PD Sulteng itu, tak pelak mendapat kritik dari anggota Komisi II DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, As’ad Lawawi. As’ad menyarankan perlunya optimalisasi kinerja di jajaran manajemen PD Sulteng.
“Gaji itu hak setiap karyawan dan harus dibayarkan. Jika PD Sulteng tidak lagi mampu membayar gaji karyawan, berarti anggaran penyertaan modal dari pemerintah tidak terkelola dengan baik,” kata As’ad belum lama ini.
Modal yang dikucurkan pemerintah setiap tahun, tidak mampu diputar dan dioperasikan sehingga mendatangkan keuntungan dan dapat membiayai operasional perusahaan. “Jika modal itu berhasil dikelola, bukan saja keuntungan bagi daerah. Tapi juga mampu membiayai operasional perusahaan, tanpa berharap kucuran modal lagi,” ujarnya.
Atas kondisi PD Sulteng yang tidak lagi mampu membayar gaji karyawannya, As’ad mendesak pemerintah segera melakukan evaluasi manajemen PD Sulteng. “PD Sulteng merupakan salah satu yang diharapkan mampu menyumbang pendapatan daerah (PAD).Jika kondisinya tidak mampu membayar gaji karyawan, bagaimana bisa meraup untung. Ini yang menurut saya perlu dievaluasi dan dibenahi,” sarannya.
Sebagai perbandingan, pajak kendaraan bermotor pada triwulan II tahun 2010 telah mencapai Rp45,2 miliar. Angka ini menembus 50 persen dari total pendapatan pajak kendaraan bermotor pada tahun 2009, yang mencapai Rp80 miliar.
Pendapatan yang sedikit lebih tinggi, masih juga disumbangkan oleh kendaraan bermotor, yakni bea balik nama kendaraan bermotor. Lima tahun terakhir, rata-rata peningkatannya mencapai 33,7 persen dan memberikan kontribusi pendapatan 36,9 persen pajak daerah.
Tahun 2009, kontribusi bea balik nama kendaraan bermotor mencapai Rp81 miliar. Memasuki triwulan II tahun 2010, bea balik nama kendaraan bermotor tembus Rp63,5 miliar.***
REALISASI PENERIMAAN BUMD 2006-2010
(Disertai Penyertaan Modal Pemerintah)
BUMD 2006 2007 2008 2009 2010
PT Bank Sulteng Rp1,3 miliar Rp3,8 miliar Rp4,1 miliar Rp6,9 miliar Rp12,7 miliar
PD Sulteng Rp26,5 juta Rp103,9 juta - Rp585,6 juta Rp83,3 juta
REALISASI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR 2006-2010
(Tanpa Penyertaan Modal Pemerintah)
Pajak Kendaraan Bermotor 2006 2007 2008 2009 2010*
1. Pajak Kendaraan Bermotor Rp47,2 miliar Rp55,2miliar Rp52,8 miliar Rp80 miliar Rp45,2 miliar
2. Pajak Kendaraan Bermotor di atas Air Rp53,7 juta Rp51,1 juta Rp35,5 juta Rp43,8 juta Rp22,9 juta
3. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Rp42,4 miliar Rp61,2 miliar Rp83,8 miliar Rp81 miliar Rp63,5 miliar
4. Bea Balik Nama Kendaraan atas Air Rp5,4 juta Rp11,6 juta Rp19,2 juta Rp9,2 juta Rp4,06 juta
5. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Rp45,2 miliar Rp50,8 miliar Rp56,2 miliar Rp61,8 miliar Rp30 miliar
Sumber: Diolah dari LKPJ Gubernur 2010
Komentar
Posting Komentar