Anggota Deprov: LHP Itu Alat Bukti Awal

PALU, MERCUSUAR – Desakan agar kejaksaan dan kepolisian daerah ini ‘menghormati’ dugaan temuan penyimpangan atau keuangan tidak bisa dipertanggungjawabkan di beberapa kabupaten, mulai disuarakan ‘penghuni’ rumah rakyat.
Anggota Komisi I DPRD Provinsi (Deprov), Huisman Brant Toripalu, mendukung jika kepolisian atau kejaksaan melakukan penelusuran temuan Badan Pemeriksa (BPK) atas laporan keuangan pemkab/kota dan Pemprov. “BPK merupakan lembaga negara yang memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Sebagai satu-satunya lembaga negara yang berwenang memeriksa keuangan negara/daerah, hasil pemeriksaan BPK memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti permulaan, untuk melakukan penelusuran dugaan penyimpangan keuangan negara/daerah. Kepolisian atau kejaksaan bisa menggunakan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK untuk memulai penyelidikan atau penyidikan,” ujar Brant via ponsel, Senin (31/5).
Kepolisian dan kejaksaan, lanjut Brant, tidak boleh menunggu kelengkapan bukti temuan BPK yang mengindikasikan penyimpangan keuangan. “BPK hanya memeriksa dan menghitung kerugian keuangan atau dugaan penyimpangan. Selebihnya menjadi tugas kepolisian atau kejaksaan untuk melengkapi bukti-buktinya. Itu salah satu tugas mereka dalam penyelidikan. Pintu masuknya, ya LHP tadi,” kata politisi PDIP itu.
Diberitakan sebelumnya, hampir saban tahun, BPK membeberkan temuan yang bersifat dugaan penyimpangan keuangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se- Sulteng. Namun tindaklanjut dari temuan tersebut tidak kelihatan, utamanya yang bersifat pidana.
Belajar dari kasus Century, seharusnya kejaksaan dan kepolisian bisa mengambil langkah maju, menelusuri semua temuan BPK tersebut. Kasus Century terkuak, dari laporan hasil pemeriksaan BPK.
Temuan BPK sebenarnya merupakan entry point bagi penyidik Kepolisian dan Kejaksaan untuk melakukan pendalaman secara hukum, untuk menetapkan apakah temuan BPK sebagai pelanggaran administratif semata atau pelanggaran pidana. Apalagi untuk penanganan hukum, BPK telah menjalin kerjasama dengan Kejaksaan (25 Juli 2007) dan Kepolisian (21 November 2008). Kedua instansi ini sebagaimana kesepakatan (MoU) berkewajiban menindaklanjuti temuan BPK yang terindikasi melanggar ketentuan hukum (korupsi). Namun demikian, belum semua temuan BPK ditindaklanjuti Kejaksaan dan Kepolisian.
Menarik untuk ditelusuri lebih lanjut oleh Kejaksaan dan Kepolisian, temuan BPK pada tiga kabupaten yang dinyatakan disclaimer laporan keuangan TA 2009.
Beberapa temuan BPK yang dimaksud diantaranya temuan dalam LHP Kabupaten Morowali dengan total Rp50,09 Miliar (M) atau 4,70 persen dari cakupan pemeriksaan. BPK juga menyatakan tindaklanjut hasil pemeriksaan (TLHP) sejak 2005 hingga 2008, menunjukkan 79 temuan dengan 174 rekomendasi BPK, telah ditindaklanjuti namun belum sesuai rekomendasi sebanyak 66 rekomendasi dan 91 rekomendasi belum ditindaklanjuti.
Untuk Kabupaten Buol temuan dalam LHP sebesar Rp106,92 M atau 6,87 persen dari cakupan pemeriksaan. Tahun sebelumnya, BPK juga menyatakan opini disclaimer untuk Kabupaten Buol, dengan temuan Rp48,37 M. Pemkab Buol tidak menyajikan adanya panjar. Namun, cash opname BUD menunjukkan adanya panjar sebesar Rp7.755.575.990,00 untuk panjar tahun 2007 dan Rp22.223.251.369,00 untuk panjar tahun 2008. Hal ini tidak dilaporkan dalam laporan keuangan sehingga BPK RI tidak dapat meyakini kewajaran penyajian akun kas.
BPK juga memberikan opini disclaimer untuk laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Tolitoli TA 2009. Menurut Kepala BPK Perwakilan Sulteng Dadang Gunawan, penilaian disclaimer tersebut berdasarkan jumlah temuan dalam laporan keuangan Kabupaten Tolitoli sebesar Rp46,48 M atau 6,66 persen dari cakupan pemeriksaan atas laporan keuangan Pemkab Tolitoli.
Selain itu, Dadang menyebutkan, utang sebesar Rp30,90 M tidak didukung bukti yang lengkap dan tidak terdapat penyajian dalam sisi aset.
Selanjutnya, Pemkab Tolitoli belum melakukan pembayaran utang yang telah jatuh tempo sebesar Rp2,32 miliar, belanja penunjang operasional (BPO) dan tunjangan komunikasi intensif (TKI) pimpinan dan anggota Dekab Tolitoli periode 2004-2009 sebesar Rp237,30 juta belum dikembalikan ke Kas Daerah, serta pembayaran atas kegiatan penilaian aset tetap dilakukan sebelum pekerjaan selesai sebesar Rp645,50 juta. TMU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu