Air Minum Palu Tercemar Merkuri
PALU, MERCUSUAR - Air PDAM sebagai sumber air bersih masyarakat kota Palu ternyata benar telah tercemar merkuri (Hg). Pencemaran air tersebut telah jauh dari ambang batas yang diperbolehkan, yakni 0,001 part per million (ppm) untuk air minum.
Demikian kata Ketua Tim Peneliti Asosiasi Pertambagan Emas Rakyat Indonesia (Asperi) Sulteng, Prof Dr Mappiratu MS pada diskusi pertambangan di Baruga Deprov, Sabtu (22/5/2010).
Bahkan, Prof Mappiratu mengatakan, sampel air yang diambil dari bak terbuka PDAM yang ada di Poboya, mengandung merkuri hingga 0,005 ppm. “Kami mengambil sampel air di bak terbuka yang kotor dan bersih. Setelah dianalisis di laboratorium, untuk bak kotor mengandung merkuri dengan konsentrasi 0,005 ppm dan air yang bersih 0,004 ppm. Standar air minum maksimal mengandung Merkuri 0,001 ppm. Hasil analisis ini menunjukkan ada potensi pencemaran,” terang Mappiratu.
Hasil lain yang juga patut diperhatikan masyarakat adalah tingkat pencemaran yang cukup tinggi pada sungai Poboya dari hulu ke hilir (sekitar Talise). Penelitian terhadap air dan sedimen sungai Poboya menunjukkan pencemaran merkuri berkisar antara 0,005 hingga 0,580 ppm. Untuk air di bagian hilir, kandungan merkuri mencapai 0,005 ppm dan pada sedimen mencapai 0,004 ppm.
Lalu, bagaimana dengan masyarakat sekitar bantaran sungai yang mengonsumsi air tanah melalui sumur suntik, sumur pompa dan sumur tanah? Diungkapkan Mappiratu, ada potensi pencemaran pada air tersebut, meski perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
“Kami belum berani pastikan tingginya kandungan merkuri di bagian hilir, dipengaruhi langsung kegiatan tambang di Poboya. Bisa juga diakibatkan sampah domestik rumah tangga, dari limbah kosmetik yang dibuang. Seperti kita ketahui ada beberapa kosmetik yang mengandung merkuri,” urainya.
Apa bahayanya jika mengonsumsi air yang tercemar merkuri? Dipaparkan peneliti senior Untad itu, Merkuri tidak bereaksi secepat arsenic (As) atau asam sianida (HCn), yang langsung mematikan. Proses Merkuri sangat panjang dan berbahaya saat terakumulasi dalam jumlah banyak. “Jika konsentrasinya cukup tinggi bisa langsung mematikan. Untuk akumulasi jangka panjang, merkuri bisa menimbulkan gangguan kesehatan seperti merusak ginjal, mengakibatkan kelumpuhan dan lain sebagainya,” terang Mappiratu.
Perwakilan PDAM Kota Palu yang menghadiri pemaparan hasil penelitian, menyatakan cukup terkejut atas kondisi yang disampaikan Mappiratu. Diungkapkannya, beberapa waktu lalu muncul pemberitaan di Koran, jika air PDAM telah tercemar. Namun ia tidak percaya dan langsung membantahnya, ketika ada wartawan yang mengonfirmasinya.
Diakui perwakilan PDAM, ada beberapa tromol yang beroperasi di sekitar bak penampungan air PDAM. Dalam perhitungannya, jarak antara bak dan tromol masih bisa ditoleransi. Apalagi, bak penampungan PDAM berada pada kontur tanah yang lebih tinggi.
“Memang pernah ada kasus, mereka (pengelola tromol) menyadap aliran PDAM dari bak penampungan dan telah kita tegur. Jarak antara bak dengan tromol sekira 4 Km. Jika benar hasil penelitian seperti itu, tentu perlu dicarikan jalan keluarnya,” ujarnya.
Diakhir diseminasi, tim peneliti yang dipimpin Mappiratu merekomendasikan perlunya dibuat alat pembakaran amalgam (pemisahan emas) yang tidak menyebabkan penyebaran merkuri. Tim juga merekomendasikan alat recovery merkuri dan penanganan limbah padat pada tromol dan tong yang memungkinkan merkuri tidak terbawa air hujan.
“Jika memungkinkan proses amalgamasi ditiadakan dan tromol hanya digunakan untuk menghancurkan batu, selanjutnya diproses dengan sianidasi menggunakan tong berskala kecil. Selain itu perlu pengawasan dan aturan kegiatan pertambangan emas rakyat, untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan,” kata Mappiratu.
Sekretaris Asperi Sulteng Andi Ridwan mengatakan, penelitian dilakukan untuk menjawab pertanyaan masyarakat, sejauhmana tingkat pencemaran lingkungan akibat pertambangan rakyat di Poboya. Saat ini kata Andi, ada pro-kontra pendapat masyarakat, ada yang mengatakan terjadi pencemaran dan sebagian lain menyatakan tidak ada pencemaran. “Penelitian merupakan inisiatif Asperi dan hasilnya akan dijadikan pijakan untuk menyusun metode atau teknis pengolahan tambang yang ramah lingkungan. Hasil penelitian juga akan direkomendasikan ke Pemkot, sebagai bahan pertimbangan mengeluarkan kebijakan tatakelola tambang rakyat di Poboya,” terang mantan aktivis mahasiswa Untad itu seraya menyatakan penelitian tersebut, menunjukkan itikad baik Asperi soal lingkungan hidup. TMU
Demikian kata Ketua Tim Peneliti Asosiasi Pertambagan Emas Rakyat Indonesia (Asperi) Sulteng, Prof Dr Mappiratu MS pada diskusi pertambangan di Baruga Deprov, Sabtu (22/5/2010).
Bahkan, Prof Mappiratu mengatakan, sampel air yang diambil dari bak terbuka PDAM yang ada di Poboya, mengandung merkuri hingga 0,005 ppm. “Kami mengambil sampel air di bak terbuka yang kotor dan bersih. Setelah dianalisis di laboratorium, untuk bak kotor mengandung merkuri dengan konsentrasi 0,005 ppm dan air yang bersih 0,004 ppm. Standar air minum maksimal mengandung Merkuri 0,001 ppm. Hasil analisis ini menunjukkan ada potensi pencemaran,” terang Mappiratu.
Hasil lain yang juga patut diperhatikan masyarakat adalah tingkat pencemaran yang cukup tinggi pada sungai Poboya dari hulu ke hilir (sekitar Talise). Penelitian terhadap air dan sedimen sungai Poboya menunjukkan pencemaran merkuri berkisar antara 0,005 hingga 0,580 ppm. Untuk air di bagian hilir, kandungan merkuri mencapai 0,005 ppm dan pada sedimen mencapai 0,004 ppm.
Lalu, bagaimana dengan masyarakat sekitar bantaran sungai yang mengonsumsi air tanah melalui sumur suntik, sumur pompa dan sumur tanah? Diungkapkan Mappiratu, ada potensi pencemaran pada air tersebut, meski perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
“Kami belum berani pastikan tingginya kandungan merkuri di bagian hilir, dipengaruhi langsung kegiatan tambang di Poboya. Bisa juga diakibatkan sampah domestik rumah tangga, dari limbah kosmetik yang dibuang. Seperti kita ketahui ada beberapa kosmetik yang mengandung merkuri,” urainya.
Apa bahayanya jika mengonsumsi air yang tercemar merkuri? Dipaparkan peneliti senior Untad itu, Merkuri tidak bereaksi secepat arsenic (As) atau asam sianida (HCn), yang langsung mematikan. Proses Merkuri sangat panjang dan berbahaya saat terakumulasi dalam jumlah banyak. “Jika konsentrasinya cukup tinggi bisa langsung mematikan. Untuk akumulasi jangka panjang, merkuri bisa menimbulkan gangguan kesehatan seperti merusak ginjal, mengakibatkan kelumpuhan dan lain sebagainya,” terang Mappiratu.
Perwakilan PDAM Kota Palu yang menghadiri pemaparan hasil penelitian, menyatakan cukup terkejut atas kondisi yang disampaikan Mappiratu. Diungkapkannya, beberapa waktu lalu muncul pemberitaan di Koran, jika air PDAM telah tercemar. Namun ia tidak percaya dan langsung membantahnya, ketika ada wartawan yang mengonfirmasinya.
Diakui perwakilan PDAM, ada beberapa tromol yang beroperasi di sekitar bak penampungan air PDAM. Dalam perhitungannya, jarak antara bak dan tromol masih bisa ditoleransi. Apalagi, bak penampungan PDAM berada pada kontur tanah yang lebih tinggi.
“Memang pernah ada kasus, mereka (pengelola tromol) menyadap aliran PDAM dari bak penampungan dan telah kita tegur. Jarak antara bak dengan tromol sekira 4 Km. Jika benar hasil penelitian seperti itu, tentu perlu dicarikan jalan keluarnya,” ujarnya.
Diakhir diseminasi, tim peneliti yang dipimpin Mappiratu merekomendasikan perlunya dibuat alat pembakaran amalgam (pemisahan emas) yang tidak menyebabkan penyebaran merkuri. Tim juga merekomendasikan alat recovery merkuri dan penanganan limbah padat pada tromol dan tong yang memungkinkan merkuri tidak terbawa air hujan.
“Jika memungkinkan proses amalgamasi ditiadakan dan tromol hanya digunakan untuk menghancurkan batu, selanjutnya diproses dengan sianidasi menggunakan tong berskala kecil. Selain itu perlu pengawasan dan aturan kegiatan pertambangan emas rakyat, untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan,” kata Mappiratu.
Sekretaris Asperi Sulteng Andi Ridwan mengatakan, penelitian dilakukan untuk menjawab pertanyaan masyarakat, sejauhmana tingkat pencemaran lingkungan akibat pertambangan rakyat di Poboya. Saat ini kata Andi, ada pro-kontra pendapat masyarakat, ada yang mengatakan terjadi pencemaran dan sebagian lain menyatakan tidak ada pencemaran. “Penelitian merupakan inisiatif Asperi dan hasilnya akan dijadikan pijakan untuk menyusun metode atau teknis pengolahan tambang yang ramah lingkungan. Hasil penelitian juga akan direkomendasikan ke Pemkot, sebagai bahan pertimbangan mengeluarkan kebijakan tatakelola tambang rakyat di Poboya,” terang mantan aktivis mahasiswa Untad itu seraya menyatakan penelitian tersebut, menunjukkan itikad baik Asperi soal lingkungan hidup. TMU
Komentar
Posting Komentar