Rp5,4 M Penerimaan Ebony Dipertanyakan
PALU, MERCUSUAR-DPRD Provinsi (Deprov) menengarai ada ketidakberesan manajemen Perusahaan Daerah (PD) Sulteng. Pasalnya hingga kini keberadaan sumbangan pihak ketiga dari pengolahan kayu Ebony sebesar Rp5,4 miliar, tidak diketahui dan dilaporkan dalam penerimaan daerah.
Hal itu terungkap dalam rapat paripurna Deprov dengan agenda pendangan umum fraksi-fraksi atas rancangan peraturan daerah (Raperda) Penyertaan Modal pada PT Bank Sulteng, PD Sulteng dan PT Asuransi Bangun Askrida, kemarin (26/3/2010).
Fraksi PAN melalui jurubicaranya Asghar Djuhaepa, mempertanyakan keuntungan dan sumbangan pihak ketiga dari pemanfaatan dana izin alokasi stock opname kayu ebony sebesar 1.800 meter kubik dari 2.400 meter kubik yang diizinkan Menhut melalui surat Nomor S.140/Menhut-VI/2009 tanggal 3 Maret 2009.
Menurut Asghar, sesuai laporan manajemen PD Sulteng di hadapan komisi II, beberapa waktu lalu, menyebutkan, hingga Februari 2010, terealisasi sebesar 1.800 meter kubik yang biaya izin fakonya (faktur izin olahan) sebesar Rp9.145.000 permeter kubik. Sehingga jika 1.800 meter kubik dikali dengan Rp9.145.000 maka akan menghasilkan Rp16.461.000.000. Masih menurut Asghar, dari dana sebesar Rp16 miliar lebih tersebut dibagi kedalam 8 komponen berbeda yang terdiri dari sumbangan pihak ketiga, keuntungan PD Sulteng, biaya operasional PD Sulteng, PSDH dan dana reboisasi. Kemudian, honor tim terpadu, monitoring dan laporan serta penerbitan fako. Pembagian ini katanya berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh PD Sulteng sendiri.
“Sumbangan pihak ketiga Rp3 juta per meter kubik. Jika dikalikan 1.800 meter kubik yang telah dikelola, ada Rp5,4 miliar dana sumbangan pihak ketiga yang terkumpul. Namun dalam realisasi penerimaan daerah dari PD Sulteng tahun 2009, hanya Rp700 juta. Dikemanakan Rp5,4 miliar itu? PD Sulteng perlu transparan soal ini,” kata Asghar.
Hitungan itu belum termasuk keuntungan PD Sulteng mengelola Ebony tebangan lama Rp2 juta per meter kubik dan biaya operasional RpRp1,845 juta. Keuntungan yang didapat dari 1.800 meter kubik mencapai RpRp3,6 miliar. Sedangkan operasional mencapai Rp3,32 miliar. “Seharusnya yang disetor PD Sulteng bukan hanya Rp700 juta. Tapi ditambah Rp5,4 miliar dan penyisihan keuntungan dari Rp3,6 miliar,” urainya.
Meski mempertanyakan penerimaan pengolahan Ebony, PAN dan semua fraksi menyatakan bisa menerima Raperda Penyertaan Modal untuk dibahas pada tingkatan selanjutnya, dengan catatan dana yang ada dikelola PD sulteng secara profesional.
TIDAK HADIR
Pimpinan PD Sulteng dalam paripurna kemarin tidak hadir. Ketidakhadiran pimpinan PD Sulteng, membuat Ketua DPRD Sulteng, Aminuddin Ponulele yang memimpin sidang, sempat meminta persetujuan paripurna untuk tidak membahas dana penyertaan ke BUMD. “Sebelum kita bahas penyertaan modal, sebaiknya BUMD bersangkutan hadir. Kalau tidak ada, tidak usah kita bahas sampai mereka hadir. Ini pemborosan, sudah dikasih modal tidak dikelola dengan baik sebagaimana yang saudara-saudara (anggota Deprov) pertanyakan tadi,” kata Aminuddin.
Tawaran Aminuddin didukung anggota Fraksi PAN Suprapto Dg Situru. “Saya setuju kalau, Raperda PD Sulteng, dipending saja. ini kebutuhan mereka, tapi malah tidak hadir. Ini bukan saja tidak menghargai Gubernur, tapi juga pelecehan terhadap dewan. Makanya tidak usah dibahas,” kritik Suprapto.
Kepala Pemegang Kas Daerah (PKD) Rudi Dewanto yang dikonfirmasi atas setoran penerimaan APBD 2009 dar PD Sulteng, enggan menjelaskannya. Dikatakan Rudi, dirinya agak kesulitan mencari data penerimaan dari PD Sulteng, karena banyaknya arsip dari masing-masing SKPD. “Agak sulit mencarinya, sebaiknya dikonfirmasi langsung PD Sulteng,” sarannya. TMU
Hal itu terungkap dalam rapat paripurna Deprov dengan agenda pendangan umum fraksi-fraksi atas rancangan peraturan daerah (Raperda) Penyertaan Modal pada PT Bank Sulteng, PD Sulteng dan PT Asuransi Bangun Askrida, kemarin (26/3/2010).
Fraksi PAN melalui jurubicaranya Asghar Djuhaepa, mempertanyakan keuntungan dan sumbangan pihak ketiga dari pemanfaatan dana izin alokasi stock opname kayu ebony sebesar 1.800 meter kubik dari 2.400 meter kubik yang diizinkan Menhut melalui surat Nomor S.140/Menhut-VI/2009 tanggal 3 Maret 2009.
Menurut Asghar, sesuai laporan manajemen PD Sulteng di hadapan komisi II, beberapa waktu lalu, menyebutkan, hingga Februari 2010, terealisasi sebesar 1.800 meter kubik yang biaya izin fakonya (faktur izin olahan) sebesar Rp9.145.000 permeter kubik. Sehingga jika 1.800 meter kubik dikali dengan Rp9.145.000 maka akan menghasilkan Rp16.461.000.000. Masih menurut Asghar, dari dana sebesar Rp16 miliar lebih tersebut dibagi kedalam 8 komponen berbeda yang terdiri dari sumbangan pihak ketiga, keuntungan PD Sulteng, biaya operasional PD Sulteng, PSDH dan dana reboisasi. Kemudian, honor tim terpadu, monitoring dan laporan serta penerbitan fako. Pembagian ini katanya berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh PD Sulteng sendiri.
“Sumbangan pihak ketiga Rp3 juta per meter kubik. Jika dikalikan 1.800 meter kubik yang telah dikelola, ada Rp5,4 miliar dana sumbangan pihak ketiga yang terkumpul. Namun dalam realisasi penerimaan daerah dari PD Sulteng tahun 2009, hanya Rp700 juta. Dikemanakan Rp5,4 miliar itu? PD Sulteng perlu transparan soal ini,” kata Asghar.
Hitungan itu belum termasuk keuntungan PD Sulteng mengelola Ebony tebangan lama Rp2 juta per meter kubik dan biaya operasional RpRp1,845 juta. Keuntungan yang didapat dari 1.800 meter kubik mencapai RpRp3,6 miliar. Sedangkan operasional mencapai Rp3,32 miliar. “Seharusnya yang disetor PD Sulteng bukan hanya Rp700 juta. Tapi ditambah Rp5,4 miliar dan penyisihan keuntungan dari Rp3,6 miliar,” urainya.
Meski mempertanyakan penerimaan pengolahan Ebony, PAN dan semua fraksi menyatakan bisa menerima Raperda Penyertaan Modal untuk dibahas pada tingkatan selanjutnya, dengan catatan dana yang ada dikelola PD sulteng secara profesional.
TIDAK HADIR
Pimpinan PD Sulteng dalam paripurna kemarin tidak hadir. Ketidakhadiran pimpinan PD Sulteng, membuat Ketua DPRD Sulteng, Aminuddin Ponulele yang memimpin sidang, sempat meminta persetujuan paripurna untuk tidak membahas dana penyertaan ke BUMD. “Sebelum kita bahas penyertaan modal, sebaiknya BUMD bersangkutan hadir. Kalau tidak ada, tidak usah kita bahas sampai mereka hadir. Ini pemborosan, sudah dikasih modal tidak dikelola dengan baik sebagaimana yang saudara-saudara (anggota Deprov) pertanyakan tadi,” kata Aminuddin.
Tawaran Aminuddin didukung anggota Fraksi PAN Suprapto Dg Situru. “Saya setuju kalau, Raperda PD Sulteng, dipending saja. ini kebutuhan mereka, tapi malah tidak hadir. Ini bukan saja tidak menghargai Gubernur, tapi juga pelecehan terhadap dewan. Makanya tidak usah dibahas,” kritik Suprapto.
Kepala Pemegang Kas Daerah (PKD) Rudi Dewanto yang dikonfirmasi atas setoran penerimaan APBD 2009 dar PD Sulteng, enggan menjelaskannya. Dikatakan Rudi, dirinya agak kesulitan mencari data penerimaan dari PD Sulteng, karena banyaknya arsip dari masing-masing SKPD. “Agak sulit mencarinya, sebaiknya dikonfirmasi langsung PD Sulteng,” sarannya. TMU
Komentar
Posting Komentar