Polda Didesak Periksa PD Sulteng
PALU, MERCUSUAR - Lembaga Informasi Keuangan dan Pembagunan daerah (Lipkada), mendesak Polda segera melakukan pengusutan dugaan penyimpangan dana sumbangan pihak pengelolaan kayu ebony pada Perusahaan Daerah (PD) Sulteng.
“Polda harus memeriksa Dirut PD Sulteng soal sumbangan pihak ketiga dari pengusuran faktur izin olahan (Fako) ebony Rp5,4 miliar. Selain itu perlu dilakukan audit, karena terindikasi korupsi,” kata Direktur Lipkada Andi Ridwan, kemarin (28/3/2010).
Dikatakan Andi, pemanfaatan stock opname kayu ebony sebesar 1.800 meter kubik dari 2.400 meter kubik berdasarkan izin Menhut dengan surat Nomor S.140/Menhut-VI/2009 tanggal 3 Maret 2009. Hingga Februari 2010, pemanfaatan kayu ebony terealisasi 1.800 meter kubik yang biaya izin Fakonya Rp9.145.000 permeter kubik. Sehingga jika 1.800 meter kubik dikali dengan Rp9.145.000 menghasilkan Rp16.461.000.000.
“PD Sulteng menerima langsung Rp6,8 juta per meter kubik. Dengan demikian uang yang dikelola PD Sulteng dari fako Rp6,8 juta kali 1.800 meter kubik, mencapai Rp12,24 miliar,” urainya. Andi juga menilai, PD Sulteng telah melanggar UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dimana pihak yang berhak mengeluarkan Fako adalah yang memiliki izin pengolahan kayu (IPK). “PD Sulteng tidak memiliki IPK kayu ebony. Olehnya tidak berhak mengeluarkan Fako,” katanya.
Mantan anggota DPRD Provinsi (Deprov) Muharram Nurdin yang ditemui di Fraksi PDIP akhir pekan kemarin, juga menegaskan tidak ada penerimaan daerah dari PD Sulteng selain Rp700 juta. “Dalam dokumen pembahasan APBD 2010 yang sempat saya ikuti bagian awal, tidak disebutkan penerimaan sumbangan pihak ketiga dari PD Sulteng. Yang ada Rp700 juta untuk tahun 2009 dan proyeksi tahun 2010, Rp1 miliar,” terangnya.
Terungkapnya kasus sumbangan pihak ketiga PD Sulteng yang belum disetor lanjut Muharram, sangat menarik dan harus ditelusuri lebih jauh. “Kalau betul, itu menarik dan harus diungkap secara transparan,” katanya.
Sebelumnya diberitakan Deprov menengarai ada ketidakberesan manajemen Perusahaan Daerah (PD) Sulteng. Pasalnya hingga kini keberadaan sumbangan pihak ketiga dari pengolahan kayu Ebony sebesar Rp5,4 miliar, tidak diketahui dan dilaporkan dalam penerimaan daerah.
Hal itu terungkap dalam rapat paripurna Deprov dengan agenda pendangan umum fraksi-fraksi atas rancangan peraturan daerah (Raperda) Penyertaan Modal pada PT Bank Sulteng, PD Sulteng dan PT Asuransi Bangun Askrida, kemarin (26/3/2010).
Fraksi PAN melalui jurubicaranya Asghar Djuhaepa, mempertanyakan keuntungan dan sumbangan pihak ketiga dari pemanfaatan dana izin kayu ebony tebangan lama sebesar 1.800 meter kubik dari 2.400 meter kubik yang diizinkan Menhut melalui surat Nomor S.140/Menhut-VI/2009 tanggal 3 Maret 2009.
Menurut Asghar, sesuai laporan manajemen PD Sulteng di hadapan komisi II, beberapa waktu lalu, menyebutkan, hingga Februari 2010, terealisasi sebesar 1.800 meter kubik yang biaya izin fakonya sebesar Rp9.145.000 permeter kubik. Sehingga jika 1.800 meter kubik dikali dengan Rp9.145.000 maka akan menghasilkan Rp16.461.000.000.
Masih menurut Asghar, dari dana sebesar Rp16 miliar lebih tersebut dibagi kedalam 8 komponen berbeda yang terdiri dari sumbangan pihak ketiga, keuntungan PD Sulteng, biaya operasional PD Sulteng, PSDH dan dana reboisasi. Kemudian, honor tim terpadu, monitoring dan laporan serta penerbitan fako. Pembagian ini katanya berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh PD Sulteng sendiri.
“Sumbangan pihak ketiga Rp3 juta per meter kubik. Jika dikalikan 1.800 meter kubik yang telah dikelola, ada Rp5,4 miliar dana sumbangan pihak ketiga yang terkumpul. Namun dalam realisasi penerimaan daerah dari PD Sulteng tahun 2009, hanya Rp700 juta. Dikemanakan Rp5,4 miliar itu? PD Sulteng perlu transparan soal ini,” kata Asghar.
Kepala Pemegang Kas Daerah (PKD) Rudi Dewanto yang dikonfirmasi atas setoran penerimaan APBD 2009 dar PD Sulteng, enggan menjelaskannya. Dikatakan Rudi, dirinya agak kesulitan mencari data penerimaan dari PD Sulteng, karena banyaknya arsip dari masing-masing SKPD. “Agak sulit mencarinya, sebaiknya dikonfirmasi langsung PD Sulteng,” sarannya. TMU
“Polda harus memeriksa Dirut PD Sulteng soal sumbangan pihak ketiga dari pengusuran faktur izin olahan (Fako) ebony Rp5,4 miliar. Selain itu perlu dilakukan audit, karena terindikasi korupsi,” kata Direktur Lipkada Andi Ridwan, kemarin (28/3/2010).
Dikatakan Andi, pemanfaatan stock opname kayu ebony sebesar 1.800 meter kubik dari 2.400 meter kubik berdasarkan izin Menhut dengan surat Nomor S.140/Menhut-VI/2009 tanggal 3 Maret 2009. Hingga Februari 2010, pemanfaatan kayu ebony terealisasi 1.800 meter kubik yang biaya izin Fakonya Rp9.145.000 permeter kubik. Sehingga jika 1.800 meter kubik dikali dengan Rp9.145.000 menghasilkan Rp16.461.000.000.
“PD Sulteng menerima langsung Rp6,8 juta per meter kubik. Dengan demikian uang yang dikelola PD Sulteng dari fako Rp6,8 juta kali 1.800 meter kubik, mencapai Rp12,24 miliar,” urainya. Andi juga menilai, PD Sulteng telah melanggar UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dimana pihak yang berhak mengeluarkan Fako adalah yang memiliki izin pengolahan kayu (IPK). “PD Sulteng tidak memiliki IPK kayu ebony. Olehnya tidak berhak mengeluarkan Fako,” katanya.
Mantan anggota DPRD Provinsi (Deprov) Muharram Nurdin yang ditemui di Fraksi PDIP akhir pekan kemarin, juga menegaskan tidak ada penerimaan daerah dari PD Sulteng selain Rp700 juta. “Dalam dokumen pembahasan APBD 2010 yang sempat saya ikuti bagian awal, tidak disebutkan penerimaan sumbangan pihak ketiga dari PD Sulteng. Yang ada Rp700 juta untuk tahun 2009 dan proyeksi tahun 2010, Rp1 miliar,” terangnya.
Terungkapnya kasus sumbangan pihak ketiga PD Sulteng yang belum disetor lanjut Muharram, sangat menarik dan harus ditelusuri lebih jauh. “Kalau betul, itu menarik dan harus diungkap secara transparan,” katanya.
Sebelumnya diberitakan Deprov menengarai ada ketidakberesan manajemen Perusahaan Daerah (PD) Sulteng. Pasalnya hingga kini keberadaan sumbangan pihak ketiga dari pengolahan kayu Ebony sebesar Rp5,4 miliar, tidak diketahui dan dilaporkan dalam penerimaan daerah.
Hal itu terungkap dalam rapat paripurna Deprov dengan agenda pendangan umum fraksi-fraksi atas rancangan peraturan daerah (Raperda) Penyertaan Modal pada PT Bank Sulteng, PD Sulteng dan PT Asuransi Bangun Askrida, kemarin (26/3/2010).
Fraksi PAN melalui jurubicaranya Asghar Djuhaepa, mempertanyakan keuntungan dan sumbangan pihak ketiga dari pemanfaatan dana izin kayu ebony tebangan lama sebesar 1.800 meter kubik dari 2.400 meter kubik yang diizinkan Menhut melalui surat Nomor S.140/Menhut-VI/2009 tanggal 3 Maret 2009.
Menurut Asghar, sesuai laporan manajemen PD Sulteng di hadapan komisi II, beberapa waktu lalu, menyebutkan, hingga Februari 2010, terealisasi sebesar 1.800 meter kubik yang biaya izin fakonya sebesar Rp9.145.000 permeter kubik. Sehingga jika 1.800 meter kubik dikali dengan Rp9.145.000 maka akan menghasilkan Rp16.461.000.000.
Masih menurut Asghar, dari dana sebesar Rp16 miliar lebih tersebut dibagi kedalam 8 komponen berbeda yang terdiri dari sumbangan pihak ketiga, keuntungan PD Sulteng, biaya operasional PD Sulteng, PSDH dan dana reboisasi. Kemudian, honor tim terpadu, monitoring dan laporan serta penerbitan fako. Pembagian ini katanya berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh PD Sulteng sendiri.
“Sumbangan pihak ketiga Rp3 juta per meter kubik. Jika dikalikan 1.800 meter kubik yang telah dikelola, ada Rp5,4 miliar dana sumbangan pihak ketiga yang terkumpul. Namun dalam realisasi penerimaan daerah dari PD Sulteng tahun 2009, hanya Rp700 juta. Dikemanakan Rp5,4 miliar itu? PD Sulteng perlu transparan soal ini,” kata Asghar.
Kepala Pemegang Kas Daerah (PKD) Rudi Dewanto yang dikonfirmasi atas setoran penerimaan APBD 2009 dar PD Sulteng, enggan menjelaskannya. Dikatakan Rudi, dirinya agak kesulitan mencari data penerimaan dari PD Sulteng, karena banyaknya arsip dari masing-masing SKPD. “Agak sulit mencarinya, sebaiknya dikonfirmasi langsung PD Sulteng,” sarannya. TMU
Komentar
Posting Komentar