Gubernur Minta Eksploitasi DSLNG Dipercepat
PALU, MERCUSUAR- Belum terlaksananya ekploitasi tambang gas Donggi-Senoro, membuat Gubernur HB Paliudju menyurat ke Presiden. Dalam suratnya, Paliudju meminta segera dikeluarkannya kebijakan percepatan operasi PT Donggi-Senoro LNG (DSLNG).
Adanya surat Gubernur tersebut dikemukakan wakil ketua DPRD Provinsi (Deprov) Henry Kawulur, dalam rapat Komisi III dengan Dinas Pertambangan dan Energi (Distanben) Sulteng, di Baruga Deprov, kemarin (14/4/2010).
Dikatakan Henry, Gubernur telah mengajukan surat tersebut tiga kali. Salah satu surat yang dikirim Gubernur adalah Surat Nomor: 542/336/Ro. Adm. SDA tertanggal 17 Juli 2009.
Jika ditilik dari potensi pendapatan daerah, operasionalisasi PT DSLNG dinilai menguntungan Sulteng dan Banggai. Dalam Rapat gabungan Komisi Deprov beberapa waktu lalu yang dihadiri Vice Presiden Project Capability Medco Energi Eka Satria, General Manager JOB Medco- Pertamina E&P Tomori Hendra Jaya, Direktur Umum DSLNG Andy Karamoy, Direktur Pemasaran DSLNG Hendry P. Marbun, dan Direktur Perencanaan DSLNG Nasrul Hasan, pemerintah akan mendapatkan keuntungan sekira Rp64 triliun.
Pada kesempatan itu, General Manager JOB Medco- Pertamina E&P Tomori Hendra Jaya, mengatakan proyek gas Donggi Senoro merupakan investasi terbesar di Indonesia kurun lima tahun terakhir. Olehnya dukungan dari pemerintah pusat maupun daerah sangat diharapkan agar kesempatan memperoleh penerimaan sekitar Rp64 triliun tidak hilang sebab pasar tidak dapat menunggu.
Menurutnya pilihan skema alokasi produksi sebanyak 75 persen LNG dan 25 persen domestik merupakan pilihan terbaik untuk memaksimalkan pendapatan negara dan daerah, serta domestik mendapatkan 85-100 mmscfd sesuai kemampun investasi dan daya serap yang realisitis.
”Proyek ini sudah pasti memberi dorongan perkembangan Sulteng. Investasi infrastruktur selama 3-4 tahun akan memberi multiplier effek, belum lagi penyerapan tenaga kerja sekitar 5.000 saat konstruksi dan 500 orang saat produksi,” katanya.
Vice Presiden Project Capability Medco Energi Eka Satria menambahkan terdapat empat skenarion alokasi produksi gas Donggi-Senoro, namun hanya skenario 335 mmscfd (Senoro 250 mmscfd dan Matindok 85 mmscfd) DSLNG dan 70 mmscfd untuk domestik yang memberi kontribusi maksimal bagi penerimaan negara sekitar Rp64 triliun dengan asumsi harga minyak US$70 per barel.
Sementara Direktur Umum PT DSLNG Andy Karamoy mengatakan belum adanya persetujuan pemerintah berdampak pada molornya tahapan pembangungan kilang dan eksploitas. DSLNG menjadwalkan pembangunan kilang pada desember 2009 di Desa Uso, Kecamatan Batui, Banggai.
Pembangunan kilang butuh waktu empat tahun sehingga pada Maret 2013 sudah dapat memproduksi dan pengapalan LNG. Keekonomian proyek gas Donggi-Senoro sendiri hanya 15 tahun atau berakhir pada 2028, bertepatan dengan berakhirnya masa kontrak kerja sama antara operator dengan pemerintah.
Semakin lama pembangunan kilang dan eksploitasi, keekonomian proyek Donggi-Senoro makin tergerus. DSLNG, investor hilir proyek gas Donggi-Senoro yang terdiri Pertamina E&P (29 persen), Medco (20) dan Mitsubishi (51% persen), berharap pemerintah dapat segera memberi persetujuan untuk mempertahankan keekonomia proyek Donggi-Senoro.
Megaproyek Donggi-Senoro terdiri investasi Rp15 triliun di sektor hulu oleh PT Pertamina untuk Blok Matindok dan JOB Medco-Pertamina E&P di Blok Senoro. Sementara investasi hilir oleh DSLNG sekitar Rp30 triliun.
Direktur Pemasaran DSLNG Hendry P. Marbun menambahkan pihaknya telah menemukan calon pembeli baru pengganti Kansai Electric Power, yakni Korean Gas dan Kyushu. “Namun belum ada perjanjian sebab menunggu persetujuan pemerintah,” katanya. TMU
Adanya surat Gubernur tersebut dikemukakan wakil ketua DPRD Provinsi (Deprov) Henry Kawulur, dalam rapat Komisi III dengan Dinas Pertambangan dan Energi (Distanben) Sulteng, di Baruga Deprov, kemarin (14/4/2010).
Dikatakan Henry, Gubernur telah mengajukan surat tersebut tiga kali. Salah satu surat yang dikirim Gubernur adalah Surat Nomor: 542/336/Ro. Adm. SDA tertanggal 17 Juli 2009.
Jika ditilik dari potensi pendapatan daerah, operasionalisasi PT DSLNG dinilai menguntungan Sulteng dan Banggai. Dalam Rapat gabungan Komisi Deprov beberapa waktu lalu yang dihadiri Vice Presiden Project Capability Medco Energi Eka Satria, General Manager JOB Medco- Pertamina E&P Tomori Hendra Jaya, Direktur Umum DSLNG Andy Karamoy, Direktur Pemasaran DSLNG Hendry P. Marbun, dan Direktur Perencanaan DSLNG Nasrul Hasan, pemerintah akan mendapatkan keuntungan sekira Rp64 triliun.
Pada kesempatan itu, General Manager JOB Medco- Pertamina E&P Tomori Hendra Jaya, mengatakan proyek gas Donggi Senoro merupakan investasi terbesar di Indonesia kurun lima tahun terakhir. Olehnya dukungan dari pemerintah pusat maupun daerah sangat diharapkan agar kesempatan memperoleh penerimaan sekitar Rp64 triliun tidak hilang sebab pasar tidak dapat menunggu.
Menurutnya pilihan skema alokasi produksi sebanyak 75 persen LNG dan 25 persen domestik merupakan pilihan terbaik untuk memaksimalkan pendapatan negara dan daerah, serta domestik mendapatkan 85-100 mmscfd sesuai kemampun investasi dan daya serap yang realisitis.
”Proyek ini sudah pasti memberi dorongan perkembangan Sulteng. Investasi infrastruktur selama 3-4 tahun akan memberi multiplier effek, belum lagi penyerapan tenaga kerja sekitar 5.000 saat konstruksi dan 500 orang saat produksi,” katanya.
Vice Presiden Project Capability Medco Energi Eka Satria menambahkan terdapat empat skenarion alokasi produksi gas Donggi-Senoro, namun hanya skenario 335 mmscfd (Senoro 250 mmscfd dan Matindok 85 mmscfd) DSLNG dan 70 mmscfd untuk domestik yang memberi kontribusi maksimal bagi penerimaan negara sekitar Rp64 triliun dengan asumsi harga minyak US$70 per barel.
Sementara Direktur Umum PT DSLNG Andy Karamoy mengatakan belum adanya persetujuan pemerintah berdampak pada molornya tahapan pembangungan kilang dan eksploitas. DSLNG menjadwalkan pembangunan kilang pada desember 2009 di Desa Uso, Kecamatan Batui, Banggai.
Pembangunan kilang butuh waktu empat tahun sehingga pada Maret 2013 sudah dapat memproduksi dan pengapalan LNG. Keekonomian proyek gas Donggi-Senoro sendiri hanya 15 tahun atau berakhir pada 2028, bertepatan dengan berakhirnya masa kontrak kerja sama antara operator dengan pemerintah.
Semakin lama pembangunan kilang dan eksploitasi, keekonomian proyek Donggi-Senoro makin tergerus. DSLNG, investor hilir proyek gas Donggi-Senoro yang terdiri Pertamina E&P (29 persen), Medco (20) dan Mitsubishi (51% persen), berharap pemerintah dapat segera memberi persetujuan untuk mempertahankan keekonomia proyek Donggi-Senoro.
Megaproyek Donggi-Senoro terdiri investasi Rp15 triliun di sektor hulu oleh PT Pertamina untuk Blok Matindok dan JOB Medco-Pertamina E&P di Blok Senoro. Sementara investasi hilir oleh DSLNG sekitar Rp30 triliun.
Direktur Pemasaran DSLNG Hendry P. Marbun menambahkan pihaknya telah menemukan calon pembeli baru pengganti Kansai Electric Power, yakni Korean Gas dan Kyushu. “Namun belum ada perjanjian sebab menunggu persetujuan pemerintah,” katanya. TMU
Komentar
Posting Komentar