Polda Latihan Menembak; Provokasi atau Standar Operasi?

POLDA Sulteng tengah mempersiapkan diri, menghadapi rencana operasi penegakan hukum di pertambangan emas rakyat Poboya, 12 maret 2010. Sebagai persiapan menghadapi operasi penegakan hukum itu, Polda Sulteng menggelar latihan tembak. Pada latihan menembak itu, sasaran tembak adalah gambar kaki orang.
Secara tegas, Kapolda M Amin Saleh menyatakan, latihan menembak itu bagian dari persiapan Polda dalam operasi penegakan hukum tambang rakyat Poboya.
Dalam kacamata awam, penegakan hukum yang hendak dilakukan terhadap tambang rakyat Poboya adalah upaya penertiban, bukan perang. Tapi Polda telah mempersiapkan langkah terburuk dan mengantisipasi kemuingkinan bentrok, dengan latihan menembak. Pertanyaannya, apa benar penambang yang selama ini bekerja ekstra keras untuk mecukupi kebutuhan keluarga dengan meninggalkan anak istri di kampung halaman, akan melawan aparat? Mungkinkan bayangan anak istri di rumah, digadaikan dengan melawan popor senapan, yang sewaktu-waktu bisa menumpahkan darah dan bahkan menghilangkan nyawa? Kalau itu yang ditanyakan pada para penambang, jawabannya pasti: Tidak!
Jika begitu, bukankah pamer kekuatan dengan latihan menembak di area sekitar pertambangkan bisa dikategorikan menakut-nakuti atau sebaliknya provokasi.
Dikategorikan menakut-nakuti karena jelas, rakyat tidak berdaya dan akan berfikir seribu kali melawan aparat bersenjata lengkap. Jelas Kapolda menyatakan akan memimpin langsung pasukan dengan peralatan lengkap, saat operasi penegakan hukum di tambang Poboya. Bahkan antisipasi bentrokan dan korban, Kapolda juga akan mengerahkan ambulance.
Provokasi. Jelas kesiapkan Polda melakukan operasi penegakan hukum telah menyulut militansi kelompok pemuda etnis tertentu. Mereka menyatakan siap melakukan perlawanban, karena merasa berdiri diatas tanah nenek moyang dan secara turun temurun telah menggarap sumberdaya alam yang ada di Poboya.
Meski beraroma garang, sebenarnya masih ada langkah bijak yang ditawarkan Kapolda. Mantan Kapus Provos mabes Polri itu menyatakan tidak akan melakukan operasi jika regulasi pertambangan rakyat diterbitkan sebelum 12 Maret 2010.
Bukan hanya itu, Polda tidak akan melakukan konfrontasi dengan masyarakat penambang, dengan landasan tugas Polri melindungi dan mengayomi masyarakat.
Malah Kapolda telah berdialog dengan penambang, menanyakan kemungkinan adanya perlawanan. Secara tegas, penambang menyatakan mereka dalah rakyat kecil yang mencari sesuap nasi dan rejeki untuk anak istri di rumah. Mereka tidak akan melawan. Sebuah jawaban jujur yang mengetuk hati. Ya. Haruskah mereka terusir dari negeri sendiri? Haruskan mereka melarat ditengah pundi-pundi emas negeri? Atau relakah kita, mereka menjadi tenaga kerja di luar negeri. Membiarkan mereka tersiksa, terlantar dan tertindas jauh dari sanak famili? Jawabannya: Tidak!
Hanya ada satu jalan; Pemkot harus segera mengeluarkan Perwali tentang pertambangan rakyat Poboya. Jangan urusan administrasi membuat anak negeri (Polda dan Penambang) berkelahi!. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM DAN MORALITAS

Dewi Themis Menangis

Negeriku Makin Lucu