Menakar Kinerja Deprov, Satu TW Sembilan Perda ?
DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng membuka tahun 2009 dengan semangat baru. Semangat baru tersebut dibuktikan dengan tekad membangun kinerja yang lebih baik, untuk kepentingan daerah dan rakyat. Dalam paripurna pembukaan masa persidangan pertama kemarin (9/1/2009), tekad tersebut disampaikan ketua Deprov Murad U. Nasir. Tapi mungkinkah, tekad itu bisa terlaksana?
Salah satu keinginan kuat Deprov memperbaiki kinerjanya adalah menargetkan dua puluh satu item kegiatan untuk masa persidangan pertama. Bukan hanya itu, Deprov juga mematok penetapan tujuh rancangan peraturan daerah (Raperda) dalam persidangan Triwulan pertama (TW I). Raperda yang dimaksud yakni Raperda irigasi, Raperda pengelolaan kekayaan daerah, Raperda retribusi pemakaian kekayaan daerah, Raperda pemenuhan hak anak, Raperda RPJP 2005-2025 dan Raperda organisasi dan tatakerja lembaga lain. Ini belum ditambah dua Raperda inisiatif Deprov, Raperda lembaga penjamin kredit dan Raperda ketenagakerjaan. Dengan demikian secara keseluruhan ada sembilan Raperda.
Tekad Deprov patut diacungi jempol dan diapresiasi secara positif. Namun demikian, sepertinya panitia musyawarah (Panmus), kurang cermat menghitung waktu dan belajar dari kendala kegiatan tahun 2008.
Menyelesaikan sembilan Raperda untuk ditetapkan sebagai Perda bukan pekerjaan gampang. Apalagi selama ini Panitia Legislasi (Panleg) tidak memiliki program legislasi daerah (Prolegda) yang dibuat secara rigid.
Belajar dari pengalaman 2008, Deprov tidak mampu menyelesaikan beberapa Raperda yang awalnya diprioritaskan, seperti Raperda masyarakat adat Tau Towana, Raperda pemenuhan hak anak, Raperda jasa konstruksi dan Raperda pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
Dalam catatan Mercusuar, ada beberapa kendala yang membuat beberapa Raperda tidak selesai meski telah satu tahun dibahas. Diantara masalah yang muncul adalah terbitnya beberapa aturan perundang-undangan baru dan tingkat kedisiplinan anggota Deprov. Telah menjadi rahasia umum, seringkali sidang-sindang Deprov tidak kuorum dan pada akhirnya Panmus merubah agenda Deprov berkali-kali.
Tahun 2009, Deprov diprediksi akan mengalami hal yang sama dan kemungkinan besar tidak akan mampu menyelesaikan sembilan Raperda menjadi Perda. Faktor penghambat utama adalah ketersediaan waktu.
TW I, secara efektif Deprov hanya memiliki waktu kerja efektif 41 hari. Bulan Januari-Februari terpotong libur hari besar 1 hari dan libur kerja (Minggu-Sabtu) 17 hari. Pada bulan Maret, memasuki kampanye terbuka, diyakini hampir semua anggota Deprov mangkir kerja untuk melakukan kampaye Pemilu Legisatif. Dengan perhitunga seperti itu, walhasil pembahasan sembilan Raperda akan terkendala dan tidak terselesaikan pada TW I.
Memasuki TW II (Juni-September), kemungkinan tidak semua Raperda dapat diselesaikan. Hal ini dikarenakan TW II merupakan masa transisi dan akhir masa bhakti anggota Deprov periode 2009-2014. Pasca Pemilu Legislatif, seperti pengalaman 2004, banyak anggota Deprov yang tidak lagi konsentrasi dan masuk kantor. Apalagi bagi anggota Deprov yang tidak terpilih lagi.
Faktor penghambat kedua, TW II akan diwarnai kampanye Pilpres. Sama dengan kampanye Pemilu Legislatif, akan banyak anggota Deprov tidak masuk kantor untuk mengikuti dan menjadi juru kampanye (Jurkam) calon Presiden yang didukungnya.
Dengan perhitungan seperti itu, kayaknya Panmus patut mengoreksi kembali agenda yang telah disusunnya. Jangan sampai tekad memperbaiki kinerja hanya menjadi lip service dan modal kampanye untuk memperoleh dukungan rakyat pada Pemilu 9 April. Padahal hasilnya sudah diketahui, agenda tersebut tak akan berjalan efektif. ***
Salah satu keinginan kuat Deprov memperbaiki kinerjanya adalah menargetkan dua puluh satu item kegiatan untuk masa persidangan pertama. Bukan hanya itu, Deprov juga mematok penetapan tujuh rancangan peraturan daerah (Raperda) dalam persidangan Triwulan pertama (TW I). Raperda yang dimaksud yakni Raperda irigasi, Raperda pengelolaan kekayaan daerah, Raperda retribusi pemakaian kekayaan daerah, Raperda pemenuhan hak anak, Raperda RPJP 2005-2025 dan Raperda organisasi dan tatakerja lembaga lain. Ini belum ditambah dua Raperda inisiatif Deprov, Raperda lembaga penjamin kredit dan Raperda ketenagakerjaan. Dengan demikian secara keseluruhan ada sembilan Raperda.
Tekad Deprov patut diacungi jempol dan diapresiasi secara positif. Namun demikian, sepertinya panitia musyawarah (Panmus), kurang cermat menghitung waktu dan belajar dari kendala kegiatan tahun 2008.
Menyelesaikan sembilan Raperda untuk ditetapkan sebagai Perda bukan pekerjaan gampang. Apalagi selama ini Panitia Legislasi (Panleg) tidak memiliki program legislasi daerah (Prolegda) yang dibuat secara rigid.
Belajar dari pengalaman 2008, Deprov tidak mampu menyelesaikan beberapa Raperda yang awalnya diprioritaskan, seperti Raperda masyarakat adat Tau Towana, Raperda pemenuhan hak anak, Raperda jasa konstruksi dan Raperda pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
Dalam catatan Mercusuar, ada beberapa kendala yang membuat beberapa Raperda tidak selesai meski telah satu tahun dibahas. Diantara masalah yang muncul adalah terbitnya beberapa aturan perundang-undangan baru dan tingkat kedisiplinan anggota Deprov. Telah menjadi rahasia umum, seringkali sidang-sindang Deprov tidak kuorum dan pada akhirnya Panmus merubah agenda Deprov berkali-kali.
Tahun 2009, Deprov diprediksi akan mengalami hal yang sama dan kemungkinan besar tidak akan mampu menyelesaikan sembilan Raperda menjadi Perda. Faktor penghambat utama adalah ketersediaan waktu.
TW I, secara efektif Deprov hanya memiliki waktu kerja efektif 41 hari. Bulan Januari-Februari terpotong libur hari besar 1 hari dan libur kerja (Minggu-Sabtu) 17 hari. Pada bulan Maret, memasuki kampanye terbuka, diyakini hampir semua anggota Deprov mangkir kerja untuk melakukan kampaye Pemilu Legisatif. Dengan perhitunga seperti itu, walhasil pembahasan sembilan Raperda akan terkendala dan tidak terselesaikan pada TW I.
Memasuki TW II (Juni-September), kemungkinan tidak semua Raperda dapat diselesaikan. Hal ini dikarenakan TW II merupakan masa transisi dan akhir masa bhakti anggota Deprov periode 2009-2014. Pasca Pemilu Legislatif, seperti pengalaman 2004, banyak anggota Deprov yang tidak lagi konsentrasi dan masuk kantor. Apalagi bagi anggota Deprov yang tidak terpilih lagi.
Faktor penghambat kedua, TW II akan diwarnai kampanye Pilpres. Sama dengan kampanye Pemilu Legislatif, akan banyak anggota Deprov tidak masuk kantor untuk mengikuti dan menjadi juru kampanye (Jurkam) calon Presiden yang didukungnya.
Dengan perhitungan seperti itu, kayaknya Panmus patut mengoreksi kembali agenda yang telah disusunnya. Jangan sampai tekad memperbaiki kinerja hanya menjadi lip service dan modal kampanye untuk memperoleh dukungan rakyat pada Pemilu 9 April. Padahal hasilnya sudah diketahui, agenda tersebut tak akan berjalan efektif. ***
Komentar
Posting Komentar