Anggota Deprov Sibuk Kampanye, Tugas Terbengkalai
SEKIRA dua setengah bulan kedepan, Pemilu legislatif akan dilangsungkan. Calon anggota legislatif (Caleg) terus melakukan pendekatan pada konstituen dengan menyosialisasikan dirinya. Hal yang sama juga dilakukan Caleg yang kini duduk di DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng. Imbasnya kantor Deprov lengang, karena pimpinan dan anggota tidak lagi fokus menjalankan tugasnya di gedung dewan.
Kondisi seperti itu, tak urung mempengaruhi tugas-tugas kerakyatan yang diemban anggota Deprov. Malah pepatah lama juga dapat dikenakan pada kondisi Deprov saat ini, jauh panggang daripada api. Tekad Deprov meningkatkan kinerjanya diakhir masa bakti, sebagaimana diungkapkan ketua Deprov Murad U nasir dalam pembukaan masa sidang pertama (9/1/2009), sepertinya tidak akan terwujud.
Dalam paripurna pembukaan masa sidang pertama lalu, Deprov menargetkan dua puluh satu item kegiatan untuk masa persidangan pertama. Bukan hanya itu, Deprov juga mematok penetapan tujuh rancangan peraturan daerah (Raperda) dalam persidangan Triwulan pertama (TW I). Raperda yang dimaksud yakni Raperda irigasi, Raperda pengelolaan kekayaan daerah, Raperda retribusi pemakaian kekayaan daerah, Raperda pemenuhan hak anak, Raperda RPJP 2005-2025 dan Raperda organisasi dan tatakerja lembaga lain. Ini belum ditambah dua Raperda inisiatif Deprov, Raperda lembaga penjamin kredit dan Raperda ketenagakerjaan. Dengan demikian secara keseluruhan ada sembilan Raperda.
Menyelesaikan sembilan Raperda untuk ditetapkan sebagai Perda bukan pekerjaan gampang. Apalagi selama ini Panitia Legislasi (Panleg) tidak memiliki program legislasi daerah (Prolegda) yang dibuat secara rigid.
Belajar dari pengalaman 2008, Deprov tidak mampu menyelesaikan beberapa Raperda yang awalnya diprioritaskan, seperti Raperda masyarakat adat Tau Towana, Raperda pemenuhan hak anak, Raperda jasa konstruksi dan Raperda pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
Dalam catatan Mercusuar, ada beberapa kendala yang membuat beberapa Raperda tidak selesai meski telah satu tahun dibahas. Diantara masalah yang muncul adalah terbitnya beberapa aturan perundang-undangan baru dan tingkat kedisiplinan anggota Deprov. Telah menjadi rahasia umum, seringkali sidang-sindang Deprov tidak kuorum dan pada akhirnya Panmus merubah agenda Deprov berkali-kali.
Kondisi akhir masa bakti seperti ini, juga terjadi pada tahun 2004. Dimana menjelang Pemilu hampir semua anggota Deprov yang dicalonkan kembali, lebih banyak menggunakan waktunya untuk turun ke daerah pemilihan masing-masing. Walhasil, program yang dicanangkan tidak berjalan.
Hebatnya, meski tugas-tugas kedewanan dan kerakyatan yang melekat tidak berjalan sebagaimana mestinya, berdasarkan pantauan Koran ini, saat tanggal muda kantor Deprov ramai oleh anggota yang mengurus uang representasinya (gaji.Red). Demikian juga ketika mendapat tugas luar daerah, dengan senang hati pimpinan dan anggota Deprov mengurus surat perintah perjalanan dinas (SPPD). Kenapa seperti itu? Dapat ditebak, ada SPPD berarti ada biaya perjalanan dinas. Jelas, ada tambahan pendapatan pimpinan dan anggota Deprov.
Memasuki TW II (Juni-September), kemungkinan tidak semua Raperda dapat diselesaikan. Hal ini dikarenakan TW II merupakan masa transisi dan akhir masa bakti anggota Deprov periode 2009-2014. Pasca Pemilu Legislatif, seperti pengalaman 2004, banyak anggota Deprov yang tidak lagi konsentrasi dan masuk kantor. Apalagi bagi anggota Deprov yang tidak terpilih lagi.
Faktor penghambat kedua, TW II akan diwarnai kampanye Pilpres. Sama dengan kampanye Pemilu Legislatif, akan banyak anggota Deprov tidak masuk kantor untuk mengikuti dan menjadi juru kampanye (Jurkam) calon Presiden yang didukungnya.
Dengan perhitungan seperti itu, kayaknya agenda yang telah diputuskan Panmus dan ditetapkan dalam paripurna pembukaan masa persidangan akan terbengkalai. Lebih jauh, tugas-tugas yang diamanahkan rakyat dan melekat pada tugas pokok dan fungsi anggota dan pimpinan Deprov tak akan berjalan optimal.***
Kondisi seperti itu, tak urung mempengaruhi tugas-tugas kerakyatan yang diemban anggota Deprov. Malah pepatah lama juga dapat dikenakan pada kondisi Deprov saat ini, jauh panggang daripada api. Tekad Deprov meningkatkan kinerjanya diakhir masa bakti, sebagaimana diungkapkan ketua Deprov Murad U nasir dalam pembukaan masa sidang pertama (9/1/2009), sepertinya tidak akan terwujud.
Dalam paripurna pembukaan masa sidang pertama lalu, Deprov menargetkan dua puluh satu item kegiatan untuk masa persidangan pertama. Bukan hanya itu, Deprov juga mematok penetapan tujuh rancangan peraturan daerah (Raperda) dalam persidangan Triwulan pertama (TW I). Raperda yang dimaksud yakni Raperda irigasi, Raperda pengelolaan kekayaan daerah, Raperda retribusi pemakaian kekayaan daerah, Raperda pemenuhan hak anak, Raperda RPJP 2005-2025 dan Raperda organisasi dan tatakerja lembaga lain. Ini belum ditambah dua Raperda inisiatif Deprov, Raperda lembaga penjamin kredit dan Raperda ketenagakerjaan. Dengan demikian secara keseluruhan ada sembilan Raperda.
Menyelesaikan sembilan Raperda untuk ditetapkan sebagai Perda bukan pekerjaan gampang. Apalagi selama ini Panitia Legislasi (Panleg) tidak memiliki program legislasi daerah (Prolegda) yang dibuat secara rigid.
Belajar dari pengalaman 2008, Deprov tidak mampu menyelesaikan beberapa Raperda yang awalnya diprioritaskan, seperti Raperda masyarakat adat Tau Towana, Raperda pemenuhan hak anak, Raperda jasa konstruksi dan Raperda pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
Dalam catatan Mercusuar, ada beberapa kendala yang membuat beberapa Raperda tidak selesai meski telah satu tahun dibahas. Diantara masalah yang muncul adalah terbitnya beberapa aturan perundang-undangan baru dan tingkat kedisiplinan anggota Deprov. Telah menjadi rahasia umum, seringkali sidang-sindang Deprov tidak kuorum dan pada akhirnya Panmus merubah agenda Deprov berkali-kali.
Kondisi akhir masa bakti seperti ini, juga terjadi pada tahun 2004. Dimana menjelang Pemilu hampir semua anggota Deprov yang dicalonkan kembali, lebih banyak menggunakan waktunya untuk turun ke daerah pemilihan masing-masing. Walhasil, program yang dicanangkan tidak berjalan.
Hebatnya, meski tugas-tugas kedewanan dan kerakyatan yang melekat tidak berjalan sebagaimana mestinya, berdasarkan pantauan Koran ini, saat tanggal muda kantor Deprov ramai oleh anggota yang mengurus uang representasinya (gaji.Red). Demikian juga ketika mendapat tugas luar daerah, dengan senang hati pimpinan dan anggota Deprov mengurus surat perintah perjalanan dinas (SPPD). Kenapa seperti itu? Dapat ditebak, ada SPPD berarti ada biaya perjalanan dinas. Jelas, ada tambahan pendapatan pimpinan dan anggota Deprov.
Memasuki TW II (Juni-September), kemungkinan tidak semua Raperda dapat diselesaikan. Hal ini dikarenakan TW II merupakan masa transisi dan akhir masa bakti anggota Deprov periode 2009-2014. Pasca Pemilu Legislatif, seperti pengalaman 2004, banyak anggota Deprov yang tidak lagi konsentrasi dan masuk kantor. Apalagi bagi anggota Deprov yang tidak terpilih lagi.
Faktor penghambat kedua, TW II akan diwarnai kampanye Pilpres. Sama dengan kampanye Pemilu Legislatif, akan banyak anggota Deprov tidak masuk kantor untuk mengikuti dan menjadi juru kampanye (Jurkam) calon Presiden yang didukungnya.
Dengan perhitungan seperti itu, kayaknya agenda yang telah diputuskan Panmus dan ditetapkan dalam paripurna pembukaan masa persidangan akan terbengkalai. Lebih jauh, tugas-tugas yang diamanahkan rakyat dan melekat pada tugas pokok dan fungsi anggota dan pimpinan Deprov tak akan berjalan optimal.***
Komentar
Posting Komentar