Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2022

Serakah

Gambar
  Oleh: Temu Sutrisno   Foto: Pixabay   Api yang berkobar Pada saatnya akan padam Salju dingin membeku Perlahan mencair Menganak sungai merindukan muara Pepohonan kembali bersemi Menggeliat   mendendangkan segala rasa Tapi Tidak Bagi mereka yang mengagungkan singgasana Mereka yang merasa menggenggam dunia Mereka yang membuat sandiwara Mereka yang memainkan harga Api seakan membara selamanya Salju menyumbat telinga Tertawa Abai pada derita daun meluruh Asal yang lain tersungkur jatuh Tak peduli yang lain menderita Asal pundi-pundi menggurita Mereka lupa Paus tak selamanya di kedalaman samudera Saat mendongakkan kepala Tangan ringkih nelayan Menghujam tombak Membuyarkan segala asa Tak ada lagi tawa Tak ada lagi kuasa Mata Sang Kala Membakar ubun-ubun Menghanguskan jiwa Terlambat Keserakahan tak mampu menyuapnya. *** Tana Kaili, 18 Maret 2022

Media dan Opini Masyarakat di Era Industri 4.0

Gambar
  Oleh: Temu Sutrisno   Hannover Fair, 4-8 April 2011 untuk pertama kalinya mengenalkan istilah Industri 4.0 . P emerintah Jerman menggunakan istilah Industri 4.0 untuk memajukan bidang industri ke tingkat selanjutnya, dengan bantuan teknologi. Revolusi industri generasi keempat ini, bisa diartikan sebagai adanya ikut campur sebuah sistem cerdas dan otomasi dalam industri. Hal itu digerakkan oleh data melalui teknologi machine learning dan artificial intelligence ( AI ) . Sebenarnya, campur tangan komputer sudah ikut dalam Industri 3.0. Saat itu, komputer dinilai sebagai ‘disruptive’, atau bisa diartikan sesuatu yang mampu menciptakan peluang pasar baru. S aat ini kemajuan machine learning dan AI menjadi pembeda antara Industri 3.0 dengan 4.0 . Di era Industri 4.0, pelaku industri membiarkan komputer saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain . Pada akhirnya komputer yang saling terhubung, membuat keputusan tanpa keterlibatan manusia. Kombinasi dari sistem dunia nyata dan

Proyek Mangkrak

Gambar
  KITA sering mendengar penceramah menyampaikan pesan dakwahnya melalui cerita lucu. Tak pelak, banyak orang tertawa dan nyaris tidak ada yang tersinggung. Salah satu pesan dakwah yang disampaikan dengan mengocok perut adalah, cerita proyek jalan dan jembatan antara surga dan neraka. Konon untuk kepentingan komunikasi, penghuni neraka dan surga sepakat membangun jembatan untuk menghubungkan dua tempat yang kondisinya bertolak belakang itu. Pembangunan jalan dan jembatan dilakukan kedua pihak dan direncanakan bertemu di tengah-tengah, karena kedua penghuni tidak boleh bertukar tempat. Beberapa waktu berjalan, penghuni surga baru menyelesaikan sekira 20 persen pekerjaan. Sementara penghuni neraka hampir selesai. Malaikat pengawas pun melakukan sidak. Para penghuni surga mengakui kerja mereka lambat. “Kami terbiasa hidup jujur. Belum pernah mengerjakan proyek semacam ini. Kami kerjakan sesuai aturan main,” kata mereka. Sementara di neraka, baru melihat daftar penghuni neraka, mala

Jangan Buat Rakyat Bersitegang

Gambar
  RAKYAT Indonesia mungkin tidak banyak yang mengenal Cornelis Speelman. Tapi hampir semua tahu istilah devide et impera, siasat adu domba antar rakyat ataupun antar kerajaan-kerajaan di Nusantara. Cornelis Speelman merupakan sang pencetus strategi tersebut. Cornelis Speelman yang merupakan Gubernur Jenderal VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) ke-14 sukses memecah-belah Nusantara. Speelman merupakan orang yang paling bertanggungjawab atas penaklukkan sejumlah wilayah di Nusantara. Orang per orang dan wilayah-wilayah yang ada di Nusantara tidak bersatu, dan saling sikut berkat kelihaian mantan boekhouder atau kepala tata administrasi di kongsi perdagangan Belanda tersebut. Cornelis Speelman telah tiada. Ia mangkat 11 Januari 1684 silam di Kastil Batavia. Tapi benturan antar masyarakat, sikap saling mencurigai antarkelompok, pro-kontra antara pejabat, politisi, atau tokoh masyarakat satu dengan yang lainnya yang berpotensi merenggangkan ikatan sosial, bahkan tenun kebangsaan tidak hi

Tak Asa Investasi Senilai Nyawa

Gambar
ADAGIUM keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi atau Salus Populi Suprema Lex Esto, seharusnya menjadi pedoman utama atau bahkan menjadi prinsip dasar bagi semua komponen bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Pemikiran Marcus Tullius Cicero (106 SM-43 SM), dua ribu tahun silam tentang bagaimana negarawan seharusnya menimbang berbagai persoalan kenegaraan tersebut rasanya masih relevan. Keselamatan rakyat hendaknya selalu ditempatkan di atas segalanya. Prinsip ini sempat mengemuka dan trending di awal penanganan pandemi Covid-19. Seharusnya prinsip bernegara seperti ini juga berlaku untuk dunia usaha. Investasi hendaknya memerhatikan suara, hak, dan keselamatan rakyat. Tidak ada investasi senilai nyawa. Tidak boleh ada investasi di negeri ini, atas nama apapun mengorbankan nyawa rakyat.  Di era keterbukaan seperti saat ini, sudah tak pantas lagi pemerintah dan aparat keamanan menggunakan pendekatan represif terhadap masyarakat yang berbeda pendapat soal investasi di daerahnya