Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2015

KPU Jangan Main-main!

Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta tidak main-main dengan membuat norma hukum baru dalam pelaksanaan Pilkada serentak. Peringatan tegas itu disampaikan Ketua Umum DPP PPP, Romahurmuziy, saat ramah-tamah dengan media sahabat PPP di Palu, Sabtu (18/4/2015). KPU ditegaskan Romy, harus patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Pilkada dan Partai Politik. “KPU itu sederhananya hanya ivent organizer Pemilu. KPU pelaksana undang-undang, bukan pembuat undang-undang. Olehnya jangan membuat norma baru dengan membuat batasan partai A atau B bisa ikut Pilkada atau tidak hanya karena ada konflik internal,” tegas Romy. Sebagai pelaksana undang-undang, KPU hendaknya patuh pada dua rezim hukum yang berkaitan dengan Pilkada, yakni undang-undang yang mengatur Pilkada dan undang-undang tentang partai politik. “Aturannya jelas dalam kedua rezim hukum tersebut, partai yang bisa ikut Pemilu atau Pilkada adalah partai yang sah secara hukum. Sah secara hukum yang dimaksud adala

Siapa Bertanggungjawab Dum Aset?

Hampir tiap tahun, permasalahan aset senantiasa muncul dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI terhadap pengelolaan keuangan dan aset daerah. Permasalahan yang kerap muncul, inventarisasi dan penghapusan aset. Permasalahan aset menjadi salahsatu penentu opini yang dikeluarkan BPK RI mulai dari wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian hingga tidak memberikan opini (disclaimer). Penghapusan aset yang sering jadi sorotan dan berpotensi bermasalah secara hukum, pemindahtangan atau penjualan yang lebih dikenal dengan dum aset. Saat dum aset bermasalah, pihak yang paling disalahkan publik, biasanya kepala satuan perangkat daerah (SKPD) selaku pengguna aset. Malah seringkali kelompok masyarakat melaporkan kepala SKPD pada aparat hukum atas permasalahan dum aset. Benarkan Kepala SKPD sebagai pihak yang harus disalahkan, jika terjadi dugaan penyimpangan dum aset? Kepala SKPD sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik ne

Produk Jurnalistik Berdasarkan Undang-Undang Pers

Gambar
Oleh: Temu Sutrisno Sepekan terakhir masyarakat Indonesia dikejutkan dengan pemblokiran beberapa situs media online, yang ditengarai pemerintah sebagai media radikal. Pro kontra terhadap pemblokiran langsung muncul di tengah masyarakat. Sebagian masyarakat tidak setuju dengan pemblokiran, karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan kebebasan pers. Bisa jadi alasan penolakan yang disandarkan pada UUD 1945 ada benarnya. Pemblokiran dinilai sebagai tindakan yang bertentangan dengan hak berpendapat yang disahkan UUD 1945. Namun dari sisi kebebasan pers, masih bisa didiskusikan. Pemblokiran dinilai melanggar Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (selanjutnya ditulis UU Pers), dimana dinyatakan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Pertanyaan pertama, apakah benar situs-situs tersebut merupakan produk jurnalistik atau kegiatan pers? Kedua, benarkah lembaga yang menerbitkan situs-situs tersebut merupakan perusahaan