Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2011

Batas Gorontalo-Buol Diprotes

PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) dan masyarakat Buol protes atas penetapan tapal batas antara Sulteng dan Gorontalo, yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri. Protes tersebut terungkap saat Pemkab Buol dan perwakilan masyarakat bertatap muka dengan anggota DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, yang melakukan koordinasi dalam daerah di Buol, kemarin (11/4). “Pemkab dan masyarakat protes, karena penetapan tapal batas merugikan daerah dan masyarakat Sulteng, khususnya masyarakat desa Molongato kecamatan Paleleh kabupaten Buol,” ujar anggota Deprov dari Dapil Buol, Zainal Daud via Ponsel, kemarin. Tapal batas lanjut Zainal, masuk ke wilayah Buol sepanjang 2 Km. Masyarakat di sepanjang perbatasan tetap menginginkan masuk daerah Sulteng. “Ini wajar, karena mereka dari dulu secara turun-temurun merupakan orang Buol,” lanjut Zainal. Berdasarkan penuturan Pemkab dan perwakilan masyarakat pada anggota Deprov, Sulteng dirugikan dari sisi sumberdaya alam berupa potensi tambang dan sumberdaya laut. “Pemkab m

Banggai Kepulauan, Kabupaten Bahari dengan Beribu Potensi

MENYEBUT nama Banggai Kebulauan (Bangkep), bayangan pertama yang muncul adalah wisata bahari dan potensi perikanan. Ya, Bangkep memang salahsatu daerah Sulteng yang memiliki kekayaan laut luar biasa besar dan panorama alam bawah laut indah nan cantik. Namun demikian, menisbahkan Bangkep dengan potensi perikanan dan kelautannya, bukan berarti menafikkan potensi alam lainnya. Bangkep yang mekar tahun 1999 dari kabupaten Banggai, juga memiliki potensi pertanian dan pertambangan yang tak kalah besar. Bangkep menyimpan potensi tambang seperti minyak bumi, mika, batu gamping sebagai bahan baku semen, batu granit dan pasir besi yang hingga kini belum tersentuh oleh industri besar. Jika potensi ini diolah, bakal meningkatkan pendapatan daerah, masyarakat dan penciptaan lapangan kerja baru. Dari sektor pertanian, Bangkep memiliki luas lahan persawahan yang telah terolah 551 Ha dengan produksi rata-rata 3,29 ton perhektar. Selain itu, produksi yang paling menonjol adalah kelapa dalam. Produks

Audit dan Perbaiki PD Sulteng!

ANGGOTA Komisi II bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, Zainal Daud dan As'ad Lawali mengatakan, Perusahan Daerah sebaiknya jangan ditutup meski sudah kolaps. "Jangan ditutup karena itu aset daerah. Solusinya manajemen perusahaan harus diperbaiki," kata Zainal Daud, , Kamis (14/4). Dia mengatakan, perusahaan itu belum bisa disebut kolaps meski sebelumnya Direktur Utama PD Sulteng. Zainal Abduh menyatakan bahwa perusahaan yang dia pimpin sudah kolaps karena keterbatasan modal sehingga unit usahanya tidak bisa jalan. Menurut Zainal Daud perusahaan itu dinyatakan kolaps jika sudah melalui audit menyeluruh dan dinyatakan pailit. "Siapa bilang PD Sulteng tidak ada modal. Mereka punya mesin cetak, punya usaha travel. Ini karena ketidakmampuan manajemen sehingga perusahaan tidak bisa berjalan," kata Zainal. Dia mengatakan, pemerintah daerah sebaiknya menguji kembali orang-orang yang ditempatkan di perushaan daerah tersebut. Bagi karyawan yang berk

Bantuan Nelayan belum Disalurkan

BANTUAN alat tangkap ikan untuk nelayan Buol yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) 2010, hingga kini belum disalurkan. Hal itu dikeluhkan masyarakat, saat anggota DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, melakukan kunjungan ke Buol. “Menurut masyarakat, rekanan belum bersedia menyerahkan ke nelayan karena belum dibayar. Ini aneh, karena DAK anggarannya stand by dan cair 2010,” terang anggota Komisi II Deprov Sulteng dari Dapil Buol-Tolitoli, Zainal Daud, akhir pekan kemarin. Zainal meminta aparat hukum secepatnya melakukan penelusuran terhadap kasus tersebut. Patut diduga kata Zainal, ada yang tidak beres dengan pengelolaan dana DAK bantuan nelayan tersebut. Sebelumnya ungkap Zainal, juga terjadi kasus yang sama pada pengadaan kendaraan roda dua untuk tenaga teknis kesehatan dan bidan. Motor yang telah dipakai bidang, akhirnya ditarik rekanan karena belum dibayar oleh Pemkab Buol. “Kasus ini bukan hanya terjadi pada pengadaan bantuan untuk nelayan, sebelumnya juga pengadaan motor tenaga

Terserang VSD, Lahan Kakao jadi Sawah

SEBAGIAN kebun kakao di kecamatan Torue kabupaten Parmout telah beralih menjadi sawah. Hal itu dikarenakan serangan virus Vascular Streak Dieback (VSD) pada kakao petani. “Banyak kebun yang diubah jadi sawah, karena serangan daun menguning dan pucuk kering. Serangan pada kakao ini dikeluhkan masyarakat,” terang anggota DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng dari Dapil Parmout, I Nyoman Slamet, di ruang kerjanya kemarin (19/4). Masyarakat lanjut Nyoman, berharap Dinas Pertanian Sulteng bisa turun tangan membantu penyelesaian kasus tersebut. Dikhawatirkan, jika tidak tertangani secara serius, serangan akan makin meluas. “Selain berkaitan dengan pendapatan masyarakat, ini juga terkait posisi Sulteng sebagai salahsatu daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia,” kata politisi muda PDIP itu. TMU

Dugaan Penyimpangan Pajak ‘Dianaktirikan’

SEPEKAN terakhir, Kejati Sulteng disibukkan dengan penyelidikan dugaan penyimpangan pembangunan gedung Biro Perlengkapan Umum dan Aset Daerah (Perlum) senilai Rp3,5 miliar. Sikap trengginas Kejati mengendus dugaan Penyimpangan Perlum patut diapresiasi positif. Namun demikian, Kejati seperti melupakan dan menganaktirikan dugaan penyimpangan pajak daerah sebesar Rp47 miliar. Sikap Kejati ini tentu menjadi pertanyaan tersendiri bagi publik Sulteng. Pasalnya, dugaan penyimpangan pengelolaan pendapatan asli daerah itu, menjadi temuan BPK dan dimuat dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) tahun 2010. Malah BPK sempat mengancam Pemprov dan DPRD Sulteng, jika tidak menindaklanjuti temuan tersebut. Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara, Permendagri No. 13 tahun 2010 tentang pedoman pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap tindaklanjut temuan BPK ataupun Peraturan BPK No. 2 tahun 2010, Deprov dan Gubernur harus menindaklanjuti rekomen

47 Tahun Sulteng, Tiga Ribu Anak Terlantar

TIGA tahun terakhir, masyarakat Sulteng tidak asing dengan pemandangan anak-anak usia sekolah yang meminta-minta di perempatan lampu merah. Pemandangan itu paling banyak dijumpai di kota Palu. Sepintas terlihat ada kecenderungan peningkatan anak-anak peminta-minta tersebut. Asumsi peningkatan anak-anak terlantar tersebut, sepertinya dibenarkan oleh data yang dimiliki pemerintah. Memasuki usia ke-47 Sulteng, anak-anak terlantar yang berhasil didata pemerintah mencapai 3.200 jiwa. Jumlah tersebut terbagi dalam dua kategori, diberdayakan panti sebesar 2.700 jiwa dan non panti 500 jiwa pada akhir tahun 2010. Berdasarkan data yang disodorkan mantan gubernur HB Paliudju dalam laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) akhir masa jabatan, kurun 2006-2010 jumlah anak terlantar fluktuatif berkisar antara 2.600 hingga 3.700. Kondisi ini seperti puncak gunung es, dimana jumlah anak terlantar sebenarnya lebih besar. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang berhasil didata pemerintah. Tidak menutup

PR untuk Gubernur Sulteng

GUBERNUR Terpilih memiliki pekerjaan rumah (PR) yang cukup berat, untuk perubahan dan kemajuan Sulteng kedepan. Dibutuhkan kerja keras untuk menuntaskan permasalahan yang selama ini menjadi titik lemah Sulteng. Begitu pula dengan beberapa masalah yang belum tuntas pada masa pemerintahan sebelumnya. Salah satu yang menjadi kelemahan Sulteng adalah infrastruktur jalan. Sampai saat ini jalan provinsi yang belum tembus mencapai 272,2 Km. Berdasarkan data laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur HB Paliudju diakhir masa jabatan, hingga tahun 2010 kondisi jalan yang terbilang baik baru mencapai 347,4 Km.Sementara jalan negara yang kondisinya baik, jauh lebih besar dari jalan provinsi, yaitu 970,94 Km. Selain jalan yang belum tembus, kondisi infrastruktur jalan Sulteng juga banyak yang mengalami kerusakan.Untuk kategori rusak berat mencapai 207,81 Km dan kategori rusak 394,37 Km. Kondisi ini diperparah dengan kondisi jalan negara yang tidak jauh berbeda. Jalan Negara di Sulteng d

47 Tahun Sulteng, Jalan Belum Tembus 272 Kilometer

MEMASUKI usia Sulteng ke-47, kelemahan infrastruktur masih menjadi persoalan pelik. Salahsatunya adalah infrastruktur jalan provinsi yang belum tembus mencapai 272,2 Km. Berdasarkan data laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur HB Paliudju diakhir masa jabatan, hingga tahun 2010 kondisi jalan yang terbilang baik baru mencapai 347,4 Km.Sementara jalan Negara yang kondisinya baik, jauh lebih besar dari jalan provinsi, yaitu 970,94 Km. Selain jalan yang belum tembus, kondisi infrastruktur jalan Sulteng juga banyak yang mengalami kerusakan.Untuk kategori rusak berat mencapai 207,81 Km dan kategori rusak 394,37 Km. Kondisi ini diperparah dengan kondisi jalan Negara yang tidak jauh berbeda. Jalan Negara di Sulteng dalam kondisi rusak berat mencapai 259,18 Km dan rusak sepanjang 289,30 Km. Menurut Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, Suprapto Dg Situru, lemehnya infrastruktur jalan tidak terlepas dari minimnya anggaran baik APBD Provinsi maupun APBN yang dikucur

47 Tahun Sulteng, Upaya Mencerdaskan Masyarakat Gagal

MEMASUKI usia 47 tahun, masih banyak masyarakat Sulteng yang belum menikmati pendidikan secara layak. Alih-alih menyelesaikan studi strata satu (sarjana), pendidikan dasarpun masih jauh tertinggal. Masih banyak masyarakat yang belum memenuhi standar pendidikan dasar 9 tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, sekira 58 persen penduduk hanya berpendidikan SD. Kondisi tersebut menurut Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, Moh Ilham Chndra Ilyas, bukti upaya pencerdasan masyarakat belum sepenuhnya berhasil. “Jika kita ingin maju, maka pendidikan harus dinomorsatukan. Untuk itu, pemerintah harus memprioritaskan perbaikan pendidikan.Demikian juga kita di Deprov harus membackup dengan politik anggaran,” katanya ditemui di ruang kerjanya kemarin (5/4). Pemerintah lanjut Chandra, harus menggenjot program pendidikan sehingga seluruh masyarakat benar-benar menikmati pendidikan dan menyelesaikan minimal pendidikan dasar 9 tahun. “Dengan pendidikan yang bagus, upaya

47 Tahun Sulteng, Pengangguran Capai 62 Ribu Jiwa

JUMLAH pengangguran di Sulteng mencapai 62.964 jiwa. Hal itu menjadi salahsatu catatan Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng,Moh Ilham Chandra Ilyas. Jumlah pengangguran tersebut diungkapkan Chandra, tercantum dalam laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Sulteng akhir masa jabatan 2010. Lapangan kerja lanjut Chandra, tidak seimbang dengan pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. “Diakui berdasarkan data yang disampaikan Gubernur, angka pengangguran turun. Namun masih adasekira 62 ribu jiwa yang menganggur. Lapangan kerja yang ada tidak sebanding dengan angkatan kerja dan laju pertumbuhan penduduk,” ujar Chandra kemarin. Pengangguran ungkap politisi muda PKS itu, lebih banyak didominasi out put pendidikan tinggi. Hal itu menurutnya dikarenakan pendidikan daerah kurang berkorelasi dengan potensi lapangan kerja yang ada. Selain penangguran, Chandra juga menggarisbawahi angka kemiskinan di Sulteng. Hingga Maret 2010, angka kemiskinan Sulteng mencapai 18,06 per

Masyarakat Jawa Dukung Keistimewaan Yogyakarta

PALU,MERCUSUAR, Masyarakat Sulawesi Tengah asal dan keturunan Jawa, menyatakan dukungannya pada keistimewaan Yogyakarta. Dukungan tersebut disampaikan para tokoh dan pengurus kerukunan serta paguyuban Jawa se Sulawesi Tengah, saat silaturahmi dengan Wakil Ketua DPD RI, GKR Hemas yang juga istri Sultan Hamengkubuwono X, Kamis (17/3/2011). Surat pernyataan dukungan yang ditandatangani 25 pengurus kerukunan/paguyuban Jawa se Sulawesi Tengah, dibacakan tokoh masyarakat Jawa dari Tolitoli, Tarlin Sitti Prawira. Setelah pembacaan dukungan, surat langsung diserahkan oleh tokoh masyarakat Jawa Sulawesi Tengah, drg H. Mariyadi. Dalam surat dukungan dinyatakan Keistimewaan Yogyakarta merupakan warisan budaya dunia yang harus dihormati, dilestarikan dan dipertahankan. Mendukung Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam IX sebagai pemimpin masyarakat dan daerah Yogyakarta dengan cara penetapan dan kepemimpinan selanjutnya tetap mengacu pada aturan yang telah digariskan kesultanan dan puro pa

Rekomendasi Panja tak Menggigit

LAGI-LAGI fungsi pengawasan DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng lemah. Panitia kerja (Panja) Deprov untuk tindaklanjut temuan BPK RI pada beberapa SKPD Sulteng, menelurkan rekomendasi datar dan tidak menggigit. Laporan: Temu Sutrisno Panja yang bekerja sekira satu bulan penuh hanya merekomendasikan pada gubernur untuk menegur anak buahnya karena temuan BPK. Panja juga merekomendasikan perbaikan manajemen PT Bank Sulteng. Dua rekomendasi yang tidak memiliki kekuatan politik untuk mengungkap dugaan penyimpangan yang terjadi di Pemprov Sulteng sebagaimana temuan BPK. Satu-satunya rekomendasi yang agak berbobot adalah meminta BPK kembali melakukan pemeriksaan (audit) pada PT Bank Sulteng dan Dinas Pendapatan Daerah. Rekomendasi Panja jelas tidak sepadan dengan dugaan penyimpangan PAD sebesar Rp47 miliar dan kredit bermasalah di kantor cabang utama (KCU) PT Bank Sulteng sebesar Rp12 miliar. Dugaan penyimpangan pengelolaan PAD yang ditemukan BPK RI, bakal ditindaklanjuti DPRD Provinsi (Deprov) S

Deprov Jangan Hanya Menonton!

DANA bagi hasil (DBH) pajak daerah 2010 dari Pemprov untuk Pemkab/kota, hingga kini belum seluruhnya ditransfer. Anehnya, DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng yang pertamakali mengungkap kasus ini, malah diam dan menjadi penonton polemik DBH antara Pemprov versus Pemkab/kota. Padahal jelas dalam aturan perundang-undangan, tidak ada fungsi ‘penoton’ yang melekat pada Deprov. Jika dirunut kebelakang, masalah DBH muncul sekira bulan November 2010 saat siding laporan hasil kunjungan dalam daerah anggota Deprov. Saat itu hamper semua Pemkab/kota mengeluhkan belum dicairkannya DBH tahun 2010. Malah untuk Pemkot Palu, ada sebagian DBH tahun 2008 dan 2009 juga belum tuntas. Seakan mendapat dukungan politik, pasca sidang Deprov, Pemkab/kota ramai-ramai mempublish pada masyarakat DBH yang menjadi haknya. Mereka juga mengajukan pencairan pada Pemprov. Namun faktanya, hingga kini DBH belum sepenuhnya cair dan diterima Pemkab/kota. Tak mau malu, Pemprov pada awalnya ngotot pada media telah mencairkan DBH

Audit Aliran Dana Bank Sulteng Rp18 Miliar!

PALU, MERCUSUAR- Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Sulteng Lucy Shanti meminta, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulteng memeriksa aliran dana pemerintah Sulteng ke Bank Sulteng tanpa melalui rekening Pemda. Dia mengatakan, patut dicurigai ada masalah dalam aliran dana sebesar Rp18 miliar ke Bank Sulteng kurun waktu tahun 2007-2010 tersebut karena hal ini tidak terpublikasi dengan alasan rahasia perbankan. "Kalau misalnya itu diduga ada masalah masa harus dirahasiakan, BPK harus mengungkap masalah ini. Panja temuan BPK tidak merekomendasikan ini, karena tidak ada dalam temuan BPK dan Sembilan rekomendasi. Saat ini terungkap dalam paripurna, perlu penelusuran," kata Uchi Anggota Komisi II Deprov Asgar Djuhaepa mengatakan, dirinya tidak mungkin berani mengemukakan adanya dugaan aliran dana ke Bank Sulteng tanpa melalui rekening pemerintah tersebut jika tidak ada sumbernya. "Sumbernya jelas. Ini saya peroleh dari BI, hanya saja tidak terekspos karena alasan rahas

DBH Ngadat, Terindikasi Pelanggaran Hukum

PALU, MERCUSUAR-Dana bagi hasil (DBH) pajak daerah untuk kabupaten/kota yang belum cair, mengindikasikan pelanggaran hukum. Dugaan itu diungkapkan Direktur Lembaga Informasi dan Pengawasan Keuangan Daerah (Lipkada) Sulteng, Andi Ridwan Adam. Dikatakan Andi, standar akuntansi keuangan Negara mengatur uang yang dikelola pemerintah tutup buku pada akhir tahun anggaran. Secara adiminstratif, tiap tahun ditutup pada tanggal 27 Desember tahun berjalan. “Pada akhir tahun anggaran, hanya Silpa yang ada di kas daerah. DBH seharusnya sudah ditransfer secara keseluruhan. Jika dalam perhitungan selanjutnya ada tambahan DBH, itu akan disalurkan awal tahun setelahnya dan dikutakan dengan SK Gubernur. Artinya, patut diduga uang DBH tidak ada di rekening Pemprov dan kas daerah, pada akhir tahun anggaran,” analisis Andi, ditemui di DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, kemarin (26/1). Jika dugaan itu benar lanjut Andi, maka pengalihan uang DBH ke rekening selain rekening Pemprov, merupakan pelanggaran hukum

Upaya Mencerdaskan Masyarakat Gagal

MEMASUKI usia 47 tahun, masih banyak masyarakat Sulteng yang belum menikmati pendidikan secara layak. Alih-alih menyelesaikan studi strata satu (sarjana), pendidikan dasarpun masih jauh tertinggal. Masih banyak masyarakat yang belum memenuhi standar pendidikan dasar 9 tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, sekira 58 persen penduduk hanya berpendidikan SD. Kondisi tersebut menurut Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng, Moh Ilham Chndra Ilyas, bukti upaya pencerdasan masyarakat belum sepenuhnya berhasil. “Jika kita ingin maju, maka pendidikan harus dinomorsatukan. Untuk itu, pemerintah harus memprioritaskan perbaikan pendidikan.Demikian juga kita di Deprov harus membackup dengan politik anggaran,” katanya ditemui di ruang kerjanya kemarin (5/4). Pemerintah lanjut Chandra, harus menggenjot program pendidikan sehingga seluruh masyarakat benar-benar menikmati pendidikan dan menyelesaikan minimal pendidikan dasar 9 tahun. “Dengan pendidikan yang bagus, upaya

Mewaspadai Pengerahan PNS dalam Pilgub Sulteng

PEGAWAI Negeri Sipil (PNS) merupakan pemilih potensial yang diincar semua kandidat dalam perhelatan Pemilukada. Tidak mustahil, dalam Pilgub Sulteng 6 April nanti, suara PNS juga akan diperebutkan.TotalPNS di Sulteng dari semua instansi sekira 67 ribu. Memberikan suara merupakan hak pilih PNS sebagaimana warga sipil lainnya. Namun demikian, PNS secara tegas dilarang terlibat aktiv dukung-mendukung kandidat yang ada. Artinya, hak PNS hanya sekadar memilih. PNS tidak boleh terlibat kampanye kandidat kepala daerah/wakil kepala daerah. Netralitas PNS adalah amanah Pasal 3 UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang juga dijabarkan dalam PP No. 37/2004 yang mengisyaratkan hanya ada dua opsi untuk PNS: Pertama, jika sudah bertekad aktif dalam politik praktis, maka harus meninggalkan status PNS. Kedua, jika ingin mengabdi sebagai PNS, maka harus meninggalkan arena politik. Larangan PNS terlibat dalam kancah politik juga tertuang dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah ya

Tidak Terdaftar dalam DPT, Pemilih Bisa Gugat KPU

BUKAN rahasia lagi, dalam setiap setiap pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada), daftar pemilih tetap (DPT) menjadi permasalahan. KPU selaku peneyelenggara yang bertanggungjawab atas terlaksananya hak rakyat tersebut, selalu mengulangi masalah yang sama. Lalu, bisakah rakyat yang kehilangan hak konstitusionalnya- karena tidak bisa memilih, menggugat KPU? Mengacu pada ketentuan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah untuk ketigakalinya dengan PP No. 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, menyatakan bahwa warga negara yang sudah berusia 17 tahun atau sudah/pernah kawin punya hak memilih. Untuk menggunakan hak memilih, pemilih harus didaftar, yang kewajibannya dibebankan kepada penyelenggara pemilu, sebagaimana diatur Pasal 16 PP No. 6 Tahun