Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2010

Jangan Renggut Hak Sehat Masyarakat Miskin

UNGKAPAN satiris, orang miskin dilarang sakit bukanlah kata-kata kosong. Apabila tak ada uang, sakit sungguh mencekik leher. Pasien dan keluarganya sama-sama menderita, karena biaya kersehatan yang cukup berat. Sepekan terakhir, masyarakat Sulteng dihadapkan pada fakta beberapa rumah sakit kekurangan obat generik, yang banyak dikonsumsi masyarakat miskin. Malahan RSUD Poso kehabisan sama sekali obat generik, dengan alasan anggaran untuk itu belum dicairkan. Kekurangan obat generik pada rumah sakit, pada akhirnya berimbas pada rakyat miskin, karena harus menebus obat paten yang diberikan dokter. Harga obat paten yang lebih tinggi dari obat generik, dirasakan memberatkan masyarakat miskin. Padahal mengacu Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tertanggal 14 Januari 2010, pemerintah melalui Dinkes provinsi dan kabupaten/kota wajib menyediakan obat generik sesuai kebutuhan masyarakat. Ketiadaan obat generik, jelas melanggar Permenkes tersebut. Selain kekurangan obat gen

Gernas Kako; Hindari Kerusakan dengan Pembibitan Lokal

KAKAO merupakan salah satu komoditi unggulan Sulteng dari sektor pertanian. Saat ini sulteng memiliki lahan kakao sekira 221.368 Hektar (Ha) yang tersebar di sebelas kabupaten/kota, dengan status lahan produksi tanaman yang belum menghasilkan (TBM) seluas 50.645 Ha, tanaman menghasilkan (TM) seluas 160.169 Ha dan tanaman tua atau rusak 10.554 Ha. Setahun terakhir, Sulteng menjadi salah satu daerah yang menerima program gerakanan nasional (Gernas) kakao dari Dirjen Perkebunan Kementrian Pertanian. Tahun 2009, Sulteng mendapat kucuran anggaran Rp82,9 miliar untuk rehabilitasi, peremajaan dan intensifikasi kakao. Anggaran itu baru menyentuh sekira lima persen dari luas lahan kakao Sulteng atau 11.050 Ha. Tahun 2010, anggaran Gernas untuk Sulteng mengalami kenaikan dari Rp82,9 miliar menjadi Rp147 miliar untuk 22.100 Ha lahan. Gernas sebagai program yang dinilai menguntungkan petani kakao dan daerah Sulteng, dalam implementasi di lapangan menemukan kendala. Kendala yang paling nampak, kual

Tambang Sigi Untuk Siapa?

SETELAH tambang emas Poboya menjadi polemik antara penambang, pemerintah dan aparat kepolisian dengan belum adanya regulasi yang mengatur pertambangan rakyat, kini Pemkab Sigi mengeluarkan kebijakan larangan aktivitas tambang di seluruh wilayah Sigi, hingga terbit regulasi turunan UU no. 4 tahun 2009 tentang Minerba. Memang hidub bernegara harus tertib dan berlandaskan aturan. Meski begitu tidakkah Pemkab bisa membuat aturan sementara dalam semangat otonomi daerah, bagi rakyat yang ingin menambang. Bukankah semangat Pasal 33 UUD 1945 mengedepankan kesejahteraan rakyat. Pun demikian, aturan yang dibuat negara melalui aparatus pemerintahan, juga harus mengedepankan cita-cita kesejahteraan rakyat. Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pa

UU LLAJ Berlaku, Infrastruktur harus Siap

APAPUN alasannya, pemerintah harus tetap memberlakukan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Penolakan Kementerian Pekerjaan Umum untuk bertanggung jawab atas kerusakan jalan karena dana pemeliharaan terbatas tak bisa jadi alasan. Menurut UU yang berlaku sejak Juni 2009, penyelenggara jalan, yakni Kementerian PU dan dinas PU tergantung kelas jalan, yang tidak segera memperbaiki jalan rusak terancam sanksi pidana atau denda. Tidak tanggung-tanggung hukuman 6 bulan kurungan dan denda Rp120 juta menanti. Latar belakang dari keterbatasan dana adalah karena semula ada dana preservasi untuk penyelenggaraan jalan dari pajak kendaraan dan bahan bakar untuk kendaraan. Belakangan, dana itu tak terwujud setelah berlaku Pasal 8 ayat (5) UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi yang mengatur bahwa paling sedikit 10 persen pajak atas kendaraan bermotor untuk pemeliharaan jalan atau pembangunan transportasi umum. Adapun penggunaan dana bahan bakar tak

Stop Pemotongan Tunjangan Guru

LAGU Oemar Bakrie yang dilantunkan Iwan Fals kembali menyentuh realita dunia pendidikan di Palu. Komunitas ‘Oemar Bakrie’ Palu protes atas pemotongan tunjangan profesi guru. Tunjangan profesi guru tersebut sesuai Peraturan Presiden No. 108 Tahun 2007 tentang Tunjangan Profesi Guru yang berasal dari APBN. Tunjangan profesi guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) non sertifikasi, sekira Rp3 juta, mendapat potongan dari Dinas Pendidikan (Disdik) Palu sebesar Rp450 ribu. Alasan pemotongan itu untuk Pajak Pertambahan Hasil (PPH) 15 persen. Menurut mereka pemotongan yang mengatasnamakan PPH tidak adil, karena di daerah lain tidak terjadi. Mereka menginginkan tunjangan profesi diterima secara utuh. Jauh hari sebelum guru-guru di Palu mengeluhkan pemotongan tunjangan profesi, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) telah meminta Presiden melarang Dinas Pendidikan di kabupaten/kota untuk memotong tunjangan profesional guru. PGRI menilai, pemotongan itu bisa dikategorikan pungutan liar

Telusuri Gernas Kakao

PROGRAM gerakan nasional (Gernas) kakao di Sulteng mendapat sorotan. Petani di beberpa daerah berdasarkan hasil reses anggota DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng mengeluhkan bibit program peremajaan kakao yang didanai APBN 2009 senilai Rp48 miliar. Secara tegas beberapa anggota Deprov meminta laporan Dinas Perkebunan (Disbun) Sulteng dan minta kasus tersebut ditelusuri, karena berkenaan langsung dengan hajat hidup petani kakao Sulteng. Permintaan anggota Deprov untuk dilakukan penelusuran ada benarnya. Pertama, hal itu sesuai fungsi yang melekat pada Deprov, yakni melakukan pengawasan. Berdasarkan fungsi yang dimilikinya, Deprov memiliki kewenangan meminta data dan mengecek langsung program Gernas kakao di lapangan. Kedua, ada perbedaan antara fakta yang ditemukan anggota Deprov dengan Disbun. Petani kakao di beberapa wilayah menurut anggota Deprov sempat mempertanyakan kualitas bibit kakao yang disalurkan Disbun melalui kontraktor yang memenangkan tender pengadaan bibit. Sementara Disbun m

Proses Hukum Dana Recovery Masuk Penyidikan

KASUS dana recovery Poso memasuki babak baru. Kejati Sulteng telah meningkatkan statusnya ke tingkat penyidikan dan mengantongi beberapa nama bakal tersangka. Dari awal, dana recovery Poso pasca konflik Rp58 miliar, terlihat rentan penyelewengan. Pemkab dan DPRD Kabupaten (Dekab) Poso, tidak sejalan terkait realisasi program recovery. Kedua instansi pemerintahan daerah itu gontok-gontokan soal dana recovery. Imbasnya, program Pemkab berjalan sendiri tanpa persetujuan Dekab. Perencanaan hingga pengawasan nyaris tidak berjalan. Ujungnya, terindikasi ada banyak penyelewengan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat Poso, korban konflik. Tidak tanggung-tanggung, dua instansi penegak hukum, yakni BPKP dan Kejati Sulteng, melakukan pemeriksaan secara intensif atas dugaan penyelewengan dana recovery. BPKP Perwakilan Sulteng, malah menggelar investigasi lapangan hingga ke desa dan kelurahan, untuk memeriksa realisasi dana recovery. Tidak ketinggalan, insan pers juga memainkan pe

Menguji Komitmen Pemkot

PEMERINTAH Kota (Pemkot) Palu memberikan jaminan kepada ribuan penambang tetap bebas menambang tanpa adanya penertiban sebagaimana isu yang santer diberitakan belakangan ini. Pemkot membantah jika Polda akan melakukan penertiban penambang pada batas waktu 12 Maret nanti. Pemkot menjamin aturan bahwa aturan tentang penambangan dari Walikota Palu akan tertib sebelum deadline yang disepakati. Ditengah janji Pemkot mengeluarkan regulasi pertambangan rakyat tepat waktu dan jaminan tidak akan ada penertiban, pada saat yang sama Kapolda Sulteng, Brigjend Pol M Amin Saleh tetap komitmen dengan keputusan bersama unsur Muspida, pemerintah daerah, legislatif, ketua-ketua adat di Poboya, Lasoani, Kawatuna, terkait penegakan hukum bagi penambang, 12 Maret mendatang. Hal itu dilakukan apabila regulasi yang mengatur pertambangan Poboya belum dikeluarkan pemerintah. Kapolda juga tetap berkomitmen akan menegakkan aturan tersebut, meski yang terlibat dalam aktivitas pertambangan Poboya adalah ‘baju hija

Kredit Macet PT Bank Sulteng, PR bagi Deprov

KREDIT macet pada PT Bank Sulteng kembali mencuat. Komisi II DPRD Provinsi (Deprov) mempersoalkan belum kelarnya masalah tersebut, sejak pencopotan Komisaris Utama HN Bidja dan Direktur Utama Judson Renonto pertengahan Juni 2009 lalu dalam rapat koordinasi, Kamis (18/2). Kredit macet yang menerpa PT Bank Sulteng bukan kali ini dipermasalahkan. Sebelumnya Deprov masa bhakti 2004-2009 juga bersuara keras soal kredit macet yang berbuntut pada restrukturisasi manajemen PT Bank Sulteng. Bahkan saat itu sempat diusulkan agar Deprov menggunakan hak interpelasi, menyikapi kredit macet dan pencopotan Komisaris Utama HN Bidja dan Direktur Utama Judson Renonto. Penggunaan hak interpelasi menguat karena Deprov merasa Gubernur HB Palidju telah melanggar ketentuan UU Perbankan dan Akta Pendirian PT Bank Sulteng, saat mencopot HN Bidja dan Judson Renonto yang dinilai gagal mengatasi kredit macet PT Bank Sulteng. Langkah berani Deprov ‘menyerang’ Gubernur, tidak selesai hingga akhir masa bhakti. Ketua