Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2009

Menggugat Tanggungjawab Pemerintah Mencairkan DPM

SEJAK Indonesia merdeka, pemerintahan Orde Lama, Orde Baru hingga masa reformasi saat ini, sering kali rakyat harus menanggung kerugian akibat kebijakan pemerintah. Salah satu contoh paling nyata, persoalan pengembalian dana penyertaan modal (DPM) petani cengkeh Sulteng sebesar Rp48 miliar, yang dikelola Inkud dan Puskud. Sebagaimana dilansir Mercusuar (24/2), pemerintah berlepas tangan atas tuntutan petani cengkeh, dengan alasan tidak ada kerugian negara dalam kasus tersebut. Kasus tersebut murni antara petani cengkeh dengan Puskud dan Inkud, pasca pembubaran Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC). DPM pada awalnya merupakan program nasional berdasarkan SK Menteri Perdagangan No. 23/KP/I/1991 tertanggal 31 Januari tentang Penetapan harga cengkeh dan Penetapan DPM sebesar Rp 1.000/Kg. SK itu ditindak lanjuti dengan Inpres No. 1 Tahun 1992 tentang Harga Dasar Pembelian Cengkeh oleh KUD dari Petani. Selang tahun 1991 hingga tahun 1997 dengan dibubarkannya BPPC, DPM dari 99 KUD Tata

Stop Perambahan Hutan Sulteng

Berdasarkan hasil penafsiran Citra Landsat 7 ETM Dephut, laju perubahan tutupan lahan hutan di Sulteng berlangsung sangat tinggi, mencapai sekitar 62.012 Ha per tahun. Angka ini diprediksi akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2009. Prediksi peningkatan angka kerusakan hutan, cukup beralasan jika melihat kebijakan investasi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang cenderung terus mendorong penyusutan hutan di Sulteng. Salah satu contoh, meningkatnya jumlah izin IUPHHK/HPH, dimana sampai pada bulan agustus 2005, tercatat 14 perusahaan yang mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat, dengan total luas areal konsesi 951. 705 Ha atau sekitar 21, 6 persen dari areal hutan yang tersedia. Angka ini terus mengalami peningkatan, dimana saat ini perusahaan yang telah mendapatkan konsesi IUPHHK bertambah menjadi 16 perusahaan dengan luas areal konsesesi 1.033.245 Ha atau mengalami peningkatan hampir 2 per

Polda-Kejati harus Belajar pada Justice Bao

KASUS perambahan hutan di kawasan Cagar Alam Tinombala, telah mengendap selama dua tahun. Keseriusan penyidik Polda Sulteng dalam melakukan penyidikan terhadap tersangka kasus dugaan ilegal loging Ogobayas, yang melibatkan Ir Bambang Tedjo (mantan Plt Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi/Disnakertrans Sulteng), dan Saadon Lawira (Kepala Disnakertrans Parmout), menjadi pertanyaan publik. Terlebih lagi, sesuai keterangan Kejati Sulteng, penyidik Polda sampai saat pelimpahan berkas perkara tersebut, tidak dilengkapi Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). Pelimpahan berkas perkara tanpa SPDP, adalah mekanisme yang sangat aneh dan baru pertama kali ditemui di Sulteng. Sehingga wajar saja jika perkara tersebut, tidak dapat diproses lanjut. Kejati tidak punya dasar untuk menunjuk jaksa yang akan menjadi peneliti dan mengawal berkas perkara tersebut. Kejati mengklaim telah melayangkan surat ke penyidik Polda Sulteng sejak bulan lalu, meminta agar dibuatkan SPDP saat pelimpahan terhadap be

Tobat dan Tazkiyah

SEJAK Indonesia merdeka, salah satu penyakit sosial bangsa yang belum sepenuhnya dapat disembuhkan adalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Penyakit sosial yang begitu kronis telah memorakporandakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Imbasnya, kekayaan Indonesia hanya berputar pada segelintir orang dan kemiskinan menjerat mayoritas anak bangsa. Bulan Ramadhan yang secara substansial mendidik orang untuk jujur, adil dan sensitif terhadap penderitaan orang lain, bisa dijadikan pijakan untuk merubah mentalitas bangsa dan budaya KKN yang telah menggurita hingga jantung pemerintahan terendah. Ramadhan menjadi momentum seluruh anak negeri untuk meninggalkan sikap dan budaya mungkar dan maksiat yang selama ini mewarnai hidupnya. Langkah pertama yang harus dilakukan bangsa dan seluruh warga adalah muhasabah (instropeksi diri) secara mendalam dan mengakui segala kekurangan dan dosa sosial politik yang ada. Selanjutnya melakukan pertaubatan secara individu dan kolektif (nasional), dengan toba

Penyaluran Zakat Fitrah

ZAKAT fitrah adalah adalah salah satu kewajiban yang ditetapkan Rasulullah SAW, usai melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan, sebagaimana hadist dari Ibnu Umar r.a, “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah dari bulan Ramadhan atas hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa diantara kaum muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim). Zakat fitrah adalah mengeluarkan satu shaa’ (sekitar 2,5 kg atau 3,5 liter) makanan pokok manusia. Berkata sahabat Abu Said Al-Khudri r.a, “Kami mengeluarkan pada hari raya iedul fitri pada masa Nabi daripada makanan. Dan makanan kami saat itu adalah gandum syair, anggur kering (kismis), susu yang dikeringkan dan kurma.” (HR. Bukhari). Siapa saja yang berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah? Yang wajib mengeluarkan zakat fitrah adalah orang yang mempunyai kelebihan dari nafkah kebutuhannya untuk hari ied dan malamnya. Seseorang wajib mengeluarkan untuk dirinya sendiri dan untuk orang-orang yang berada dalam tanggungannya seperti ister

Kepemimpinan Politik Bukan Warisan

AMIRUL Mukminin Umar bin Khattab menjelang akhir pemerintahannya, membentuk tim pemilihan khalifah penggantinya dan berpesan agar tidak memilih keluarganya untuk menjadi khalifah sesudahnya. Ia juga berpesan pada putranya Abdullah bin Umar bin Khattab untuk menghindari tugas pemerintahan dan menghilangkan keinginan untuk terjun ke dunia politik mengganti dirinya. “Cukup aku saja menjadi khalifah, jangan mengikuti jejakku. Sungguh amanah menjadi khalifah sangat berat,” peranya pada putranya. Dari riwayat tersebut seakan-akan Umar ingin memberikan pelajaran bagi seluruh ummat setelahnya, pertama, bahwa jabatan tidak serta merta dapat diturunkan pada keluarga terdekatnya. Umar cukup berpandangan politik modern, bahwa jabatan politik bukan harta yang dapat diwariskan pada anak cucunya. Kedua, Umar memahami bahwa pewarisan jabatan politik atau jabatan tertentu pada keluarga tanpa dapat menjerumuskan masyarakat pada budaya nepotisme, yang pada zaman ini menjadi musuh nyata kehidupan sosial p

Tanggungjawab Janji Politik

TERHITUNG Sejak tanggal 12 Juli lalu, kampanye Pemilu Legislatif 2009 dimulai. Partai politik (Parpol) dan calon anggota legislatif tingkat kabupaten/kota, provinsi dan DPR RI terus sosialisasi dengan menebar janji dan programnya. Sebelumnya, masyarakat juga disuguhi berbagai janji dan program kandidat Gubernur dan bupati/walikota dalam Pilkada. Sebagai koreksi, sering orang setelah terpilih sebagai anggota legislatif maupun gubernur atau bupati/walikota, mereka lupa janji-janji yang disampaikan pada masyarakat. Terbukti, banyak program dan kegiatan pemerintah yang telah disetujui DPR ataupun DPRD, sering tidak bersinggungan dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Rasulullah SAW dalam hadistnya mengecam tindakan tersebut dan mengingatkan para pemimpin untuk melayani rakyat dan menepati janjinya. “Abu Ja’la bin Jasar r.a berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Tiada seorang yang diamanati Allah memimpin rakyat, kemudian meninggal ia masih menipu rakyat, melainkan Allah m

Menakar Kinerja Deprov Sulteng

DPRD Provinsi (Deprov) Sulteng membuka tahun 2009 dengan semangat baru. Semangat baru tersebut dibuktikan dengan tekad membangun kinerja yang lebih baik, untuk kepentingan daerah dan rakyat. Dalam paripurna pembukaan masa persidangan pertama kemarin (9/1), tekad tersebut disampaikan ketua Deprov Murad U. Nasir. Tapi mungkinkah, tekad itu bisa terlaksana? Salah satu keinginan kuat Deprov memperbaiki kinerjanya adalah menargetkan dua puluh satu item kegiatan untuk masa persidangan pertama. Bukan hanya itu, Deprov juga mematok penetapan tujuh rancangan peraturan daerah (Raperda) dalam persidangan Triwulan pertama (TW I). Raperda yang dimaksud yakni Raperda irigasi, Raperda pengelolaan kekayaan daerah, Raperda retribusi pemakaian kekayaan daerah, Raperda pemenuhan hak anak, Raperda RPJP 2005-2025 dan Raperda organisasi dan tatakerja lembaga lain. Ini belum ditambah dua Raperda inisiatif Deprov, Raperda lembaga penjamin kredit dan Raperda ketenagakerjaan. Dengan demikian secara keseluruhan

Perjalanan Dinas Rp111 Miliar, Kesmas Rp3,2 Miliar

Tingginya temuan kasus gizi buruk di beberapa wilayah Sulteng, menunjukkan masih banyak masyarakat miskin dan hampir miskin. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kampanye pemerintah Sulteng, yang menyatakan angka kemiskinan turun sekitar dua persen pertahun. Data terbaru, seperti yang dirilis Mercusuar edisi Senin (16/2), kasus gizi buruk di Kabupaten Morowali awal 2009 ini berjumlah tujuh kasus. Dari sisi kuantitas, jumlah tersebut jauh melampaui angka rata-rata kasus gizi buruk di Sulteng pada 2008 lalu dimana per bulannya tiga kasus. Tahun 2008, kasus gizi buruk pada Balita juga terjadi pada hampir semua wilayah Sulteng. Kasus terbesar terjadi di Kabupaten Donggala. Dinas Kesehatan Sulteng menemukan 102 kasus di kabupaten tertua di Sulteng ini. Menyusul Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) sebanyak 39 kasus dan Buol 29 kasus. Kasus gizi buruk pada balita paling sedikit terjadi di Kabupaten Poso, atau hanya 1 kasus. Berdasarkan data data Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes,

Nilai Kepemimpinan Masyarakat Buol

Sebagaimana komunitas masyarakat lainnya di muka Bumi, Suku Buol juga memiliki sistem kemasyarakatan yang dipenuhi nilai-nilai luhur. Nilai tersebut hingga kini masih terpelihara dengan tata kehidupan bermasyarakat. Salah satu nilai yang diwariskan budaya Buol pada masyarakatnya, adalah nilai-nilai utama kepemimpinan. Sifat-sifat tersebut pada masa lampau menjadi syarat yang melekat pada seorang Madika (raja). Namun demikian, karena nilai-nilai tersebut bersifat universal, bukan berarti sifat tersebut hanya melekat pada seorang Madika semata. Dalam level kepemimpinan apapun, masyarakat Buol dapat menjadikan sifat utama itu sebagai pijakan dan dasar filosofis kepemimpinan. SIFAT MADIKA Secara khusus, seorang pemimpin dalam pandangan masyarakat Buol, paling tidak memiliki tiga sifat utama. Sebagaimana diungkapkan Madika Buol H. Mahmud Turungku dalam bukunya “Upacara Adat Tradisional Buol” terbitan Badan Pekerja Dewan Adat Kabupaten Buol, seorang Madika harus memiliki sifat Mokodolyo. Art

Sulut dan Gorontalo Kuasai Produksi Ikan Teluk Tomini

Teluk Tomini tak berhenti diperbincangkan. Kawasan yang masuk wilayah Sulteng 70 persen itu, ternyata produksi perikanannya dikuasai daerah lain. Produksi sumberdaya ikan yang mencapai 162.700 ton pertahun, 26 persen didaratkan di Bitung dan 24 persen di Gorontalo. Parmout sebagai daerah yang menguasai pesisir terpanjang Teluk Tomini, hanya menampung 22 persen ikan yang didaratkan. Sementara Poso 16 persen dan Boloaang Mongondow 12 persen. Produksi tersebut masih sangat kecil, jika dibandingkan total sumberdaya perikanan yang ada. Data yang dimiliki Dinas Perikanan dan Kelautan Parmout, menyatakan total sumberdaya ikan kurang lebih 587.220 ton pertahun. Jumlah itu terdiri dari ikan pelagis besar 106.000 ton pertahun, ikan pelagis kecil 379.440 ton, ikan demersal 83.840 ton dan ikan lain-lain 17.970 ton pertahun. Banyak ikan yang didaratkan diluar Sulteng, pada akhirnya mempengaruhi tingkat pendapatan daerah. Selain itu, kondisi tersebut juga menggambarkan belum optimalnya pengelolaan k

Awasi Proses Hukum Dana Recovery

Dari awal, dana recovery Poso pasca konflik Rp58 miliar, terlihat rentan penyelewengan. Pemkab dan DPRD Kabupaten (Dekab) Poso, tidak sejalan terkait realisasi program recovery. Kedua instansi pemerintahan daerah itu gontok-gontokan soal dana recovery. Imbasnya, program Pemkab berjalan sendiri tanpa persetujuan Dekab. Perencanaan hingga pengawasan nyaris tidak berjalan. Ujungnya, terindikasi ada banyak penyelewengan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat Poso, korban konflik. Tidak tanggung-tanggung, dua instansi penegak hukum, yakni BPKP dan Kejati Sulteng, melakukan pemeriksaan secara intensif atas dugaan penyelewengan dana recovery. BPKP Perwakilan Sulteng, malah menggelar investigasi lapangan hingga ke desa dan kelurahan, untuk memeriksa realisasi dana recovery. Tidak ketinggalan, insan pers juga memainkan peran penting, mengorek fakta dan transparansi penggunaan dana recovery. Realisasi dana recovery menarik perhatian publik, layaknya konflik Poso beberapa tahun l

Pemadaman Listrik, Tuntut Pemerintah dan PLN

Apapun alasannya, pemadaman sangat merugikan masyarakat konsumen. Terlebih bila pemadaman dilakukan dengan tiba-tiba dan tanpa konfirmasi. Hal itu jelas melanggar UU Perlindungan Konsumen. Dua hari terakhir, PLN melakukan pemadaman kembali. Puluhan pengusaha jasa mengaku mengalami kerugian ratusan juta rupiah. Masyarakat mengeluh dan tidak terbilang, yang mengeluarkan kata makian. Pemadaman listrik, bukan saja mengganggu kerja pengusaha jasa dan masyarakat, tapi juga menghambat kerja pemerintahan. Terganggunya pemerintahan tak pelak, berimbas pada tidak optimalnya pelayanan masyarakat, yang menjadi tanggung jawab dan kewajiban pemerintah. PT PLN (Persero) Cabang Palu, sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap layanan listrik di Palu dan Sulteng pada umumnya, hanya menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat. Tak lebih dari itu. Setiap terjadi pemadaman, hanya permohonan maaf dan berlindung dibalik kerusakan mesin. Pemadaman kali ini PLN berdalih akibat gangguan opstic ka

Mempertaruhkan Profesionalisme Wartawan

Catatan Hari Pers Nasional Mempertaruhkan Profesionalisme Wartawan Setiap tanggal 9 Februari, insan pers Indonesia memperingati Hari Pers Nasional (HPN). Semakin diperingati, semakin kompleks pula permasalahan pers Indonesia. Salah satu hal yang patut direnungi bersama di HPN, persoalan profesionalisme wartawan. Sekira dua bulan lalu, ada oknum wartawan di kota Palu terpaksa meringkuk di balik terali besi, karena dugaan melakukan penipuan. Pada berita lain, ada wartawan yang diadukan ke kepolisian karena tulisannya yang tidak obyektif dan tak berimbang. Masih banyak kasus lainnya yang menggambarkan pers tidak profesional. Dua kasus tersebut seakan mewakili wajah pers laiknya bulan. Satu sisi terang benderang dan pada sisi lainnya gelap gulita tanpa cahaya. Pers yang menjunjung tinggi profesionalisme, diakui sebagai pilar keempat tegaknya nilai-nilai demokrasi dan peradaban di muka bumi. Dengan mengabaikan profesionalisme, pers juga dapat berperan merubuhkan nilai-nilai demokrasi, men